MANGUPURA, BALIPOST.com – Kesenjangan antara lulusan dunia pendidikan termasuk vokasi dengan permintaan dunia kerja di Bali cukup tinggi. Meski lulusan terserap, namun banyak yang tidak sesuai dengan bidangnya. Seperti adanya lulusan perawat yang bekerja di sektor pariwisata dan lainnya.
Hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor salah satunya lulusan di masing-masing wilayah yang tidak sesuai dengan potensi yang ada. Kesenjangan ini pun memberi pengaruh terhadap padatnya penduduk di Bali Selatan. Demikian yang tersirat dalam pelaporan hasil penelitian Konsorsium Penguatan Ekosistem Kemitraan untuk Pengembangan Inovasi Berbasis Potensi Daerah Provinsi Bali, yang berlangsung di Legian, Kuta, Sabtu (26/10).
Ketua Tim Konsorsium Dr. Ni Nyoman Sri Astuti, SST.Par., M.Par, dalam kesempatan tersebut menjelaskan, berdasarkan roadmap inovasi berbasis potensi daerah di Bali, sebagian besar kabupaten/kota di Bali belum memiliki kesesuaian antara potensi daerah masing-masing dengan kompetensi lulusan.
Seperti di Jembarana memiliki potensi di bidang perikanan, pertanian, transportasi serta akomodasi makanan dan minuman. Sementara untuk kompetensi lulusan yang tersedia diantaranya, pariwisata, pertanian dan peternakan, otomotif, akuntansi, kecantikan dan kesehatan.
Sri membuat lulusan mencari peluang kerja ke luar daerahnya sehingga mendorong terjadinya urbanisasi dan kepadatan penduduk di Bali Selatan. “Seperti halnya kesehatan dan kecantikan. Kesehatan sendiri, kita sebut saja KEK (Kawasan Ekonomi Khusus) itu kan berkembangnya di Denpasar, otomatis mereka akan ke sini,” terangnya.
Sementara, kata dia potensi besar yang dimiliki Jembrana, seperti perikanan tidak tersentuh oleh lulusan. Demikian pula, Tabanan yang memiliki potensi tinggi terhadap pertanian, kompetensi lulusan yang ada lebih ke pariwisata, TIK dan akuntansi. “Termasuk pula Badung, yang punya SMK Pertanian, telah berubah ke arah agro wisata,” ujar Sri sembari mengatakan, potensi pertanian di Badung, khususnya Badung Utara juga tinggi.
Demikian pula Kabupaten Klungkung yang memiliki potensi pertanian di bidang pembuatan garam dan budidaya rumput laut, namun saat ini sebagian wilayah sudah tergerus oleh pariwisata. Kompetensi lulusan di Kabupaten Kungkung juga lebih ke pariwisata, TIK dan konstruksi.
Terlebih lagi di Kabupaten Buleleng, potensi daerah yang lebih banyak ke pertanian, perikanan ditambah pula akomodasi makanan dan minuman serta perdagangan tidak selaras dengan kompetensi lulusan. Di Bali Utara kompetensi lulusan yang ada yakni perhotelan, konstruksi dan otomotif serta TIK.
Sementara untuk Denpasar kompetensi lulusan yang dimiliki sudah sesuai dengan potensi yang ada. Demikian juga Kabupaten Bangli, potensi dan kompetensi lulusan sudah ada kesesuaian namun belum maksimal karena masih didominasi oleh pariwisata.
Demikian dikatakan Sri Astuti, terhadap kesenjangan ini perlu dilakukan pemetaan program studi (Prodi) baru yang disesuaikan dengan potensi daerah masing-masing. Selain itu, ada beberapa upaya jangka pendek yang harus dilakukan yang berkonsentrasi pada pengembangan sektor pertanian.
Hal ini perlu dilakukan agar terjadi pemerataan wilayah dan menekan kepadatan penduduk di Bali Selatan. Selain itu, penyesuaian kompetensi lulusan dan potensi wilayah ini juga menjadi penting untuk meningkatkan perkembangan sektor lain, selain pariwisata. Terutama pertanian yang saat ini kian minim peminat. (Widiastuti/bisnisbali)