Ada Dana Miliaran Hilang saat PON Papua

18 hours ago 7

Banyak Keterangan Terdakwa dan Saksi yang Tak Mengetahui Dokumen Anggaran

JAYAPURA – Sidang kasus PON Papua kembali digulirkan di PN Kelas 1A Jayapura. Proses penegakan kasus ini nampaknya masih harus menunggu beberapa episode lagi. Apalagi saksi kunci yakni Ketua PB PON Papua, Yunus Wonda belum dimintai keterangannya. Dan agendanya Senin (28/4) masih sama yakni mendengarkan keterangan saksi yang dikonfrontir kepada terdakwa.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) kembali menghadirkan tiga orang saksi mahkota yang sekaligus menjadi terdakwa dalam lanjutan persidangan kasus korupsi penyalahgunaan dana PON XX Papua 2021.

Tiga saksi mahkota itu masing-masing, Vera Parinussa (Koordinator Venue PON XX), Reky Douglas Ambrauw (Koordinator Bidang Transportasi), Roy Letlora (Ketua Bidang II Pengurus Besar PON). Ketiganya duduk di kursi saksi, sementara terdakwa Theodorus Rumbiak, duduk berdampingan dengan penasehat hukumnya.

Seperti diketahui saksi mahkota ini digunakan untuk memberikan keterangan terhadap terdakwa lain karena keterbatasan alat bukti atau kesulitan dalam membuktikan keterlibatan terdakwa lainnya.

Ketiganya menyampaikan kesaksiannya dihadapan hakim ketika dicecar berbagai pertanyaan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) kejaksaan tinggi Papua. Ketiga saksi mengaku dana yang diterima oleh masing-masing bidang saat itu yakni; Bidang Transportasi, Reky Douglas Ambrauw mengaku sebesar Rp 5 Miliar lebih, dan Roy Letlora menyebut untuk Bidang II menerima dana dari PB PON sebesar Rp 7 Miliar lebih, sementara untuk Venue PON XX, Vera Parinussa selaku Koordinator saat itu mengaku tidak mendapatkan.

Dari sidang tersebut terungkap bahwa saksi I, Reky Douglas Ambrauw selaku Koordinator Bidang Transportasi PON XX Papua saat itu mengatakan dana yang diterima Bidang Transportasi dari PB PON untuk operasional saat itu sebesar Rp 5 Miliar, jumlah tersebut diketahui lebih sedikit jika berdasarkan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) yang jumlahnya mencapai Rp 28 Miliar.

“Kalau berdasarkan DPA sebanyak Rp 28 Miliar dan kita bidang transportasi hanya terima Rp 5 Miliar dan dikelolaan bidang transportasi,” kata Reky Douglas ketika ditanya JPU, Senin (29/4).

Reky Douglas mengaku untuk mendapatkan dana anggaran sebesar itu, pihaknya mengajukan ke Ketua Harian PB PON, Yunus Wonda dengan butuh waktu yang cukup lama karena menunggu diproses. “Kita ajukan ke ketua harian, dan butuh proses untuk mendapatkan,” ungkap Reky Douglas.

Lanjut Reky Douglas menjelaskan saat itu pihaknya mengambil kebijakan dimana semua pegawai perhubungan di provinsi Papua saat pelaksanaan PON XX diangkat menjadi pegawai PON di bidang transportasi. Hal itu dilakukan untuk meminimalisir terjadinya pembengkakan anggaran.

Sementara itu, kata mantan kordinator bidang transportasi itu mengatakan untuk jumlah sopir selama PON XX Papua sebanyak 400 lebih sopir. Namun ketika ratusan sopir tersebut tiba di Kota Jayapura tidak ada tangung jawab dari PB PON.

Melihat kondisi itu Reky Douglas mengaku pihaknya meminta tolong kepada pak Abdul sebagai penyedia makanan untuk dibantu lebih dulu. Alhasil Abdul selaku penyedia makanan dan minuman untuk sopir dan mekanik bersedia membantu. Saksi mengatakan untuk proses makan minum dari sopir dan mekanik tersebut dilakukan oleh PPK.

Sebut saksi dalam Rencana Kerja (RK) dan DPA hanya 15 hari. Akibat dari PB PON tidak memberikan pelayanan kepada sopir sehingga terjadilah pembekakan pembayaran. Ia menambahkan waktu semua penagihan dibuat oleh pihaknya dan terdapat uang yang ditransfer dari PB PON hanyalah Rp 4 Miliar.

Sementara untuk anggaran dana makan minum sopir dan mekanik total Rp 3 Miliar lebih dalam Rencana Kerja dan Anggaran (RKA). Ia mengatakan jumlah tersebut tidak ada dalam DPA tetapi masuk dalam DPA perubahan.

