NEW YORK, SUMUTPOS.CO – Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) akhirnya mendukung resolusi yang menghidupkan kembali solusi dua negara (two-state solution) bagi Israel dan Palestina. Resolusi itu disahkan lewat voting kurang dari 24 jam setelah Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu menegaskan bahwa tidak akan pernah ada negara Palestina.
Dalam pemungutan suara Jumat (12/9), sebanyak 142 negara di antara 193 negara anggota PBB menyatakan setuju. Sepuluh negara lainnya, termasuk Israel dan sekutunya, Amerika Serikat (AS), menolak mengadopsi resolusi bertajuk Deklarasi New York itu. Sementara 12 negara lagi abstain.
Voting berlangsung ketika Israel menunjukkan sikap yang makin agresif dalam sepekan terakhir. Mereka meningkatkan serangkaian serangan mematikan di seluruh Timur Tengah.
Pemungutan suara ini juga menjadi pendahulu KTT PBB pada 22 September mendatang di New York yang dipimpin Riyadh dan Paris. Presiden Prancis Emmanuel Macron dan sejumlah pemimpin negara lain berjanji mengakui negara Palestina secara resmi.
Negara Berdaulat
Al Jazeera kemarin (13/9) melaporkan, resolusi menuju pembentukan negara Palestina yang berdaulat itu memuat langkah-langkah nyata, terikat waktu, dan tidak dapat diubah. Dokumen sepanjang 7 halaman tersebut merupakan inisiasi Prancis dan Arab Saudi yang mendorong aksi kolektif untuk mengakhiri perang di Gaza.
Resolusi itu juga menyebut kekuasaan Hamas di Gaza. Hamas yang tengah menguasai pemerintahan di Gaza diminta membebaskan seluruh sandera dan menyerahkan senjata mereka kepada otoritas Palestina. ’’Hal itu sejalan dengan tujuan pembentukan negara Palestina yang berdaulat dan merdeka,’’ tulis deklarasi tersebut.
Israel Menolak
Israel menolak keras deklarasi itu. Juru Bicara Kemenlu Israel Oren Marmorstein bahkan menyebut hasil voting tersebut sangat memalukan. ’’Pemungutan suara ini membuktikan betapa Majelis Umum (PBB) hanyalah sebuah sirkus politik yang terlepas dari realitas,’’ ungkapnya dalam sebuah unggahan di X.
Dia juga mengkritik Deklarasi New York karena tidak menyebut Hamas sebagai organisasi teroris.
Trump Sesalkan Serangan Israel ke Doha
Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengadakan jamuan makan malam dengan Perdana Menteri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman al-Thani di New York, Jumat (12/9). Pertemuan itu berlangsung hanya beberapa hari setelah Israel melancarkan serangan terhadap pemimpin politik Hamas di Doha.
Dilansir dari Reuters, serangan Israel pada Selasa lalu ditujukan untuk membunuh pimpinan Hamas. Namun, serangan tersebut dinilai berpotensi menggagalkan upaya mediasi yang dipimpin AS di Gaza. Serangan itu juga memicu kecaman luas di kawasan Timur Tengah dan masyarakat internasional karena dinilai dapat memperburuk ketegangan regional.
Trump dalam percakapan telepon dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyatakan kekesalannya atas serangan tersebut. Ia juga berusaha menenangkan Qatar dengan menegaskan bahwa tindakan serupa tidak akan terulang.
Jamuan makan malam di New York turut dihadiri utusan khusus AS Steve Witkoff. Wakil Kepala Misi Qatar, Hamah Al-Muftah, menuliskan di platform X bahwa pertemuan dengan Trump baru saja selesai. Gedung Putih membenarkan pertemuan itu, namun tidak memberikan rincian.
Sebelumnya, al-Thani lebih dulu mengadakan pertemuan selama satu jam di Gedung Putih dengan Wakil Presiden JD Vance dan Menteri Luar Negeri Marco Rubio. Menurut sumber Reuters yang mengetahui pembicaraan itu, pertemuan tersebut membahas peran Qatar sebagai mediator di kawasan serta kerja sama pertahanan pascaserangan Israel di Doha.
Trump menegaskan, serangan Israel adalah tindakan sepihak yang tidak sejalan dengan kepentingan AS maupun Israel. Qatar selama ini dipandang sebagai sekutu penting Washington di Teluk. Negara itu juga berperan sebagai mediator dalam perundingan gencatan senjata Israel–Hamas, pembebasan sandera Israel di Gaza, dan perencanaan pascakonflik wilayah tersebut. Al-Thani menuduh Israel berusaha menggagalkan peluang perdamaian, namun menegaskan Qatar tidak akan mundur dari peran mediasi. (mia/dri/oni/jpg)
NEW YORK, SUMUTPOS.CO – Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) akhirnya mendukung resolusi yang menghidupkan kembali solusi dua negara (two-state solution) bagi Israel dan Palestina. Resolusi itu disahkan lewat voting kurang dari 24 jam setelah Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu menegaskan bahwa tidak akan pernah ada negara Palestina.
