JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Sebelum ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi impor gula, mantan Menteri Perdagangan, Tom Lembong tercatat mengeluarkan sikap kritis terhadap pemerintahan Jokowi.
Sebagaimana diketahui, Tom Lembong terkenal memiliki hubungan dekat dengan Anies Baswedan, terutama dalam Pilpres 2024 yang ditunjuk menjadi Co-Captain Timnas AMIN. Saat menjadi Co-Captain Timnas AMIN, Tom kerap melontarkan pernyataan kritis terhadap pemerintah. Ini beberapa sikap kritisnya terhadap pemerintahan Jokowi.
- Kritisi Melambungnya Harga Pangan
Tom Lembong pernah mengkritik melambungnya harga pangan. “Semua masyarakat mengeluh mengenai harga pangan yang melambung, tapi faktanya lebih dari separuh dari hasil pertanian kita dibuang,” kata Tom dalam diskusi di kawasan Senayan, Jakarta pada Jumat malam (9/2/2024).
Menurut Tom, hal tersebut merupakan kondisi ironis. Dia lalu menyebut istilah food loss. Food loss, ujar Tom, terjadi di tingkat petani dan logistik. Misalnya, hasil panen yang sengaja dibuang lantaran dimakan tikus atau serangga lain.
“Jadi, investasi dalam pergudangan dan wadah tahan serangga itu akan sangat membantu untuk meningkatkan kuantitas pangan yang tersedia di pasar,” ujar Tom.
Dengan begitu, ujar dia, akan muncul win-win solution. Petani tidak rugi karena kualitas produk terjaga dan hasil panen tidak berkurang. Di sisi lain, konsumen juga bisa menikmati harga pangan lebih rendah. Sebab mekanisme pasar berlaku, ketika stok produk banyak otomatis harga menjadi lebih rendah.
- Ingatkan Luhut Soal Harga Nikel
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan pun tak luput dari sasaran kritik Tom Lembong. Saat itu, Tom mengkritisi pernyataan Luhut soal harga nikel.
“Hati-hati berbicara terlalu dini ya,” kata Tom Lembong saat ditemui usai mengisi sebuah diskusi di kawasan Senayan, Jakarta pada Jumat malam (9/2/2024).
Dia menuturkan, prinsipnya adalah penurunan harga nikel masih belum selesai. Tom menyebut, penurunan harga komoditas ini masih akan berlanjut.
Tom Lembong memperkirakan, penurunan harga nikel terjadi sampai tahun depan, bahkan 2 tahun berikutnya. Sehingga, akan berdampak bagi industri smelter maupun tambang nikel di Indonesia. “Ini kisahnya belum selesai, masih ada beberapa tahun lagi di mana harga nikel akan turun terus melemah,” tutur Tom Lembong.
- Kritik Hilirisasi ala Jokowi
Sasaran kritik berikutnya adalah pemerintahan Jokowi itu sendiri, terutama soal hilirisasi. Tom Lembong menilai program hilirisasi yang dijalankan pemerintahan Presiden Jokowi memiliki tiga masalah besar. Pertama, Tom menyebut hilirisasi industri yang dijalankan saat ini tidak berorientasi pada pasar.
“Pemerintah kemarin melihat harga nikel bagus, permintaan tinggi, karena semua baterai mobil listrik pakai nikel,” kata kata Tom dalam acara Diskusi Publik Pandangan Capres/Cawapres 2024-2019 tentang Kebijakan Industri, Hilirisasi dan Perubahan iklim di Gedung CSIS Jakarta, Rabu (6/12/2023).
Masalah kedua, Tom mengatakan, program hilirisasi Jokowi terlalu fokus dan terobsesi pada nikel, baterai, dan kendaraan listrik. Padahal, perlu kebijakan yang lebih luas ke sektor lain. Apalagi industri nikel, baterai, dan mobil listrik termasuk industri padat modal, bukan padat karya.
“Yang bekerja robot. Mekanisme otomatisasi, sehingga sedikit sekali manusia yang bekerja di situ,” kata Tom. “Akhirnya, dampak ke lapangan kerja jadi minim.”
Masalah ketiga, lanjut Tom, dampak lingkungan. Eks Menteri Perdagangan ini berujar, standar lingkungan hidup di sektor pertambangan maupun smelter jauh dari yang diperlukan. Ia menyoroti kebutuhan tanah yang besar untuk menggali nikel dan dampaknya. “Setelah nikel dikeluarkan, itu tanah jadi toksik,” tutur Tom. “Dampak emisi rumah kacanya juga bikin parah krisis iklim.”
Ditetapkan sebagai Tersangka
Usai melontarkan kritik-kritiknya tersebut, Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Tom Lembong menjadi tersangka dalam kasus impor gula. Tom Lembong diduga terlibat dalam pemberian izin importir gula kristal mentah sebanyak 105.000 ton yang merugikan negara sekitar Rp 400 miliar.
“Saudara TTL diduga memberikan izin impor gula kristal mentah 105 ribu ton kepada PT AP yang kemudian gula kristal mentah tersebut diolah menjadi gula kristal putih,” kata Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, pada 29 Oktober 2024.