JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Partai Demokrat menilai keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan pemilu nasional dari pemilu daerah berpotensi menambah panjang siklus ketegangan politik di tanah air.
Hal itu disampaikan Ketua Badan Riset dan Inovasi Strategis (BRAINS) DPP Partai Demokrat, Ahmad Khoirul Umam. Ia menyebut pemilu yang digelar tidak serentak akan memperpanjang masa kompetisi politik, sehingga berisiko mengganggu stabilitas sosial, politik, dan pemerintahan.
“Dengan pemilu yang terpisah, kontestasi politik berlangsung lebih lama. Ini bisa memperpanjang ketegangan politik,” kata Umam dalam keterangan tertulis, Sabtu, 21 Juni 2025.
Selain memperpanjang tensi politik, Umam juga mengingatkan potensi masalah lain, yakni ketidaksinkronan waktu pelantikan pejabat di tingkat pusat dan daerah. Menurutnya, hal itu bisa menimbulkan hambatan koordinasi dalam penyusunan dan penerapan kebijakan lintas sektor pemerintahan.
Ia menilai pemisahan pemilu nasional dan lokal berisiko memicu fragmentasi siklus politik antara pusat dan daerah. Selama ini, kata dia, para calon anggota legislatif pusat dan daerah kerap bersinergi menggarap basis dukungan di daerah pemilihan masing-masing.
“Kalau terpisah, caleg tingkat nasional akan lebih sulit menjangkau pemilih di daerah. Tidak ada lagi kerja sama dengan caleg daerah yang selama ini punya akar kuat di konstituen. Ini bisa menambah biaya politik,” ujar Umam.
Lebih jauh, ia memandang corak federalisme bisa makin menonjol akibat pemisahan pemilu. Pasalnya, kepala daerah dan DPRD akan dipilih dalam satu rangkaian dinamika politik lokal yang terpisah dari agenda nasional.
“Perlu kebijakan transisional supaya sistem pemerintahan nasional tetap solid dan tidak terbelah,” ucapnya.
Kendati demikian, Partai Demokrat tetap menghormati putusan MK. Umam menilai pemisahan pemilu bisa membantu menyederhanakan kompleksitas pemilu serentak, sekaligus memberi ruang kaderisasi yang lebih terstruktur di internal partai.
Sebelumnya, MK mengabulkan sebagian gugatan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) melalui Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024. Dalam amar putusan, MK menyatakan pemilu nasional — yang meliputi pemilihan presiden/wakil presiden, anggota DPR, dan anggota DPD — akan dipisah pelaksanaannya dari pemilu daerah atau lokal, yang memilih kepala daerah dan anggota DPRD provinsi, kabupaten, dan kota, mulai Pemilu 2029.
Hakim Konstitusi Saldi Isra mengatakan pemilu serentak memicu padatnya tahapan, sehingga publik tidak memiliki waktu cukup untuk mengevaluasi kinerja pejabat eksekutif maupun legislatif. Ia juga menilai isu pembangunan daerah sering tersisih oleh gegap gempita politik nasional.
Hakim Arief Hidayat menambahkan, pemilu serentak berisiko menjerat partai politik ke dalam praktik pragmatisme politik karena partai terbebani persiapan rekrutmen kader secara bersamaan di berbagai level pemilihan. Kondisi ini, kata dia, berpotensi membuka celah politik transaksional dalam proses pencalonan jabatan publik.
Dengan pemisahan pemilu, MK berharap partai politik memiliki waktu lebih lapang untuk kaderisasi, sementara masyarakat memperoleh kesempatan menilai rekam jejak para calon dengan lebih baik. [*]
Berbagai sumber
Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.