SOLO, JOGLOSEMARNEWS.COM – Di dalam budaya Jawa, banyak kepercayaan yang diwariskan turun-temurun oleh nenek moyang. Salah satunya adalah gugon tuhon, sebuah istilah yang merujuk pada pandangan hidup atau aturan tidak tertulis yang diyakini dapat mempengaruhi kehidupan seseorang.
Salah satu kepercayaan yang masih banyak dijumpai adalah larangan duduk di depan pintu, terutama bagi mereka yang belum menikah, dengan anggapan bahwa hal ini dapat menyulitkan jodoh.
Mengapa Duduk di Depan Pintu Dilarang?
Menurut kepercayaan Jawa, pintu merupakan bagian penting dari sebuah rumah karena dianggap sebagai jalan masuk energi baik maupun buruk. Dalam masyarakat Jawa, pintu dianggap sebagai simbol antara dunia luar dan dalam, yang memengaruhi berbagai aspek kehidupan, termasuk hubungan pribadi.
Beberapa narasumber, termasuk ahli adat dan budaya, menjelaskan bahwa duduk di depan pintu dapat membuka kemungkinan gangguan dari luar, seperti pengaruh negatif atau ketidakstabilan dalam hubungan pribadi.
Salah satu ahli budaya Jawa, Prof. Dr. Slamet Muljana dalam bukunya Adat Jawa: Tradisi dan Nilai-Nilai Budaya mengungkapkan bahwa pintu dalam kebudayaan Jawa bukan sekadar elemen arsitektur, tetapi juga simbol penting dalam kehidupan sosial dan spiritual. Pintu adalah tempat peralihan antara dunia luar yang penuh ketidakpastian dan dunia dalam yang seharusnya aman. Oleh karena itu, duduk di depan pintu dianggap melanggar tatanan energi yang diinginkan dalam rumah tangga atau kehidupan pribadi.
Sebagian orang mungkin saja menganggapnya sebagai mitos belaka. Namun, dalam budaya Jawa, banyak hal yang sulit dijelaskan secara logis, tetapi memiliki pengaruh yang kuat dalam kehidupan masyarakat.
Buku “Kepercayaan dan Ritual dalam Masyarakat Jawa” oleh Soedjatmoko juga membahas bagaimana kepercayaan-kepercayaan semacam ini seringkali diwariskan dan diterima sebagai bagian dari tradisi yang dijalani oleh masyarakat, meskipun sulit untuk membuktikan kebenarannya secara ilmiah.
Beberapa penelitian antropologi bahkan menunjukkan banyak kepercayaan adat yang terbentuk berdasarkan pengalaman kolektif masyarakat yang diwariskan dalam bentuk cerita atau mitos. Dalam konteks duduk di depan pintu, kepercayaan ini bisa jadi muncul sebagai cara untuk mengingatkan individu agar menjaga keseimbangan antara dunia luar dan dunia pribadi mereka.
Menjaga Tatanan dalam Kehidupan
Banyak orang Jawa melihat aturan ini sebagai bentuk disiplin dalam menjaga tatanan kehidupan yang lebih terstruktur. Di dalam rumah, tempat tinggal yang tertata dengan baik dianggap akan membawa energi positif yang mendukung keharmonisan dalam hubungan, baik dalam keluarga maupun hubungan percintaan.
Larangan duduk di depan pintu, meskipun terdengar seperti mitos atau gugon tuhon, adalah bagian dari warisan budaya yang mengajarkan kita untuk menjaga keseimbangan dalam hidup. Sementara beberapa orang mungkin menganggapnya sebagai takhayul, bagi banyak orang Jawa, kepercayaan ini masih dijalani dengan penuh keyakinan. Menghormati adat dan kepercayaan semacam ini dapat membantu menjaga keharmonisan dalam kehidupan pribadi dan keluarga, terutama dalam hal hubungan jodoh, tentu saja bagi yang percaya. Suhamdani | berbagai sumber