Ungkapnya kegiatan makan minum sopir melebihi dari RKA karena ada pembengkakan akibat dari PB PON tidak memberikan pelayanan kepada sopir dan mekanik. Untuk sisa saldo di rekening bidang transportasi telah dilaporkan ke bendahara umum Rp 250 juta lebih dan dikembalikan secara bertahap.

Sementara itu saksi ll, Roy Letlora selaku Ketua Bidang II Pengurus Besar PON mengatakan bahwa dirinya hanya mengetahui RKA dalam bentuk lembar yang dirubah empat kali. Ia baru melihat DPA setelah ditunjuk penyidik.

“Kita dapat dari atas (Pimpinan paling atas) dan mendapatkan satu tabel bukan dalam bentuk DPA,” ungkap Roy saat ditanya saksi.
Sementara itu terkait dengan peraturan ketua umum (Perketum) secara umum ia melihat dalam bentuk buku dalam fotokopi tidak dijilid dan yang tandatangan Perketum itu adalah ketua harian. Isi dari Perketum itu adalah mengatur soal tarif.

Ia mengatakan bidang dua, dan masing-masing bidang punya rekening. Untuk nilai operasional berubah-ubah. Sebagai bidang dua, Roy mengaku terima apa adanya. Dari semua bidang dibawah bidang dua tidak menerima sesuai RKA.

Ia mengatakan terkait dengan uang yang hilang sebesar Rp 9 Miliar ia mengaku tidak tahu. Dana operasional diperintahkan atau nihil dikembalikan ke rek PB PON. Pihaknya juga ia mengaku tidak diterima gaji selama 4 bulan. Lebih lanjut saksi mengatakan untuk anggaran bidang pemasaran Rp 500 juta,

Dirinya juga mengetahui adanya Festival Cahaya Papua yang dilakukan secara virtual di Jayapura untuk menyambut PON. Sementara untuk anggaran saksi tidak tahu. Menariknya untuk acara festival tersebut ternyata menyedot anggaran yang tidak kecil. Seperti diketahui DPA Festival Cahaya Papua sebesar Rp 12 Miliar, total kontrak Rp 19 Miliar dibayar Rp 24 Miliar dan terjadi kelebihan pembayaran sebesar Rp 5 Miliar.

Terakhir Saksi III, Vera Parinussa selaku Koordinator Venue PON XX Papua mengatakan bahwa selama dirinya menjabat sebagai Koordinator Venue PON XX Papua, ia tidak pernah berhubungan langsung dengan Bendahara Umum PB PON, Theodorus Rumbiak dalam hal anggaran.

Vera mengatakan ia tidak mengetahui total dana yang diajukan untuk Operasional Revenue karena sampai PB PON selesai dana tersebut tidak di cair. Adapun pendapatan dana seponsorship sebut Vera sebesar Rp 27 Miliar. Dana tersebut kata Vera diperlukan untuk pembayaran konsultan dalam DPA 10 persen atau Rp 2,7 Miliar, tapi dalam perjalanan ternyata tidak sampai Rp 2,7 Miliar dan hanya mendapatkan Rp 500,41 juta lebih.

Kemudian ada pembayaran Metro Tv Rp 1,5 Miliar, Tiket.com Rp 1,5 Miliar dan 10 persen biaya PTSS. “Revenue tidak ada utang, tetapi ada utang vendor yang harus kami bayar dan utang PB PON. Revenue juga membayar di luar DPA diantaranya, promosi dan lainnya,” ungkap Vera di ruangan sidang, Senin (28/4).

Vera mengatakan tidak ada dana yang diserahkan ke Bendum. Ia juga mengaku tidak tahu ada dana sisa karena waktu itu sedang sakit. “Saya baru tahu setelah pulih, sebesar Rp 9 Miliar untuk bayar KONI pusat,” ungkapnya.

Dana dari revenue bisa keluar ketika salah satu dari speciment revenue dilakukan penandatanganan. Diketahui saksi menjabat sebagai Koordinator Venue PON XX Papua ditunjuk berdasarkan SK ketua harian.

“Saya ditunjuk berdasarkan SK ketua harian,” tutup Vera. Adapun persidangan kasus ini akan kembali digelarkan hari ini (Rabu, 30 April 2025) di Pengadilan Negeri Kelas 1 A Jayapura dengan agenda lanjut pemeriksaan saksi pembela terdakwa. (kar/ade)

Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos

BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS  https://www.myedisi.com/cenderawasihpos

Read Entire Article
Politik | Local| Daerah| Finance| Sport|