Griyo Mbah Jogo, Rumah Limasan yang Jadi Saksi Cinta Warisan dan Silaturahmi di Batuwarno Wonogiri

17 hours ago 8
RumahSejumlah warga berfoto usai beraktivitas di Griyo Mbah Jogo Dusun Saratan Desa Sumberagung Kecamatan Batuwarno Wonogiri. Istimewa

WONOGIRI, JOGLOSEMARNEWS.COM – Di Dusun Saratan Desa Sumberagung Kecamatan Batuwarno Wonogiri berdiri sebuah rumah tua yang tak hanya sarat sejarah tapi juga penuh makna dan cinta: Griyo Mbah Jogo.

Bukan sekadar tempat tinggal, rumah limasan khas Jawa Tengah ini menjadi saksi bisu perjalanan waktu, pertemuan keluarga, hingga pusat kegiatan sosial warga.

Didirikan pada tahun 1967 tak lama setelah banjir bandang Bengawan Solo, rumah ini dibangun oleh pasangan suami istri Taru Taryono dan Kadinem—keduanya kini telah wafat. Hebatnya, rumah ini awalnya berdiri hanya dari satu batang pohon jati besar. Bahkan, kendati sudah digunakan untuk membangun rumah, masih ada sisa bagian-bagiannya alias ada turahannya.

Menurut salah satu putri pasangan Taru Taryono-Kadinem, Rita Nurhidayati, kini, rumah itu menjadi tempat berkumpul anak-cucu hingga buyut dari pasangan Taru-Kadinem yang dikenal sebagai Trah Bapak Taru Taryono (Jogo). Nama “Mbah Jogo” pun diabadikan, sebagai bentuk penghormatan kepada sosok sang ayah yang dikenal luas masyarakat sebagai Pak Jogo, seorang pamong desa jaman dulu yang menjabat sebagai Jogo Boyo.

Taru Taryono dan Kadinem meninggal memiliki lima anak yakni Tarwini Wiyanti, Siswanto, Sri Mardiyati, Rita Nurhidayati, Setya Hariningsih.

Lesehan untuk Reuni, Posyandu hingga TPA

Tak heran jika rumah ini selalu hidup. Hampir tiap hari, rumah seluas 9×12 meter ini ramai oleh tamu, kegiatan sosial, hingga silaturahmi keluarga. Mulai dari pertemuan reuni, pengajian, TPA, posyandu, hingga kumpul trah, semua dilakukan secara lesehan—permintaan khas dari warga setempat.

Meski telah direnovasi setelah sang ayah wafat, Griyo Mbah Jogo tetap menjaga desain dan kearifan asli. Pilar kayu jati tua, ornamen ukiran klasik, dan pintu-jendela berjumlah total 32 buah masih terawat rapi. Bahkan di dalam rumah, masih ada kursi risban buatan tahun 1917—nyaris seabad lalu.

Konsep Dapur dan Sawah, Filosofi Kejawen yang Kental

Bagian interior rumah sengaja disulap dengan ornamen khas dapur Jawa: tampah, irik, alu-lumpang, dan aneka peralatan memasak klasik. Sedangkan eksteriornya mengusung konsep pertanian: caping, bajak, dan peralatan ladang. Selaras dengan filosofi nama yang dipilih.

Kenapa Griyo Mbah Jogo? Nama ini penuh filosofi kejawen:

– Griyo: bahasa kromo halus dari rumah, bentuk penghormatan yang tidak berlebihan tapi tetap memuliakan.

– Mbah: panggilan penuh kasih untuk kakek-nenek, lambang usia dan pengalaman hidup.

– Jogo: nama panggilan sang ayah yang telah menancap kuat di ingatan masyarakat, lebih dikenal daripada nama aslinya.

“Ini rumah keprabon kami, tempat pusat berkumpulnya anak-cucu-buyut. Bentuk cintanya kami pada Bapak-Ibu kami,” ujar Rita Nurhidayati, Senin (12/5/2025).

Rumah yang Menjadi Wasilah Pahala Jariyah

Tak hanya sebagai simbol kenangan, Griyo Mbah Jogo juga jadi ladang pahala. Setiap tamu yang datang, setiap kegiatan yang digelar, menjadi wasilah keberkahan dan doa tak terputus untuk kedua orang tua mereka.

“Semoga rumah ini membawa manfaat dan menjadi amal jariyah bagi Bapak-Ibu kami rahimahullah,” tulis keluarga penuh haru dalam postingan di media sosial.

MasyaAllah tabarakallah, dari rumah limasan sederhana ini, mengalir cinta, sejarah, dan silaturahmi yang tak pernah putus…

Ingin rumahmu juga jadi sumber keberkahan seperti ini? Siap-siap jatuh cinta pada warisan budaya dan cinta orang tua yang tak ternilai harganya. Aris Arianto

Read Entire Article
Politik | Local| Daerah| Finance| Sport|