Ketua Komisi Kejaksaan RI: Memiskinkan Koruptor Lebih Efektif daripada Hukuman Mati

10 hours ago 3
Ketua Komisi Kejaksaan RI, Pujiyono Suwandi. Istimewa

SOLO, JOGLOSEMARNEWS.COM — Ketua Komisi Kejaksaan RI, Pujiyono Suwandi menyebut memberikan hukuman mati pada koruptor akan sama saja percuma. Karena usai diputus pidana mati, putusan tersebut tidak langsung di eksekusi. Sehingga memiskinkan koruptor lebih efektif daripada memberikan hukuman mati.

“Misal eks dirut patra niaga diputus hukuman mati oleh pengadilan. Nah, nanti tidak langsung di eksekusi. Tapi akan dilihat selama 10 tahun dia berkelakuan baik atau endak. Nah 10 tahun yang akan menilai badan pemasyarakatan lapas, setelah 10 tahun berkelakuan baik maka hukumannya diturunkan jadi seumur hidup atau 20 tahun. Sehingga hukuman mati tidak jadi dilaksanakan itukan percuma,” ungkapnya, Senin, (17/03/2025).

Pujiyono menilai hukuman untuk korupsi yang sepantasnya adalah dimiskinkan. Dimiskinkan itu adalah hal yang ditakutkan oleh para koruptor.

“Hukuman korupsi ini kalau saya lebih setujunya adalah aset semuanya itu di tracer. Kita ada koordinasi dengan PPATK, kita ada undang-undang tipikor. Itu masih bisa bisa dimaksimalkan untuk tracer aset. Tracer aset itu yang ditakutkan koruptor. Jadi bukan dipenjara, yang ditakutkan itu dimiskinkan,” terangnya.

Dilanjutkan Pujiyono, jika melihat di negara- negara yang Coruption Perception Indectnya (CPI) itu tinggi itu sudah tidak ada hukuman mati.

“Seperti Singapura, Amerika, Finlandia, ga ada hukuman mati. Tapi kayak Myanmar kayak negara yang sudah menerapkan hukuman mati itu CPI-nya rendah. Artinya angka korupsi masih tinggi kayak di Indonesia ini,” ujarnya.

Pujiyono menyebut hukuman mati sebenarnya tidak berkorelasi positif dengan angka CPI yang tinggi. Contoh sebagai gebyar di Cina langsung ditembak mati, tapi ternyata birokrasi masih jadi kendala.

“Namanya korupsi itukan bukan hanya menghukum orang yang melakukan korupsi. Tapi bagaimana efek dari tidak dilakukan korupsi. Bekerja termasuk dalam birokrasi kita. Birokrasi yang cepat melayani tanpa pungutan nah itu yang kemudian diharapkan,” jelasnya.

Sambil menunggu undang-undang perampasan aset disahkan. Pujiyono menyarankan bahwa yang perlu dilakukan adalah memaksimalkan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

“Soal korupsi bisa pakai undang-undang tipikor. Itu bisa maksimal, asal pas penyitaan- penyitaan itu penyidik diberi kewenangan yang lebih maksimal. Memang memiskinkan koruptor lebih maksimal pakai undang-undang perampasan aset. Tetapi ketika dengan norma yang sudah ada itu sudah bisa dilakukan,” pungkasnya. Ando

Read Entire Article
Politik | Local| Daerah| Finance| Sport|