JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Problem yang dialami PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), bukan hanya utang yang menggunung, hingga kemudian perusahaan rintisan Alm H. Lukminto tersebut diputus pailit oleh Pengadilan Niaga Semarang.
Namun sebelum itu, perusahaan ini juga sempat disorot terkait dengan kasus pencemaran lingkungan. Kasus tersebut melibatkan perusahaan yang terafiliasi ke Sritex, yakni PT Rayon Utama Makmur (RUM).
Bukan hanya melakukan protes secara lisan, namun warga sempat menempuh jalur hukum terkait masalah pencemaran lingkungan ini. Di mana, sebanyak 185 orang warga Sukoharjo melakukan dua gugatan class action atau perwakilan kelompok ke Pengadilan Negeri Sukoharjo terhadap PT RUM.
Perusahaan yang secara tidak langsung terafiliasi dengan Sritex itu digugat secara perdata atas pencemaran lingkungan sejak tahun 2017 hingga 2023.
Berdasarkan Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Sukoharjo, gugatan pertama teregistrasi dengan nomor perkara: 29/Pdt.G/2023/PN Skh pada 9 Maret 2023. Dalam petitum pemohon, warga menuntut ganti rugi materiel seperti pembelian masker, pembelian obat obatan, dan ganti rugi imateriel sebesar Rp 1,85 triliun.
Warga ingin PT RUM membersihkan dampak dari bau busuk yang diduga akibat aktivitas operasional perusahaan. Kemudian menuntut agar perusahaan memasang dan/atau memperbaiki unit pengolahan limbah udara dan cair, sehingga limbah sesuai dengan baku mutu lingkungan hidup yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan.
“Memusnahkan penyebab timbulnya pencemaran udara dan pencemaran air,” dikutip dari SIPP Pengadilan Negeri Sukoharjo.
Dalam gugatan itu, penggugat juga ingin hakim mengabulkan sita jaminan atas harta kekayaan perusahaan berupa bangunan gedung dan tanah yang terletak di Jalan Songgorunggi-Jatipuro KM 3 Nomor 8, RT 003, RW 003, Kecamatan Nguter, Kabupaten Sukoharjo, Provinsi Jawa Tengah.
Tetapi dalam gugatan itu, majelis hakim justru menolak seluruh gugatan warga pada 7 Desember 2023. Karena putusan itu, majelis hakim menghukum para penggugat secara tanggung renteng membayar biaya perkara sebesar Rp 1.434.000.
Warga juga melakukan gugatan secara pidana terhadap PT RUM atas tuduhan yang sama, pencemaran lingkungan. Perkara tersebut teregistrasi dengan nomor 152/Pid.B/LH/2023/PN Skh, pada Kamis, 7 September 2023.
Dalam petitum disebutkan, pipa pembuangan air limbah PT RUM yang terbentang di Kali Gupit sampai dengan Sungai Bengawan Solo sering mengalami patah dan kebocoran yang berada di Desa Dukuh, Kelurahan Gupit, Kecamatan Nguter. Sama dengan gugatan perdata, limbah itu menyebabkan pencemaran air dan kesehatan warga terdampak.
Pada dakwaan pertama, PT RUM diduga melakukan tindak pidana menurut Pasal 98 ayat (1) juncto Pasal 116 ayat (1) huruf a juncto Pasal 118 juncto Pasal 119 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Kedua, perusahaan didakwa dengan Pasal 100 ayat (2) juncto Pasal 116 ayat (1) huruf a juncto Pasal 118 juncto Pasal 119 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Dalam surat tuntutan, PT RUM dituntut membayar pidana denda sebesar Rp 3 miliar dan perbaikan lingkungan yang tercemar limbah. Namun, majelis hakim justru menyatakan PT RUM tidak terbukti secara sah dan meyakinkan atau bebas pada Selasa, 13 Februari 2024. Putusan ini belum berkekuatan hukum tetap dan belum ada perkembangan proses perkara di Mahkamah Agung.
Sebagaimana dikutip dari pemberitaan Tempo berjudul ‘Vonis Bebas Pencemar Kali Gupit’ pada 22 Februari 2024, perusahaan mulai beroperasi pada akhir Oktober 2017. Kemudian aktivitas industri berhenti pada 2022 setelah mendapat protes dari warga desa sekitar selama bertahun-tahun.
Tokoh masyarakat Desa Pengkol, Kecamatan Nguter, Tomo, mengatakan dampak yang terasa adalah perubahan pada aliran Kali Gupit, seperti air menghitam, mengeluarkan busa dan berbau busuk. Warga yang memanfaatkan air dari Kali Gupit merasakan mual hingga muntah dan gatal-gatal.
“Tentunya sekarang kami mulai terancam lagi karena nanti jika sewaktu-waktu PT RUM beroperasi kembali, kami pasti akan mencium bau busuk lagi,” ucapnya, Rabu (21/2/2024).
Putusan Pailit
Kini, Pengadilan Niaga Semarang mengeluarkan putusan terhadap PT Sri Rejeki Isman Tbk. atau Sritex dan menyatakannya pailit pada Senin (21/10/2024). Hakim mengabulkan permohonan salah satu kreditur raksasa tekstil tersebut, yang meminta pembatalan perdamaian dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang sudah ada kesepakatan sebelumnya.
Sritex yang berbasis di Sukoharjo, Jawa Tengah, ini telah berdiri selama 58 tahun sebagai bagian dari industri tekstil di Indonesia. Manajemen mengungkapkan saat ini ada sekitar 14.112 karyawan yang terdampak langsung, 50 ribu karyawan dalam Grup Sritex, serta usaha kecil dan menengah lainnya yang bergantung pada aktivitas bisnis Sritex.
“Sritex membutuhkan dukungan dari pemerintah dan stakeholder lain agar dapat terus berkontribusi bagi kemajuan industri tekstil Indonesia di masa depan,” tulis Manajemen Sritex.