MEDAN, SUMUTPOS.CO- Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Sumut Mangapul Purba SE MI Kom meminta Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni dan Menteri ATR/BPN Nusron Wahid tidak membiarkan perseteruan PT Toba Pulf Lestari (TPL) dengan masyarakat terkait tapal batas lahan konsesi dengan tanah adat atau ulayat terus terjadi.
“Menteri Kehutanan dan Menteri ATR/BPN harus segera turun ke lapangan untuk menyelesaikan pertikaian antara PT TPL dengan masyarakat,” kata Mangapul Purba kepada wartawan di DPRD Sumut, Selasa (30/9).
Menurut Mangapul, penunjukan tapal batas dan tanah ulayat ini sangat penting agar tidak terjadi lagi perseteruan atau konflik berkelanjutan antara perusahaan dan masyarakat, karena persoalan tanah ini sudah sangat lama tidak terselesaikan oleh pemerintah.
Bagi Mangapul, pihaknya dalam hal ini tidak mencampuri soal tutup-tidaknya perusahaan besar PT TPL, karena itu sepenuhnya keputusan pemerintah pusat. “Tapi yang terpenting saat ini, bagaimana masyarakat tidak lagi merasa terganggu melakukan aktivitas pertanian di lahan yang diklaim perusahaan sebagai lahan konsesinya,” ujar Mangapul.
Dijelaskan anggota dewan Dapil Kabupaten Simalungun dan Kota Pematangsiantar ini, konflik antara PT TPL dan masyarakat adat memang sudah lama terjadi. Masyarakat menuntut keadilan, karena merasa tanah ulayat mereka telah diambil alih dan ditanami dengan tanaman industri. Penebangan hutan yang dilakukan perusahaan juga dinilai merugikan warga, karena berdampak pada lingkungan dan mengurangi akses masyarakat terhadap hasil hutan.
Untuk meredam konflik tersebut, tandas Mangapul, pemerintah pusat melalui Menhut RI harus segera turun ke lapangan dan menunjukkan dengan jelas tapal batas konsesi yang sah. “Ini sangat penting, supaya masyarakat mengetahui mana lahan konsesi dan mana tanah adat. Kalau terus dibiarkan, konflik bisa semakin membesar,” serunya.
Politisi yang dikenal cukup vokal itu juga mengkritik sikap PT TPL yang terkesan mengabaikan aspirasi masyarakat. Seharusnya, perusahaan lebih terbuka, menghormati tanah adat, dan tidak hanya berorientasi pada keuntungan. “Jika perusahaan terus arogan, tuntutan masyarakat agar operasional TPL ditutup bisa semakin menguat,” tegasnya.
Berkaitan dengan itu, Wakil Ketua DPD PDI Perjuangan Sumut ini berharap, pemerintah pusat tidak tinggal diam menghadapi persoalan ini untuk menengahi perselisihan dan mencari solusi yang adil bagi masyarakat. “Jangan biarkan PT TPL meninggalkan bom waktu bagi masyarakat adat,” pungkasnya. (adz)
MEDAN, SUMUTPOS.CO- Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Sumut Mangapul Purba SE MI Kom meminta Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni dan Menteri ATR/BPN Nusron Wahid tidak membiarkan perseteruan PT Toba Pulf Lestari (TPL) dengan masyarakat terkait tapal batas lahan konsesi dengan tanah adat atau ulayat terus terjadi.
“Menteri Kehutanan dan Menteri ATR/BPN harus segera turun ke lapangan untuk menyelesaikan pertikaian antara PT TPL dengan masyarakat,” kata Mangapul Purba kepada wartawan di DPRD Sumut, Selasa (30/9).
Menurut Mangapul, penunjukan tapal batas dan tanah ulayat ini sangat penting agar tidak terjadi lagi perseteruan atau konflik berkelanjutan antara perusahaan dan masyarakat, karena persoalan tanah ini sudah sangat lama tidak terselesaikan oleh pemerintah.
Bagi Mangapul, pihaknya dalam hal ini tidak mencampuri soal tutup-tidaknya perusahaan besar PT TPL, karena itu sepenuhnya keputusan pemerintah pusat. “Tapi yang terpenting saat ini, bagaimana masyarakat tidak lagi merasa terganggu melakukan aktivitas pertanian di lahan yang diklaim perusahaan sebagai lahan konsesinya,” ujar Mangapul.
Dijelaskan anggota dewan Dapil Kabupaten Simalungun dan Kota Pematangsiantar ini, konflik antara PT TPL dan masyarakat adat memang sudah lama terjadi. Masyarakat menuntut keadilan, karena merasa tanah ulayat mereka telah diambil alih dan ditanami dengan tanaman industri. Penebangan hutan yang dilakukan perusahaan juga dinilai merugikan warga, karena berdampak pada lingkungan dan mengurangi akses masyarakat terhadap hasil hutan.
Untuk meredam konflik tersebut, tandas Mangapul, pemerintah pusat melalui Menhut RI harus segera turun ke lapangan dan menunjukkan dengan jelas tapal batas konsesi yang sah. “Ini sangat penting, supaya masyarakat mengetahui mana lahan konsesi dan mana tanah adat. Kalau terus dibiarkan, konflik bisa semakin membesar,” serunya.
Politisi yang dikenal cukup vokal itu juga mengkritik sikap PT TPL yang terkesan mengabaikan aspirasi masyarakat. Seharusnya, perusahaan lebih terbuka, menghormati tanah adat, dan tidak hanya berorientasi pada keuntungan. “Jika perusahaan terus arogan, tuntutan masyarakat agar operasional TPL ditutup bisa semakin menguat,” tegasnya.
Berkaitan dengan itu, Wakil Ketua DPD PDI Perjuangan Sumut ini berharap, pemerintah pusat tidak tinggal diam menghadapi persoalan ini untuk menengahi perselisihan dan mencari solusi yang adil bagi masyarakat. “Jangan biarkan PT TPL meninggalkan bom waktu bagi masyarakat adat,” pungkasnya. (adz)