Dalam pemungutan suara Jumat (12/9), sebanyak 142 negara di antara 193 negara anggota PBB menyatakan setuju. Sepuluh negara lainnya, termasuk Israel dan sekutunya, Amerika Serikat (AS), menolak mengadopsi resolusi bertajuk Deklarasi New York itu. Sementara 12 negara lagi abstain.
Voting berlangsung ketika Israel menunjukkan sikap yang makin agresif dalam sepekan terakhir. Mereka meningkatkan serangkaian serangan mematikan di seluruh Timur Tengah.
Pemungutan suara ini juga menjadi pendahulu KTT PBB pada 22 September mendatang di New York yang dipimpin Riyadh dan Paris. Presiden Prancis Emmanuel Macron dan sejumlah pemimpin negara lain berjanji mengakui negara Palestina secara resmi.
Negara Berdaulat
Al Jazeera kemarin (13/9) melaporkan, resolusi menuju pembentukan negara Palestina yang berdaulat itu memuat langkah-langkah nyata, terikat waktu, dan tidak dapat diubah. Dokumen sepanjang 7 halaman tersebut merupakan inisiasi Prancis dan Arab Saudi yang mendorong aksi kolektif untuk mengakhiri perang di Gaza.
Resolusi itu juga menyebut kekuasaan Hamas di Gaza. Hamas yang tengah menguasai pemerintahan di Gaza diminta membebaskan seluruh sandera dan menyerahkan senjata mereka kepada otoritas Palestina. ’’Hal itu sejalan dengan tujuan pembentukan negara Palestina yang berdaulat dan merdeka,’’ tulis deklarasi tersebut.
Israel Menolak
Israel menolak keras deklarasi itu. Juru Bicara Kemenlu Israel Oren Marmorstein bahkan menyebut hasil voting tersebut sangat memalukan. ’’Pemungutan suara ini membuktikan betapa Majelis Umum (PBB) hanyalah sebuah sirkus politik yang terlepas dari realitas,’’ ungkapnya dalam sebuah unggahan di X.
Dia juga mengkritik Deklarasi New York karena tidak menyebut Hamas sebagai organisasi teroris.
Trump Sesalkan Serangan Israel ke Doha
Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengadakan jamuan makan malam dengan Perdana Menteri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman al-Thani di New York, Jumat (12/9). Pertemuan itu berlangsung hanya beberapa hari setelah Israel melancarkan serangan terhadap pemimpin politik Hamas di Doha.
Dilansir dari Reuters, serangan Israel pada Selasa lalu ditujukan untuk membunuh pimpinan Hamas. Namun, serangan tersebut dinilai berpotensi menggagalkan upaya mediasi yang dipimpin AS di Gaza. Serangan itu juga memicu kecaman luas di kawasan Timur Tengah dan masyarakat internasional karena dinilai dapat memperburuk ketegangan regional.
Trump dalam percakapan telepon dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyatakan kekesalannya atas serangan tersebut. Ia juga berusaha menenangkan Qatar dengan menegaskan bahwa tindakan serupa tidak akan terulang.
Jamuan makan malam di New York turut dihadiri utusan khusus AS Steve Witkoff. Wakil Kepala Misi Qatar, Hamah Al-Muftah, menuliskan di platform X bahwa pertemuan dengan Trump baru saja selesai. Gedung Putih membenarkan pertemuan itu, namun tidak memberikan rincian.
Sebelumnya, al-Thani lebih dulu mengadakan pertemuan selama satu jam di Gedung Putih dengan Wakil Presiden JD Vance dan Menteri Luar Negeri Marco Rubio. Menurut sumber Reuters yang mengetahui pembicaraan itu, pertemuan tersebut membahas peran Qatar sebagai mediator di kawasan serta kerja sama pertahanan pascaserangan Israel di Doha.
Trump menegaskan, serangan Israel adalah tindakan sepihak yang tidak sejalan dengan kepentingan AS maupun Israel. Qatar selama ini dipandang sebagai sekutu penting Washington di Teluk. Negara itu juga berperan sebagai mediator dalam perundingan gencatan senjata Israel–Hamas, pembebasan sandera Israel di Gaza, dan perencanaan pascakonflik wilayah tersebut. Al-Thani menuduh Israel berusaha menggagalkan peluang perdamaian, namun menegaskan Qatar tidak akan mundur dari peran mediasi. (mia/dri/oni/jpg)