Pelanggaran di Pilkada Sumut 2024 Dimonikasi Kasus Kode Etik

1 week ago 4

MEDAN, SUMUTPOS.CO- Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sumatera Utara mencatat sebanyak 36 pelanggaran yang terjadi selama tahapan Pemilu 2024.

Hal itu dikatakan Komisioner Bawaslu Sumut Divisi Humas, data dan informasi, Saut Boangmanalu, ketika memberikan keterangannya, Senin (4/11/2024).

Ia mengatakan, sebanyak 36 pelanggaran yang ditemukan merupakan tantangan besar dalam mewujudkan Pilkada yang bersih di tengah tingginya angka pelanggaran yang bervariasi.

Dari total tersebut, pelanggaran kode etik mendominasi dengan 19 kasus, disusul oleh pelanggaran administrasi sebanyak 7 kasus, dan 7 kasus lainnya berkaitan dengan pelanggaran hukum.

“Dari 36 kasus itu dirincikan sebanyak 2 pelanggaran ditemukan di Kabupaten Gunung Sitoli, sebanyak 1 pelanggaran ditemukan di Kabupaten Asahan, Kabupaten Deli Serdang sebanyak 1 pelanggaran, Kabupaten Nias Selatan sebanyak 14, Kabupaten Nias utara sebanyak 2, Kabupaten Nias Barat sebanyak 2, Kabupaten Simalungun sebanyak 3, Kabupaten Tapanuli Selatan sebanyak 1, Kabupaten Tapanuli Tengah sebanyak 1 pelanggaran, Kabupaten Tapanuli Utara sebanyak 1 pelanggaran, Kabupaten Padang Lawas sebanyak 3 pelanggaran, dan Kabupaten Labuhanbatu Selatan sebanyak 1 pelanggaran,” urai Saut.

Ia juga menjelaskan kasus pelanggaran kode etik, termasuk penyimpangan perilaku oleh petugas pemilu, menjadi perhatian serius karena berdampak langsung pada integritas penyelenggaraan Pemilu.

“Pelanggaran kode etik ini bukan hanya masalah teknis, tetapi menyangkut kepercayaan publik. Oleh karena itu, kami tidak segan menindak tegas jika terbukti melanggar,” tegas Saut.

Di sisi lain, pelanggaran administrasi meliputi pelanggaran prosedural dalam kampanye, seperti pemasangan atribut di tempat yang tidak diizinkan. Sedangkan pelanggaran hukum mencakup dugaan tindakan pidana yang bisa berujung pada proses hukum lebih lanjut.

“Kami berupaya meningkatkan pengawasan, terutama menjelang Pilkada serentak tahun 2024. Kolaborasi dengan organisasi masyarakat, organisasi kepemudaan, ataupun media untuk melaporkan indikasi pelanggaran juga menjadi strategi penting dalam memastikan Pemilu 2024 berjalan dengan lebih adil dan transparan di Sumatera Utara” seru Saut.

“Kami berkomitmen untuk terus mengawasi jalannya pemilu, mengingat peran pengawasan yang efektif sangat dibutuhkan dalam menjaga kualitas dan kejujuran proses pemilihan di Sumatera Utara,” tegas Saut.

Di sisi lain, Komisi Masyarakat Peduli Demokrasi, Sumatera Utara, Mikhael Zonasuki Simatupang, mengapresiasi langkah Bawaslu Sumut dalam mengidentifikasi dan menindak pelanggaran secara transparan. Menurut Mikhael, temuan ini mencerminkan pentingnya pengawasan intensif untuk memastikan integritas proses demokrasi.

“Dominasi pelanggaran kode etik ini menjadi sinyal ada masalah fundamental pada perilaku aktor-aktor politik dan petugas pemilu di lapangan. Kode etik adalah fondasi untuk menjaga kepercayaan publik, dan harus ditegakkan dengan tegas,” seru sosok yang akrab disapa Suki.

Lebih lanjut, Suki menekankan penegakan hukum dalam pemilu bukan hanya soal menang atau kalah dalam kontestasi, tetapi menjaga etika dalam berdemokrasi.

“Dengan meningkatnya pelanggaran kode etik ini, kami berharap semua pihak yang terlibat dalam Pilkada 2024 dapat mematuhi aturan dan menghormati proses yang ada,” ucapnya.(san/han)

MEDAN, SUMUTPOS.CO- Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sumatera Utara mencatat sebanyak 36 pelanggaran yang terjadi selama tahapan Pemilu 2024.

