MK Pisah Pemilu Nasional dan Lokal, Mahfud MD Ingatkan DPRD Tak Bisa Dijabat Pj

2 days ago 13
Pakar Hukum Tata Negara Mahfud MD | Instagram

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM — Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan pemilu nasional dan pemilu daerah tak lagi digelar serentak. Mulai 2029, pemilu akan dibagi menjadi dua tahap dengan jarak waktu maksimal dua tahun enam bulan.

Ketua MK Suhartoyo menyatakan, pemilu nasional akan memilih presiden dan wakil presiden, anggota DPR RI, serta anggota DPD RI. Sementara pemilu lokal mencakup pemilihan gubernur, bupati, wali kota beserta wakilnya, serta anggota DPRD di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.

“Pemilu daerah dilakukan paling cepat dua tahun atau paling lama dua tahun enam bulan setelah pelantikan Presiden/Wakil Presiden, DPR, dan DPD,” kata Suhartoyo saat membacakan amar putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 di Jakarta, Kamis (26/6/2025).

Putusan MK itu muncul setelah Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mengajukan gugatan uji materi ke MK. Perludem menilai pemilu serentak lima kotak selama ini terlalu membebani partai politik, menurunkan kualitas kaderisasi, serta melemahkan kontrol rakyat terhadap proses pemilu.

Menurut Perludem, ketika pemilu legislatif tiga level — DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota — dilaksanakan bersamaan dengan pemilu presiden, partai politik tak punya cukup waktu membangun kaderisasi dan seleksi calon legislatif yang memadai.

“Akibatnya, partai politik cenderung menjaring calon legislatif dengan pendekatan pragmatis, lebih memilih figur populer atau pemilik modal besar karena kehabisan waktu, energi, dan sumber daya,” ujar pengacara Perludem, Fadli Ramadhanil, saat persidangan.

Hakim Konstitusi Arief Hidayat sependapat bahwa pemilu serentak menciptakan beban besar bagi penyelenggara pemilu. Selain itu, tahapan yang padat membuat publik kesulitan mengevaluasi rekam jejak pejabat publik.

“Perekrutan caleg untuk beberapa level sekaligus membuka celah praktik politik transaksional,” kata Arief.

Meski demikian, Mahkamah menegaskan, aturan teknis pelaksanaan pemilu pasca putusan ini masih perlu diatur ulang.

Menanggapi putusan tersebut, Pakar Hukum Tata Negara Mahfud MD menyoroti adanya potensi masalah terkait DPRD. Sebab, berbeda dengan jabatan kepala daerah yang dapat diisi Penjabat (Pj), anggota DPRD tidak bisa digantikan oleh Pj karena posisinya hasil pemilihan rakyat.

“Kalau kepala daerah bisa Pj, tapi DPRD tidak. Itu masalah. Jadi mesti ada undang-undang baru untuk mengatur masa transisi ini,” kata Mahfud MD saat ditemui di Jakarta Selatan, Sabtu (28/6/2025).

Ia menilai, jika tidak diatur, kekosongan jabatan DPRD berpotensi memunculkan kekacauan pemerintahan daerah.

“DPRD itu mandat rakyat, nggak bisa diperpanjang seenaknya. Kalau jabatan kepala daerah habis, bisa Pj, tapi kalau DPRD nggak ada Pj,” tegas Mahfud.

MK memerintahkan norma-norma terkait jadwal dan tahapan pemilu dalam UU Pemilu serta UU Pilkada segera disesuaikan dengan penafsiran baru. Ke depan, pemilu nasional dan lokal tak lagi digelar bersamaan, mengakhiri pola “pemilu lima kotak” yang selama ini berlaku. [*]

Berbagai sumber

Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.

Read Entire Article
Politik | Local| Daerah| Finance| Sport|