Melihat Megalitik Tutari, Situs Sejarah yang Menyimpan Nilai Peradaban di Sentani
Banyak benda atau tempat bersejarah yang tersebar di Papua. Yang cukup dekat adalah situs Megalitikum, Tutari. Pintu masuknya di pinggir jalan namun makin kesini makin dilupakan
Laporan: Yohana – Sentani
Megalitik Tutari adalah salah satu peninggalan sejarah, yang berada di Kampung Doyo Lama, Distri Waibu Kabupaten Jayapura. Meski lokasinya berada dekat jalan raya, tetapi tidak banyak orang mengetahui, tentang situs bersejarah tersebut.
Untuk dapat sampai kelokasi itu, dari depan Gapura Megalitik Tutari, ada 159 anak tangga yang perlu didaki, kurang lebih ketinggian Bukit Tutari berada sekitar 150 hingga 200 meter dari permukaan laut.
Bukit Tutari merupakan peninggalan sejarah kehidupan masyarakat Sentani dimasa lalu, yang usianya mungkin lebih dari ratusan tahun. Konon cerita dari 7 lokasi peninggalan sejarah itu, masih melekat pada alam, dan cukup sakral tetapi tidak banyak masyarakat khususnya kaum millenial yang menjaga tradisi sakral itu bahkan sejarah dari Tutari itu sendiri hampir terlupakan.
Ada 7 lokasi peninggalan sejarah itu, diantaranya batu berlukis, jalan roh, hingga 9 batu yang berdiri tegak di puncak Tutari pertanda 9 kepala suku asli dari Kampung Doyo Lama.
Untuk Batu Berlukis sendiri, terdapat ukiran ikan dan buaya, yang melambangkan bahwa masyarakat disekitar Kampung Doyo Lama hidup dipinggiran danau dan gambar ikan dan buaya adalah makanan yang diperoleh dari danau itu sendiri.
Ondoafi Besar Kampung Doyo Lama, Tidore Aleksander Marueri yang merupakan generasi ke 19, menceritakan bahwa awal muka Tutari merupakan sejarah masyarakat Doyo Lama. Batu-batu ini tidak tergeser dari tempat semula, karena merupakan batu-batu bersejarah, konon ketika batu tersebut sengaja dijatuhkan pasti akan kembali ke posisinya tanpa harus dibantu oleh orang atau masyarakat.
“Sebenarnya tempat ini masih sakral, tetapi tidak dirawat dengan baik, sering dijadikan tempat mabuk dan sebagainya, kami sebagai orang tua selalu mengingatkan kepada anak-anak kami bahwa harus menjaga peninggalan sejarah dari nenek moyang kita, karena itu merupakan jati diri masyarakat Sentani khususnya Kampung Doyo Lama, ” katanya kepada Cenderawasih Pos, saat dijumpai dirumahnya.
Melihat Megalitik Tutari, Situs Sejarah yang Menyimpan Nilai Peradaban di Sentani
Banyak benda atau tempat bersejarah yang tersebar di Papua. Yang cukup dekat adalah situs Megalitikum, Tutari. Pintu masuknya di pinggir jalan namun makin kesini makin dilupakan
Laporan: Yohana – Sentani
Megalitik Tutari adalah salah satu peninggalan sejarah, yang berada di Kampung Doyo Lama, Distri Waibu Kabupaten Jayapura. Meski lokasinya berada dekat jalan raya, tetapi tidak banyak orang mengetahui, tentang situs bersejarah tersebut.
Untuk dapat sampai kelokasi itu, dari depan Gapura Megalitik Tutari, ada 159 anak tangga yang perlu didaki, kurang lebih ketinggian Bukit Tutari berada sekitar 150 hingga 200 meter dari permukaan laut.
Bukit Tutari merupakan peninggalan sejarah kehidupan masyarakat Sentani dimasa lalu, yang usianya mungkin lebih dari ratusan tahun. Konon cerita dari 7 lokasi peninggalan sejarah itu, masih melekat pada alam, dan cukup sakral tetapi tidak banyak masyarakat khususnya kaum millenial yang menjaga tradisi sakral itu bahkan sejarah dari Tutari itu sendiri hampir terlupakan.
Ada 7 lokasi peninggalan sejarah itu, diantaranya batu berlukis, jalan roh, hingga 9 batu yang berdiri tegak di puncak Tutari pertanda 9 kepala suku asli dari Kampung Doyo Lama.
Untuk Batu Berlukis sendiri, terdapat ukiran ikan dan buaya, yang melambangkan bahwa masyarakat disekitar Kampung Doyo Lama hidup dipinggiran danau dan gambar ikan dan buaya adalah makanan yang diperoleh dari danau itu sendiri.
Ondoafi Besar Kampung Doyo Lama, Tidore Aleksander Marueri yang merupakan generasi ke 19, menceritakan bahwa awal muka Tutari merupakan sejarah masyarakat Doyo Lama. Batu-batu ini tidak tergeser dari tempat semula, karena merupakan batu-batu bersejarah, konon ketika batu tersebut sengaja dijatuhkan pasti akan kembali ke posisinya tanpa harus dibantu oleh orang atau masyarakat.
“Sebenarnya tempat ini masih sakral, tetapi tidak dirawat dengan baik, sering dijadikan tempat mabuk dan sebagainya, kami sebagai orang tua selalu mengingatkan kepada anak-anak kami bahwa harus menjaga peninggalan sejarah dari nenek moyang kita, karena itu merupakan jati diri masyarakat Sentani khususnya Kampung Doyo Lama, ” katanya kepada Cenderawasih Pos, saat dijumpai dirumahnya.