DENPASAR, BALIPOST.com – Satu lagi WN Uganda dideportasi pihak Imigrasi pada 25 Oktober 2024. Perempuan berinisial FN (23) ini diduga menjadi “marketing” dari para pekerja seks komersial (PSK) asal Afrika.
Kasusnya tidak diajukan ke persidangan namun dilakukan pendeportasian oleh Rudenim Denpasar. FN diduga terlibat praktik prostitusi online.
Kepala Rumah Detensi Imigrasi Denpasar Gede Dudy Duwita menjelaskan FN datang ke Indonesia tahun 2015. Saat terakhir kedatangannya tersebut ia menggunakan fasilitas bebas visa kunjungan.
Ia bermaksud untuk berbisnis pakaian dengan membeli pakaian di Indonesia dan menjualnya di Uganda. Pada 10 September 2024, petugas Imigrasi Kantor Imigrasi Ngurah Rai mendatangi kediamannya di sebuah penginapan area Legian.
Di tempat tersebut ia tinggal bersama anaknya SNE (5). Petugas mendapati fakta-fakta lain yang mengarah pada pelanggaran keimigrasian yang dilakukan oleh FN. Melalui bukti aplikasi percakapan, FN disimpulkan menjadi pemasar wanita PSK yang berasal dari Afrika di Bali.
Selain itu yang menjadi kecurigaan petugas karena didapati foto FN yang sedang memegang beberapa paspor Afrika dalam HP WNA-WNA yang sebelumnya ditangkap atas prostitusi online, dan FN beralasan bahwa orang tersebut meminta FN membantu perpanjangan izin tinggalnya karena mereka berpikir FN lebih lama tinggal di Bali.
Berdasarkan pelanggaran tersebut, FN diganjar dengan Tindakan Administratif Keimigrasian berupa deportasi oleh Kantor Imigrasi Ngurah Rai.
Rudenim Denpasar juga mendeportasi WN Nigeria berinisial SNO (36) asal Nigeria dan pria WN Amerika Serikat berinisial SVO (41).
Dudy menjelaskan bahwa SNO tiba di Indonesia melalui Bandara Soekarno Hatta pada 7 Desember 2019 dengan menggunakan Izin Kunjungan. Pada 29 Mei 2024, petugas Imigrasi menemukan SNO di sebuah kos di Denpasar Barat tanpa paspor atau dokumen keimigrasian yang sah.
Ia mengaku bahwa paspornya telah hilang pada Desember 2019. Akibat pelanggaran tersebut, SNO dikenakan pidana denda sebesar Rp20.000.000, namun karena SNO tidak sanggup membayar denda tersebut, maka ia harus menjalani pidana kurungan selama satu bulan dan telah dibebaskan dari Lapas Kelas II A Kerobokan pada 14 September 2024.
Penangkapan SNO merupakan bagian dari operasi penertiban yang lebih luas terhadap warga negara asing yang melebihi batas izin tinggal (overstay) di Bali.
Sebelumnya, pada akhir Mei 2024 Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Ngurah Rai menangkap 24 warga negara asing dari Nigeria, Ghana, dan Tanzania yang terlibat dalam kasus overstay, dan sebagian dari mereka diduga sengaja menghilangkan paspor mereka untuk menghindari pengawasan. Delapan WNA yang terlibat dalam kasus ini, termasuk SNO, diketahui sengaja menghilangkan paspor untuk menyulitkan identifikasi oleh pihak berwenang, termasuk untuk mempersulit identifikasi keberadaan mereka.
Upaya mereka dapat dikatakan tidak berhasil lantaran pihak Imigrasi memiliki rekaman data keimigrasian pada setiap WNA termasuk kapan mereka masuk ke Indonesia dan jenis visa yang digunakan.
Sedangkan SVO diamankan oleh Satpol PP Kabupaten Gianyar dikarenakan ditemukan linglung di sekitaran Monkey Forest, Ubud sehingga telah mengganggu ketentraman dan ketertiban umum. Atas kejadian tersebut SVO diserahkan ke Kantor Imigrasi Kelas I TPI Denpasar.
Dalam pemeriksaan SVO menyatakan bahwa pada malam sebelum diamankan tertidur di sekitaran Monkey Forest dalam keadaan mabuk hingga akhirnya dianggap mengganggu kamtibmas. SVO juga tidak dapat menunjukkan paspornya ketika diminta oleh Pejabat Imigrasi dalam kejadian tersebut sehingga telah melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. (Miasa/balipost)