KPK Berharap Hakim PN Jaksel Tolak Gugatan Sahbirin Noor

1 week ago 5

Tim Jurubicara KPK, Budi Prasetyo mengatakan, KPK menghadapi sidang praperadilan yang diajukan Sahbirin Noor sebagai pemohon dalam perkara dugaan suap pada pengadaan barang dan jasa untuk sejumlah proyek pekerjaan di wilayah Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalsel.

"Sidang yang digelar di PN Jakarta Selatan ini dengan agenda pembacaan gugatan pemohon," kata Budi kepada wartawan, Senin sore, 4 November 2024.

Budi memastikan, KPK akan mempelajari poin-poin yang telah disampaikan, selanjutnya pembacaan jawaban dari KPK sebagai pihak termohon dijadwalkan pada Selasa besok, 5 November 2024.

"KPK meyakini, Hakim akan memutus sidang praperadilan ini secara independen dan objektif. Sehingga kami optimis Hakim akan menolak permohonan praperadilan yang diajukan oleh tersangka SHB dalam perkara dimaksud. Kami juga mengajak masyarakat untuk terus mengikuti dan memantau persidangan ini, sebagai bentuk pelibatan publik dalam transparansi pemberantasan korupsi," pungkas Budi.

Berdasarkan penelusuran RMOL di website Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Sahbirin Noor mengajukan gugatan praperadilan pada Kamis, 10 Oktober 2024 dengan nomor perkara 105/Pid.Pra/2024/PN JKT.SEL dengan klasifikasi perkara terkait sah atau tidaknya penetapan tersangka.

Dalam petitumnya, Sahbirin menyampaikan 9 poin gugatan, yakni meminta agar Hakim menerima dan mengabulkan permohonan praperadilan dari pemohon untuk selanjutnya, menyatakan bahwa perbuatan termohon yang menetapkan pemohon sebagai tersangka merupakan perbuatan yang sewenang-wenang karena tidak sesuai dengan prosedur dan bertentangan dengan hukum dan dinyatakan batal.

Selanjutnya, Sahbirin Noor juga meminta agar Hakim menyatakan tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat penetapan tersangka terhadap pemohon oleh termohon, menyatakan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) tertanggal 7 Oktober 2024 atas nama Sahbirin Noor adalah tidak sah dan tidak berdasarkan atas hukum dan oleh karenanya penetapan a quo tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Kemudian, Sahbirin juga meminta agar Hakim menyatakan penyidikan yang dilakukan termohon terhadap pemohon sebagaimana tertuang dalam Sprindik tertanggal 7 Oktober 2024 atas nama Sahbirin Noor adalah tidak sah, tidak berdasarkan atas hukum dan oleh karenanya penyidikan a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Lalu, Sahbirin Noor meminta agar Hakim memerintahkan kepada termohon untuk menghentikan penyidikan terhadap pemohon yang dilakukan berdasarkan Sprindik tertanggal 7 Oktober 2024 atas nama Sahbirin Noor, menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh termohon yang berkenaan dengan penetapan tersangka atas diri pemohon oleh termohon, memulihkan segala hak hukum pemohon terhadap tindakan-tindakan yang telah dilakukan oleh termohon, dan menghukum termohon untuk membayar biaya perkara ini menurut hukum.

KPK telah melakukan kegiatan Operasi Tangkap Tangan (OTT) di wilayah Provinsi Kalsel sejak Minggu dini hari, 6 Oktober 2024. Sebanyak 17 orang diamankan dalam kegiatan itu.

Dari OTT itu, KPK mengamankan barang bukti berupa uang Rp12.113.160.000 (Rp12,1 miliar) dan 500 dolar AS yang merupakan bagian dari fee 5 persen untuk Sahbirin terkait pekerjaan lainnya di Dinas PUPR Pemprov Kalsel.

KPK menetapkan 7 orang sebagai tersangka, yakni Sahbirin Noor selaku Gubernur Kalsel, Ahmad Solhan selaku Kepala Dinas PUPR Pemprov Kalsel, Yulianti Erlynah selaku Kepala Bidang Cipta Karya sekaligus pejabat pembuat komitmen (PPK).

Selanjutnya, Ahmad selaku pengurus rumah Tahfiz Darussalam sekaligus pengepul uang, Agustya Febry Andrean selaku Plt Kepala Bagian Rumah Tangga Gubernur Kalsel, Sugeng Wahyudi selaku swasta, dan Andi Susanto selaku swasta.

Namun demikian, KPK baru resmi menahan 6 tersangka pada Senin, 7 Oktober 2024. 1 tersangka lainnya, yakni Sahbirin Noor lolos dari OTT KPK. KPK pun telah mencegah Sahbirin Noor agar tidak kabur ke luar negeri selama 6 bulan ke depan sejak 7 Oktober 2024.

Dalam perkaranya, tersangka Wahyudi dan Andi mendapatkan 3 paket pekerjaan di Dinas PUPR Pemprov Kalsel pada 2024, yakni paket pekerjaan pembangunan lapangan sepakbola di kawasan olahraga terintegrasi Provinsi Kalsel dengan penyedia terpilih PT Wiswani Kharya Mandiri (WKM) dengan nilai pekerjaan Rp23.248.949.136 (Rp23,24 miliar).

Selanjutnya paket pekerjaan pembangunan Samsat Terpadu dengan penyedia terpilih PT Haryadi Indo Utama (HIU) dengan nilai pekerjaan Rp22.268.020.250 (Rp22,26 miliar), dan pembangunan kolam renang di kawasan olahraga terintegrasi Provinsi Kalsel dengan penyedia terpilih CV Bangun Banua Bersama (BBB) dengan nilai pekerjaan Rp9.178.205.930 (Rp9,17 miliar).

Dalam prosesnya, juga ada rekayasa pengadaan yang dilakukan agar tersangka Wahyudi bersama tersangka Andi terpilih sebagai penyedia paket pekerjaan tersebut adalah, pembocoran HPS dan kualifikasi perusahaan yang disyaratkan pada lelang, rekayasa proses pemilihan e-katalog agar hanya perusahaan Wahyudi bersama Andi yang dapat melakukan penawaran, konsultan perencana terafiliasi dengan tersangka Wahyudi, dan pelaksanaan pekerjaan sudah dikerjakan lebih dulu sebelum berkontrak.

Terdapat fee sebesar 2,5 persen untuk pejabat pembuat komitmen (PPK) dan 5 persen untuk Sahbirin. rmol news logo article

Read Entire Article
Politik | Local| Daerah| Finance| Sport|