
JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Kejaksaan Agung resmi mencegah mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim untuk bepergian ke luar negeri. Pencegahan ini terkait dengan penyidikan dugaan korupsi dalam proyek pengadaan laptop untuk Program Digitalisasi Pendidikan yang digulirkan Kemendikbudristek pada periode 2019–2022.
Namun, kasus laptop bukan satu-satunya kebijakan Nadiem yang menimbulkan polemik selama ia menjabat. Sejumlah keputusan strategisnya di sektor pendidikan juga memicu perdebatan tajam, baik di kalangan pendidik, mahasiswa, orang tua, hingga pengamat kebijakan.
Berikut sederet kebijakan kontroversial yang pernah diambil Nadiem selama menjabat sebagai Mendikbudristek:
- Penghapusan Penjurusan di SMA
Kebijakan penghapusan jurusan IPA, IPS, dan Bahasa di tingkat SMA ditujukan agar siswa tidak dibatasi minat dan potensinya sejak dini. Namun, banyak pihak menganggap langkah ini belum disertai persiapan matang, terutama dalam hal penyusunan kurikulum dan kesiapan guru.
- Skripsi Tak Lagi Wajib
Melalui Permendikbud Ristek Nomor 53 Tahun 2023, Nadiem memperkenalkan wacana penghapusan skripsi sebagai syarat kelulusan mahasiswa. Ia menyebut kebijakan ini bertujuan memberi fleksibilitas pada kampus dalam menilai capaian akhir mahasiswa. Walau sempat disambut antusias, kebijakan ini kemudian diklarifikasi bahwa skripsi tetap bisa diterapkan jika menjadi kebutuhan program studi.
- Permendikbud Pencegahan Kekerasan Seksual
Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 dirancang untuk mencegah dan menangani kekerasan seksual di kampus. Meski disambut positif oleh banyak aktivis perempuan, beleid ini juga menuai kritik karena adanya istilah “tanpa persetujuan” yang dianggap multitafsir dan berpotensi disalahgunakan.
- Polemik Mata Pelajaran Pancasila dan Bahasa Indonesia
Munculnya PP Nomor 57 Tahun 2021 sempat memicu kekhawatiran karena tidak mencantumkan Pancasila dan Bahasa Indonesia sebagai mata pelajaran wajib. Meskipun kemudian diklarifikasi sebagai kekeliruan administratif, kejadian ini tetap menjadi catatan kritis dalam masa jabatan Nadiem.
- Kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT)
Gelombang protes mahasiswa menguat ketika UKT di sejumlah kampus negeri naik signifikan, bahkan disebut-sebut hingga 500 persen. Kebijakan ini menimbulkan keresahan luas dan banyak mahasiswa terpaksa mundur dari perkuliahan. Akhirnya, pemerintah membatalkan kebijakan tersebut pada akhir Mei 2024.
- Pramuka Tidak Lagi Wajib
Permendikbud Ristek Nomor 12 Tahun 2024 mengubah status pramuka dari wajib menjadi pilihan dalam kegiatan ekstrakurikuler. Kebijakan ini menuai kritik tajam dari sejumlah organisasi kepemudaan yang menganggap pramuka memiliki peran strategis dalam membentuk karakter siswa.
- Aturan Seragam Sekolah dan Atribut Agama
Melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri, Nadiem melarang sekolah dan pemda memaksakan penggunaan atau pelarangan atribut keagamaan. Meski dimaksudkan untuk menjaga netralitas, kebijakan ini menuai keberatan dari sejumlah kelompok masyarakat, termasuk Lembaga Kerapatan Adat di Sumatera Barat yang kemudian menggugat ke Mahkamah Agung.
- Pembubaran BSNP dan LPMP
Nadiem juga sempat membubarkan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dan Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP), diganti dengan lembaga baru seperti Dewan Pakar dan Balai Guru Penggerak. Langkah ini dianggap mereduksi lembaga independen yang berperan dalam menjaga kualitas pendidikan nasional.
- Buku Panduan Sastra Menuai Kritik
Penerbitan buku “Panduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra” oleh Kemendikbud menuai kontroversi karena sejumlah buku di dalamnya dinilai terlalu vulgar dan tidak layak dibaca oleh pelajar. Sejumlah tokoh pendidikan dan orang tua mendesak agar buku-buku tersebut dievaluasi kembali.
- Penghapusan Ujian Nasional (UN)
Salah satu gebrakan besar Nadiem adalah penghapusan Ujian Nasional dan penggantinya dengan Asesmen Nasional. Meski dianggap sebagai langkah maju karena menekankan pada kompetensi dasar dan karakter siswa, perubahan ini juga menimbulkan kekhawatiran karena tidak semua sekolah memiliki kesiapan yang sama.
- Zonasi Sekolah Picu Ketimpangan Baru
Kebijakan sistem zonasi untuk penerimaan peserta didik baru (PPDB) dinilai belum merata. Banyak orang tua keberatan karena anak mereka tidak dapat masuk sekolah unggulan meski memiliki prestasi, akibat lokasi rumah yang berada di luar zona.
- Kesejahteraan Guru Honorer
Meski menjanjikan perbaikan nasib guru honorer, banyak di antara mereka yang mengaku belum merasakan dampak konkret. Isu gaji rendah dan ketidakjelasan status masih membayangi.
- Dorongan Digitalisasi yang Belum Merata
Penerapan teknologi digital dalam pendidikan menjadi salah satu agenda besar Nadiem, termasuk melalui program Merdeka Mengajar dan GovTech Edu. Namun, pelaksanaannya menghadapi kendala besar di daerah dengan infrastruktur minim, memperlebar kesenjangan antara sekolah kota dan desa.
Rangkaian kebijakan tersebut menunjukkan upaya reformasi pendidikan oleh Nadiem, namun juga membuka ruang kritik atas pelaksanaan yang dinilai terburu-buru dan belum menyentuh kebutuhan nyata di lapangan. [*]
Berbagai sumber
Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.