Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Komite IV DPD RI, Ahmad Nawardi dalam keterangan yang diterima redaksi, Sabtu, 2 November 2024.
Komite IV DPD sangat menghargai setiap kebijakan pemerintah yang berpihak kepada masyarakat di daerah. Hal ini tentu saja sejalan dengan tugas dan fungsi DPD sebagai lembaga yang merepresentasikan suara masyarakat daerah.
Dampak dari utang-utang lama petani, nelayan, dan pelaku UMKM tersebut mereka tidak bisa mengajukan utang baru kepada bank, karena adanya sistem Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) yang merupakan sistem informasi yang dikelola oleh OJK untuk mendukung pelaksanaan tugas pengawasan dan layanan informasi di bidang keuangan.
“Komite IV DPD RI mendukung pemerintah agar secepatnya mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) terkait pemutihan utang petani, nelayan, dan pelaku UMKM ini, semoga Kementerian Hukum di bawah menteri yang baru bisa gerak cepat terkait wacana baik ini, bayangkan saja jika Perpres ini disahkan ada sekitar 30 sampai dengan 40 juta masyarakat Indonesia akan mendapat dampak positifnya,” jelas Nawardi.
Dampak tersebut antara lain peningkatan kesejahteraan petani dan nelayan. Banyak petani dan nelayan yang terjebak dalam utang berakibat biaya produksi yang tinggi dan harga jual yang tidak stabil.
“Penghapusan utang dapat memberikan ruang finansial bagi mereka untuk meningkatkan taraf hidup dan memenuhi kebutuhan dasar tanpa beban utang yang menghimpit,” ungkapnya.
Lanjut dia, wacana ini akan menghasilkan peningkatan produktivitas. Dengan utang yang dihapuskan, petani dan nelayan bisa lebih fokus pada peningkatan produktivitas melalui investasi dalam teknologi, peralatan, dan teknik produksi yang lebih efisien.
“Ini bisa berdampak positif pada output pertanian dan perikanan, yang pada akhirnya memperkuat ketahanan pangan nasional,” tutur senator asal Jawa Timur tersebut.
Sebagian besar petani dan nelayan berada di daerah-daerah yang bergantung pada sektor ini sebagai pilar ekonomi lokal. Sehingga penghapusan utang dapat memberikan stimulus ekonomi langsung ke daerah-daerah tersebut, meningkatkan daya beli, dan mendorong pertumbuhan ekonomi setempat.
“Beban utang sering kali menjadi salah satu alasan mengapa generasi muda enggan melanjutkan pekerjaan sebagai petani atau nelayan. Dengan dihapuskannya utang, sektor ini bisa menjadi lebih menarik bagi generasi muda, membantu menjaga kesinambungan regenerasi tenaga kerja,” ungkapnya.
Masih kata Nawardi, banyak petani dan nelayan terjebak dalam lingkaran kemiskinan. Kebijakan ini bisa dilihat sebagai langkah redistribusi keadilan ekonomi, di mana negara memberikan perhatian lebih kepada mereka yang paling rentan secara ekonomi.
Ketua Komite IV DPD juga menyampaikan bahwa wacana kebijakan turunan serupa sempat mencuat setelah terbitnya UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK). Undang-Undang P2SK tersebut memperbolehkan bank-bank BUMN untuk melakukan hapus tagih dan tidak dihitung kerugian negara.
“Komite IV DPD RI memandang bahwa kebijakan penghapusan utang petani dan nelayan ini tentunya sangat positif, namun kami juga berharap agar kebijakan ini juga perlu diimbangi dengan perbaikan sistem keuangan dan pengelolaan utang agar petani dan nelayan tidak kembali terjebak dalam utang di masa depan,” pungkas Nawardi.