YOGYAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta (Polda DIY) resmi menahan enam tersangka dalam kasus dugaan mafia tanah yang menjerat seorang lanjut usia, Mbah Tupon (68), warga Kalurahan Bangunjiwo, Kabupaten Bantul.
Kasus ini melibatkan tujuh orang tersangka, namun satu di antaranya berinisial AH masih menjalani pemeriksaan dan belum ditahan.
Kabid Humas Polda DIY Kombes Pol Ihsan menegaskan, penindakan terhadap para pelaku menjadi bukti keseriusan Polda DIY dalam memberantas praktik mafia tanah yang merugikan masyarakat kecil. “Kami pastikan proses hukum berjalan secara profesional dan transparan. Kami juga mengimbau masyarakat yang merasa menjadi korban mafia tanah untuk segera melapor,” ujarnya dalam konferensi pers, Jumat (20/6/2025).
Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda DIY Kombes Pol Idham Mahdi menjelaskan, enam tersangka telah ditahan secara bertahap. Tiga orang mulai ditahan sejak Selasa (17/6/2025), sedangkan tiga lainnya menyusul ditahan pada Kamis (20/6/2025).
Para tersangka terdiri atas BR (60), mantan lurah sekaligus eks anggota DPRD Bantul, serta Tk (54), VW (50), Ty (50), MA (47), dan IF (46). Mereka berasal dari wilayah Kasihan, Pundong, Sewon, hingga Kotagede.
Modus penipuan dimulai sejak 2020, ketika BR menjadi perantara penjualan tanah milik Mbah Tupon seluas 2.103 meter persegi. Tanah itu dibeli dengan sistem cicilan, dan korban menyerahkan sertifikat kepada notaris untuk proses pemecahan bidang. Namun, korban yang tidak bisa membaca dan mengalami gangguan pendengaran justru diminta menandatangani dokumen tanpa dijelaskan isinya.
Sertifikat yang telah dipecah kemudian dialihkan kepada IF dan digunakan MA untuk mengajukan pinjaman ke bank senilai Rp2,5 miliar. Sementara sebagian lainnya digadaikan ke koperasi dan pihak perorangan dengan menggunakan dokumen palsu.
“Para tersangka memanfaatkan kelemahan korban yang tidak bisa baca tulis. Tindakan ini sangat tidak manusiawi,” tegas Idham.
Kerugian sementara ditaksir mencapai Rp3,5 miliar berdasarkan hasil appraisal. Polisi juga mengamankan sejumlah barang bukti berupa dua sertifikat hak milik atas nama korban dan tersangka, serta dokumen-dokumen lain yang berkaitan dengan jual beli dan balik nama secara tidak sah.
Berdasarkan hasil penyidikan, dana hasil kejahatan didistribusikan antar pelaku. BR disebut menerima Rp60 juta, sementara Tk mendapat Rp137 juta dari Ty, dan VW menerima Rp150 juta, yang sebagian diserahkan ke Tk dan sisanya untuk keperluan pribadi.
Para tersangka dijerat dengan pasal berlapis, yakni Pasal 378 KUHP (penipuan), Pasal 372 KUHP (penggelapan), Pasal 263 KUHP (pemalsuan surat), Pasal 266 KUHP (keterangan palsu dalam akta otentik), serta Pasal 3, 4, dan 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Ancaman hukumannya maksimal 20 tahun penjara dan denda hingga Rp10 miliar.
Kuasa hukum korban, Suki Ratnasari, mengonfirmasi bahwa pihaknya telah menerima Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) dari kepolisian sejak Rabu (11/6/2025). Dalam surat itu disebutkan bahwa tujuh tersangka telah ditetapkan.
“Kebanyakan dari tersangka memang berasal dari pihak-pihak yang sebelumnya kami laporkan,” jelas Suki. [*]
Berbagai sumber
Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.