SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Kampanye menggunakan spanduk atau MMT (Media Mobil Terpadu) provokatif kembali bermunculan di sejumlah wilayah di Kabupaten Sragen, yang akan memasuki masa tenang Pilkada Sragen 2024 dalam waktu sepekan.
Menurut informasi yang berhasil dihimpun JOGLOSEMARNEWS.COM , spanduk liar bertuliskan ajakan untuk melawan “penguasa sombong” beredar di wilayah Kecamatan Gondang, Sidoharjo, dan Sragen Kota. Spanduk yang diduga dipasang oleh pendukung salah satu pasangan calon (paslon) ini mengarah pada sosok tertentu. Spanduk-spanduk tersebut terlihat di beberapa titik, termasuk Kecamatan Gondang, Karangmalang, Sidoharjo, dan lokasi lainnya.
Spanduk itu bertuliskan: “Mari Kita Lawan Kesombongan Penguasa. Sigit Pamungkas-Suroto, Kita Buktikan Anak Petani Bisa Menjadi Bupati.” Ketua Harian Tim Pemenangan Sigit-Suroto, Mukafi Fadli, saat dikonfirmasi pada Sabtu (16/11/2024), mengaku tidak mengetahui siapa yang memasang spanduk itu atau siapa inisiatornya.
Sementara itu, Ketua Tim Pemenangan paslon Untung Wibowo Sukawati-Suwardi (Bowo-Suwardi), Suparno, mempertanyakan siapa yang dimaksud dengan “penguasa sombong” dalam spanduk tersebut. Suparno, yang juga menjabat sebagai Sekretaris DPC Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Sragen, merasa bahwa spanduk itu mengarah pada pihak tertentu. Menurutnya, keluarga Ketua DPC PDIP Sragen, Untung Wibowo Sukawati, tidak ada yang sombong dan semuanya berperilaku baik.
“Terserah bagaimana mereka menafsirkan. Memang ada dua kutub yang berbeda pendapat, yaitu suka dan tidak suka. Saya heran mengapa ada yang menuding sombong dan di mana letak kesombongannya? Dalam situasi politik seperti ini, tidak baik masyarakat disuguhi spanduk provokatif semacam itu,” jelas Suparno.
Suparno mengingatkan para petinggi politik untuk mengamalkan ajaran Ki Hajar Dewantara, yakni ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tutwuri handayani. Menurutnya, yang berada di depan seharusnya menjadi contoh, yang di tengah mengayomi, dan yang di belakang menghargai yang di depan.
“Jika nilai-nilai itu dijadikan perilaku dalam masyarakat, semuanya akan berjalan baik,” ujarnya.
Suparno menambahkan bahwa dia tidak ingin mencemooh orang, menggunakan kata-kata kasar, atau menjadikan perilaku tersebut budaya di Sragen. Dia percaya Sragen adalah kota seni dan budaya yang memiliki harga diri, sehingga hal-hal kecil tidak perlu dibesar-besarkan. “Hal-hal yang berpotensi menyakiti atau menyinggung orang lain sebaiknya tidak dilakukan,” pintanya.
Suparno juga menilai bahwa pesan dalam spanduk tersebut sudah menyerang sosok tertentu. Mengenai klaim “anak petani bisa jadi bupati”, Suparno menyatakan, “Silakan dibuktikan. Siapapun bisa menjadi bupati, tetapi perlu pembuktian.”
Suparno mengaku telah berkoordinasi secara lisan dengan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sragen mengenai peredaran spanduk tersebut. Dia berharap masyarakat tidak disuguhi kata-kata yang kurang baik. “Sebagian spanduk katanya sudah diturunkan, tapi masih ada yang belum dilepas. Hal ini sebenarnya lebih ke arah administratif. Jika spanduk dicopot, masalahnya selesai,” tambahnya.
Ketua Bawaslu Sragen, Dwi Budhi Prasetya, saat dimintai tanggapan, mengungkapkan bahwa pihaknya sudah melakukan inventarisasi dan akan membahas permasalahan ini dalam pokja isu-isu negatif. Bawaslu berjanji akan segera membahas masalah tersebut.
Huri Yanto