Di Tengah Kontroversi, Naskah Sejarah Hasil Revisi Bakal Diuji Publik Bulan Depan

3 weeks ago 23
Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Lalu Hadrian Irfani | tempo.co

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM Di tengah heboh pernyataan kontroversial Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, terkait penghapusan peristiwa pemerkosaan massal 1998 dalam naskah sejarah resmi, Kementerian Kebudayaan memastikan penulisan ulang sejarah Indonesia tetap berjalan dan telah mencapai 70 persen. Naskah awal tersebut dijadwalkan akan diuji publik pada Juli 2025.

Hal itu disampaikan Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Lalu Hadrian Irfani, saat ditemui di Gedung Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Senin, 16 Juni 2025. “Targetnya memang bulan Juli akan diadakan uji publik, workshop, seminar, dan sebagainya,” ujarnya.

Selama proses uji publik nanti, masyarakat diberi kesempatan untuk memberikan masukan terhadap isi naskah sejarah. Lalu menyatakan pihak DPR akan membuka ruang diskusi yang inklusif. “Siapa tahu ada temuan-temuan, ada bukti baru yang memang harus masuk ke dalam penulisan ulang,” katanya.

Ia menambahkan, DPR RI dalam waktu dekat juga akan menggelar rapat kerja bersama Menteri Kebudayaan setelah masa reses berakhir. Rapat ini digelar sebagai respons atas kegaduhan yang timbul dari berbagai pernyataan Fadli Zon yang menuai kritik dari sejarawan, aktivis HAM, dan publik luas.

Program revisi sejarah ini merupakan proyek resmi Kementerian Kebudayaan, bekerja sama dengan Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI), yang didanai penuh oleh negara. Tujuan penulisan ulang sejarah ini adalah menyelaraskan narasi sejarah Indonesia dengan berbagai temuan baru dari hasil riset akademik seperti disertasi, tesis, hingga kajian ilmiah lainnya.

Namun di balik niat baik tersebut, penyusunan naskah sejarah ini memantik kontroversi. Salah satu yang paling disorot publik adalah soal absennya catatan tentang pemerkosaan massal terhadap perempuan keturunan Tionghoa dalam kerusuhan Mei 1998.

Fadli Zon dalam wawancaranya bersama jurnalis senior Uni Lubis menyatakan bahwa peristiwa tersebut tidak lebih dari sekadar rumor. Pernyataan ini sontak memicu kecaman dari berbagai kalangan, termasuk organisasi masyarakat sipil dan aktivis HAM.

Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menilai pernyataan Fadli sebagai bentuk pengingkaran terhadap sejarah kelam bangsa. “Mereka menghindari rasa bersalah, menghindari rasa malu, atau menghindari tidak nyaman karena rekam jejak masa lalu yang ditinggalkan oleh mereka (penguasa),” tegas Usman dalam konferensi pers daring bertajuk Masyarakat Sipil Melawan Impunitas, Jumat, 13 Juni 2025.

Buku sejarah versi terbaru itu direncanakan akan diterbitkan secara resmi pada 17 Agustus 2025, bertepatan dengan peringatan 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia. Meski begitu, proses penyusunannya kini berada di bawah sorotan tajam publik, seiring meningkatnya tuntutan agar pemerintah tidak menghapus fakta sejarah atas nama narasi resmi.   

www.tempo.co

Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.

Read Entire Article
Politik | Local| Daerah| Finance| Sport|