LANGKAT, SUMUTPOS.CO – Suasana hangat terasa di Desa Pasar Rawa, Kecamatan Gebang, Kabupaten Langkat. Warga bersama tim pengabdian Universitas Sumatera Utara (USU) berkumpul di tepian tambak.
Mereka membawa bibit mangrove dan benih ikan, siap ditanam dan ditebar ke kawasan silvofisheri. Lumpur menempel di kaki, namun semangat tetap terjaga.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program pengabdian dari Universitas Sumatera Utara bertajuk “Pengayaan Tanaman Mangrove dan Penguatan Pola Silvofisheri untuk Mendukung Kesejahteraan Masyarakat dan Pencapaian SDGs.” Yang dilaksanakan pada hari rabu 17 September 2025. Inti program ini sederhana namun penting: menjaga kelestarian mangrove sekaligus membuka peluang ekonomi bagi warga pesisir.
Ketua Kelompok Tani Hutan (KTH) Penghijauan Maju Bersama Wahyudi menyampaikan, penerapan silvofisheri terbukti menjanjikan dalam memberikan tambahan pendapatan bagi para anggotanya. “Hasilnya sudah kami rasakan. Silvofisheri ini memang bisa menambah penghasilan masyarakat,” ungkapnya sambil mengatur penanaman bibit.
Meski begitu, bukan berarti tanpa kendala. Pintu air yang sering rusak menjadi tantangan terbesar dalam mengelola kawasan silvofisheri. Namun, hal ini tidak mematahkan semangat Wahyudi.
Dengan tekad yang kuat, ia bahkan bersedia menggunakan dana pribadinya untuk memperbaiki pintu air demi keberlanjutan pola silvofisheri di Pasar Rawa. “Kalau pintu air baik, silvofisheri bisa lebih maksimal. Kami tidak mau berhenti hanya karena kendala teknis,” tegasnya.
Dari pihak akademisi, Koordinator Tim Pengabdian USU, Dr. Ir. Bejo Slamet, S.Hut, M.Si, menekankan pentingnya pola silvofisheri sebagai solusi rehabilitasi. “Silvofisheri adalah jalan tengah. Mangrove tetap terjaga, sementara masyarakat tetap bisa memperoleh penghasilan. Salah satu kuncinya adalah pengayaan tanaman mangrove dan penebaran bibit ikan,” jelasnya.
Bejo menambahkan, pengalaman sukses KTH Pasar Rawa diharapkan bisa direplikasi di wilayah pesisir lain yang menghadapi persoalan serupa.
Lebih lanjut Bejo menyampaikan, kegiatan pengabdian ini juga merupakan salah satu wujud nyata komitmen USU dalam menjadikan kampus sebagai lembaga pendidikan yang dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat sesuai dengan kebijakan kementrian Pendidikan Tinggi, Sains dan teknologi yaitu Kampus Berdampak.
Kegiatan pengabdian ini juga untuk mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Melalui penerapan silvofisheri, masyarakat memperoleh tambahan penghasilan yang berkontribusi pada pengurangan kemiskinan (SDG 1) sekaligus mendukung ketahanan pangan melalui ketersediaan ikan hasil tambak (SDG 2). Pola ini juga membuka peluang usaha baru di sektor perikanan berkelanjutan sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi lokal (SDG 8).
Dari sisi lingkungan, rehabilitasi mangrove membantu mengurangi dampak perubahan iklim dengan menyerap karbon (SDG 13), memperbaiki habitat pesisir sebagai tempat hidup biota laut (SDG 14), serta menjaga keberlanjutan ekosistem darat-pesisir yang kaya keanekaragaman hayati (SDG 15).
Selain itu, kolaborasi antara universitas, kelompok masyarakat, dan potensi dukungan pemerintah maupun swasta mencerminkan semangat kemitraan dalam mencapai tujuan pembangunan global (SDG 17).
Dengan demikian, program pengabdian desa binaan ini menjadi contoh nyata bagaimana inisiatif lokal mampu memberi manfaat ganda: memperkuat ekonomi masyarakat sekaligus melestarikan lingkungan demi masa depan yang berkelanjutan.
Sementara itu, Dr. Ir. Nurdin Sulistiyono, S.Hut, M.Si, IPU, menyoroti pentingnya kerja sama lintas pihak. “Pengelolaan mangrove tidak bisa hanya mengandalkan satu kelompok. Perlu kolaborasi antar stakeholder, baik pemerintah, swasta, maupun masyarakat,” ujarnya.
Dukungan masyarakat tampak nyata. Salah seorang anggota KTH, Wak Yung mengatakan bahwa kecintaan mereka terhadap mangrove menjadi alasan kuat untuk terus menjaga keberadaan pohon-pohon itu. “Rasanya sayang kalau sampai rusak. Mangrove sudah seperti pelindung bagi kami,” ucapnya singkat.
Dalam kegiatan tersebut, tim pengabdian bersama warga melakukan penanaman mangrove tambahan sekaligus menebar ribuan bibit ikan di tambak silvofisheri. Kawasan seluas 7 hektare yang dikelola selama ini telah menunjukkan hasil yang baik. Kini, KTH Penghijauan Maju Bersama tengah memperluas area hingga 20 hektare, tepat berdampingan dengan lokasi silvofisheri yang sudah berjalan.
Dengan langkah ini, masyarakat Desa Pasar Rawa semakin optimistis. Silvofisheri bukan hanya sekadar cara bertahan hidup, melainkan harapan masa depan: menjaga alam sambil menumbuhkan kesejahteraan. (adz)