
JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Presiden Prabowo lagi-lagi didesak untuk bersikap tegas terhadap pejabat di lingkaran kekuasaannya. Kali ini, sorotan tajam mengarah pada Menteri Koperasi dan UKM, Budi Arie Setiadi, yang namanya disebut dalam dakwaan kasus judi online yang menyeret bekas anak buahnya di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).
Sejumlah ahli hukum pidana dan pengamat kepolisian menyatakan bahwa keterlibatan Budi Arie dalam perkara tersebut tidak bisa dianggap remeh dan tidak cukup hanya dibantah lewat pernyataan publik. Mereka meminta presiden mengambil langkah politik, minimal dengan menonaktifkan Budi dari jabatannya untuk memberi ruang penegakan hukum berjalan tanpa tekanan.
Nama Budi Arie muncul dalam surat dakwaan terdakwa Zulkarnaen Apriliantony, Adhi Kismanto, Alwin Jabarti Kiemas, dan Muhrijan alias Agus yang dibacakan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 14 Mei 2025. Dalam dakwaan, disebutkan bahwa para terdakwa menyepakati pembagian dana dari operator situs judi online dengan skema: 50 persen untuk Budi Arie, dan sisanya untuk pihak teknis di Kominfo.
Chairul Huda, dosen hukum pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta yang juga mantan penasihat Kapolri, menilai penyebutan nama Budi dalam dakwaan bukan tanpa dasar. Ia menduga jaksa telah memiliki cukup bukti dari berita acara pemeriksaan. Menurutnya, fakta persidangan itu seharusnya menjadi dasar kuat untuk membuka penyidikan terhadap Budi.
Namun, Chairul justru menyoroti sikap diam presiden. “Yang dipertanyakan bukan kenapa dia belum jadi tersangka, tapi kenapa presiden masih mempertahankannya,” ujarnya kepada Tempo, Ahad, 18 Mei 2025.
Nada serupa disampaikan pengamat kepolisian dari ISESS, Bambang Rukminto. Ia menyebutkan bahwa jika tidak ada sikap tegas dari Istana, maka penyidik akan berada dalam posisi “ewuh pakewuh”. Ia menilai kesaksian di pengadilan adalah fakta hukum yang cukup untuk memulai proses hukum terhadap Budi Arie. “Kalau tidak segera diproses, asumsi bahwa aparat melindungi elite akan makin menguat,” ujarnya.
Dosen hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, juga menilai bukti berupa keterangan para terdakwa cukup untuk menyeret Budi ke dalam proses hukum. Menurutnya, jika proses hukum berhenti pada staf teknis dan tidak menyentuh nama yang disebut menerima bagian terbesar, kredibilitas institusi hukum akan jadi taruhannya.
“Presiden harus turun tangan, bukan hanya karena posisi Budi Arie sebagai menteri aktif, tapi demi memulihkan kepercayaan publik,” kata Fickar.
Sementara itu, hingga kini belum ada tanggapan resmi dari Istana. Budi Arie, yang juga menjabat sebagai Ketua Umum relawan Projo, telah membantah menerima dana dari judi online. Ia menyebut tuduhan tersebut sebagai bentuk framing jahat.
Kepada Tempo, Budi hanya merespons dengan mengirimkan pernyataan resmi dari Sekjen Projo, Handoko, yang menyebut bahwa dakwaan jaksa tidak menyebutkan adanya penerimaan dana secara langsung oleh Budi Arie. “Dakwaan JPU hanya menyebut alokasi oleh para terdakwa, bukan penerimaan,” ujar Handoko.
Ia menegaskan bahwa Budi Arie justru berada di garis depan dalam memberantas judi online saat menjabat sebagai Menteri Kominfo. “Stop narasi sesat dan framing jahat,” katanya. Ia juga meminta agar fakta hukum tidak dipelintir menjadi asumsi yang merugikan pihak tertentu.
Namun, para ahli hukum menegaskan, bantahan sepihak tak cukup untuk membatalkan keharusan proses hukum. Mereka mengingatkan bahwa membiarkan kasus ini berhenti di level staf akan menjadi preseden buruk dalam upaya pemberantasan korupsi dan judi online di Indonesia.
Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.