Hal itu dikatakan Komisioner Bawaslu Sumut Divisi Humas, data dan informasi, Saut Boangmanalu, ketika memberikan keterangannya, Senin (4/11/2024).

Ia mengatakan, sebanyak 36 pelanggaran yang ditemukan merupakan tantangan besar dalam mewujudkan Pilkada yang bersih di tengah tingginya angka pelanggaran yang bervariasi.

Dari total tersebut, pelanggaran kode etik mendominasi dengan 19 kasus, disusul oleh pelanggaran administrasi sebanyak 7 kasus, dan 7 kasus lainnya berkaitan dengan pelanggaran hukum.

“Dari 36 kasus itu dirincikan sebanyak 2 pelanggaran ditemukan di Kabupaten Gunung Sitoli, sebanyak 1 pelanggaran ditemukan di Kabupaten Asahan, Kabupaten Deli Serdang sebanyak 1 pelanggaran, Kabupaten Nias Selatan sebanyak 14, Kabupaten Nias utara sebanyak 2, Kabupaten Nias Barat sebanyak 2, Kabupaten Simalungun sebanyak 3, Kabupaten Tapanuli Selatan sebanyak 1, Kabupaten Tapanuli Tengah sebanyak 1 pelanggaran, Kabupaten Tapanuli Utara sebanyak 1 pelanggaran, Kabupaten Padang Lawas sebanyak 3 pelanggaran, dan Kabupaten Labuhanbatu Selatan sebanyak 1 pelanggaran,” urai Saut.

Ia juga menjelaskan kasus pelanggaran kode etik, termasuk penyimpangan perilaku oleh petugas pemilu, menjadi perhatian serius karena berdampak langsung pada integritas penyelenggaraan Pemilu.

“Pelanggaran kode etik ini bukan hanya masalah teknis, tetapi menyangkut kepercayaan publik. Oleh karena itu, kami tidak segan menindak tegas jika terbukti melanggar,” tegas Saut.

Di sisi lain, pelanggaran administrasi meliputi pelanggaran prosedural dalam kampanye, seperti pemasangan atribut di tempat yang tidak diizinkan. Sedangkan pelanggaran hukum mencakup dugaan tindakan pidana yang bisa berujung pada proses hukum lebih lanjut.

“Kami berupaya meningkatkan pengawasan, terutama menjelang Pilkada serentak tahun 2024. Kolaborasi dengan organisasi masyarakat, organisasi kepemudaan, ataupun media untuk melaporkan indikasi pelanggaran juga menjadi strategi penting dalam memastikan Pemilu 2024 berjalan dengan lebih adil dan transparan di Sumatera Utara” seru Saut.

“Kami berkomitmen untuk terus mengawasi jalannya pemilu, mengingat peran pengawasan yang efektif sangat dibutuhkan dalam menjaga kualitas dan kejujuran proses pemilihan di Sumatera Utara,” tegas Saut.

Di sisi lain, Komisi Masyarakat Peduli Demokrasi, Sumatera Utara, Mikhael Zonasuki Simatupang, mengapresiasi langkah Bawaslu Sumut dalam mengidentifikasi dan menindak pelanggaran secara transparan. Menurut Mikhael, temuan ini mencerminkan pentingnya pengawasan intensif untuk memastikan integritas proses demokrasi.

“Dominasi pelanggaran kode etik ini menjadi sinyal ada masalah fundamental pada perilaku aktor-aktor politik dan petugas pemilu di lapangan. Kode etik adalah fondasi untuk menjaga kepercayaan publik, dan harus ditegakkan dengan tegas,” seru sosok yang akrab disapa Suki.

Lebih lanjut, Suki menekankan penegakan hukum dalam pemilu bukan hanya soal menang atau kalah dalam kontestasi, tetapi menjaga etika dalam berdemokrasi.

“Dengan meningkatnya pelanggaran kode etik ini, kami berharap semua pihak yang terlibat dalam Pilkada 2024 dapat mematuhi aturan dan menghormati proses yang ada,” ucapnya.(san/han)

Read Entire Article
Politik | Local| Daerah| Finance| Sport|