MANGUPURA, BALIPOST.com – Tak satu jalurnya pasangan calon gubernur dan wakil gubernur, Wayan Koster dan Giri Prasta, dengan pemerintah pusat menjadi pertanyaan dalam hearing (dengar pendapat) yang digelar Bali Tourism Board (BTB) pada Jumat (25/10) di Jimbaran, Badung.
Mengusung tema “Pariwisata Bali Mau Dibawa Kemana?”, persoalan tak satu jalurnya paslon Pilkada Bali nomor urut 2 ini ditanggapi oleh Koster. Ia menegaskan tidak perlu khawatir.
Hal itu lantaran pengalamannya di DPR RI selama 3 periode yang membuatnya paham sistem penganggaran, terutama pengalokasian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ke daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota bahkan desa.
“Saya sudah biasa dalam mengatur alokasi anggaran ke daerah. Ada normanya diatur dengan UU. UU tentang Pemda dan UU Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah,” ujar Koster dalam hearing tentang penajaman visi misi paslon Pilkada Bali itu.
Ia mengungkapkan ada tiga skema alokasi anggaran dari pusat ke daerah, yaitu Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Bagi Hasil (DBH), dan dana kementerian. Ketiganya sudah ada rumus dalam pengalokasiannya.
“Itu tidak bisa diintervensi oleh siapapun, dia berjalan sesuai sistem,” katanya optimis.
DAU, contohnya, merupakan tujuan pusat untuk diselenggarakan di daerah. Itu, mencakup infrastruktur, pertanian, kesehatan, dan pendidikan. “Walaupun presiden, gubernur tidak satu partai, saya kira bukan itu pendekatannya. Pendekatannya adalah membangun wilayah kesatuan RI,” ujarnya.
Ia pun yakin Presiden Prabowo Subianto adalah orang yang nasionalis dan sangat berdedikasi.
Menurutnya Bali punya posisi strategis secara nasional karena penghasil devisa bagi negara dengan porsi hingga 45 persen. “Semua berkepentingan dengan Bali dan saya punya seni sendiri untuk melakukan itu karena pengalaman di DPR, aman!” ujarnya sambil melayangkan toss ke Giri Prasta, tanda keakraban.
Dalam hearing tersebut, Koster-Giri yang tampil di sesi kedua memperoleh sejumlah masukan dari stakeholders pariwisata.
Ketua ASITA Bali, Putu Winastra berharap perizinan biro wisata juga dimoratorium karena dengan adanya one single submission (OSS) terjadi perang harga dan orang asing banyak memiliki usaha biro perjalanan wisata.
Selain itu ia menyampaikan terkait dengan distribusi PHR Badung ke Provinsi Bali.
Atas harapan dan pertanyaan yang dilontarkan, Koster menyerukan agar Badung harus berkontribusi paling besar untuk promosi pariwisata seluruh Bali mengingat hanya Badung yang mendapat manfaat paling besar dari PHR.
“Tidak perlu Badung mengalokasikan anggaran ke provinsi. Dulu tidak bisa dibawa ke provinsi karena regulasinya belum ada. Dasarnya adalah MoU dan itu secara akuntabilitas, lemah,” ujarnya.
Sementara saat ini sudah ada aturan baru UU Pemda dan UU Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, untuk menyeimbangkan fiskal secara vertikal dan horizontal, antarkabupaten dan kota langsung diperbolehkan.
Oleh karena itu, distribusi PHR dapat dilakukan langsung dari kabupaten ke kabupaten lain atau ke desa lain. “Dari pada dibawa ke provinsi, nanti ada yang menguap kan repot. Dengan demikian tidak ada potensi untuk mengurangi. Yang dibawa ke provinsi itu banyak sekali menguap dan tidak sesuai peruntukannya dan tidak ada kaitannya juga dengan pariwisata. Tapi sebelum saya jadi Gubernur,” tandasnya. (Citta Maya/balipost)