
DI tengah riuh Maulid Simtuddurar yang menggema setiap tahun di Masjid Riyadh Solo, terselip jejak cinta dan dakwah seorang ulama besar: Habib Alwi bin Ali bin Muhammad Al-Habsyi. Putra bungsu dari pengarang Maulid Simtuddurar, Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi, ini adalah figur sentral yang membawa estafet keilmuan dan ruhaniyah Hadramaut ke jantung Tanah Jawa. Kisahnya bukan sekadar biografi
Tanah Jawa. Kisahnya bukan sekadar biografi tokoh, melainkan narasi spiritual yang mengalir dari Seiwun ke Solo, dari kesedihan mendalam menjadi energi dakwah yang menyatukan umat.
Habib Alwi lahir dan dibesarkan di Seiwun, Hadramaut, Yaman. Ia dikenal sebagai anak bungsu kesayangan dari Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi. Pendidikan awal dan spiritualitasnya dibentuk langsung oleh sang ayah, yang juga guru dan panutan umat.
Namun, tahun 1913 menjadi titik balik. Di usia 22 tahun, Habib Alwi harus merelakan kepergian ayahandanya tercinta. Kakaknya, Hababah Khodijah, melihat luka mendalam itu. Daripada terpuruk dalam kesedihan, sang kakak menyarankan adiknya untuk berlayar ke Jawa menemui saudara-saudara mereka, memulai hidup baru, dan menenangkan hati.
Habib Alwi pun berangkat ke Nusantara bersama Salmin Daoman, murid setia ayahnya. Perjalanan Habib Alwi tak langsung ke Solo. Ia singgah di Betawi, kemudian ke Garut, Semarang, dan Jatiwangi. Di berbagai kota tersebut, ia menikah dan memiliki keturunan. Di Garut, lahir Habib Anis bin Alwi Al-Habsyi, yang kelak melanjutkan dakwah sang ayah di Solo. Di Semarang, beliau memiliki anak seperti Habib Abdullah dan Fathimah, sementara di Jatiwangi, ia dikaruniai enam anak. Namun, Solo menjadi persinggahan terakhir. Di sanalah misi ruhani yang tak ia sadari sejak awal akhirnya dituntaskan.
Masjid Riyadh Solo: Warisan Seiwun yang Hidup
Berbekal wakaf tanah dari Habib Muhammad Al-Aydrus—juragan tenun Solo dan ulama terkemuka—Habib Alwi membangun Masjid Riyadh pada 1934. Masjid ini diberi nama sama seperti masjid yang dibangun ayahnya di Seiwun.
Menurut catatan Habib Ja’far bin Syaikhon Assegaf dari Pasuruan, tahun pembangunan masjid itu ditandai dengan jumlah huruf dari ayat ke-14 surat As-Shaff dalam Al-Qur’an, yakni 1354 H. Sebuah simbol spiritual bahwa Habib Alwi adalah pewaris maqam ayahandanya.
Kompleks Masjid Riyadh Solo tak hanya menjadi pusat dakwah, tetapi juga rumah spiritual bernama Zawiyah yang difungsikan sebagai tempat belajar, zikir, haul, dan tabarukan. Kini, bangunan empat lantai berdiri megah di sisi Jl. Kapten Mulyadi 228, dikenal oleh masyarakat sebagai Gedung Al-Habsyi.
“Rumah Habib Alwi itu seperti Ka’bah,” ujar Syekh Umar bin Ahmad Baraja’, guru ulama di Gresik, menggambarkan betapa banyaknya tamu datang dari berbagai penjuru negeri. Rumah dan masjid Habib Alwi adalah ruang terbuka: untuk fakir miskin, santri, habaib, bahkan mereka yang butuh pelipur jiwa.
Habib Alwi juga dikenal sebagai pribadi yang sederhana, tetapi tidak pernah kekurangan. Ketika mengadakan haul atau Maulid, meski tak memiliki simpanan khusus, Allah selalu mendatangkan rezeki yang cukup.
Penyembuhan & Dakwah Berhikmah
Tak hanya sebagai guru dan pendakwah, Habib Alwi dikenal sebagai penyembuh hati. Dalam suatu peristiwa di Surabaya, di rumah Salim bin Ubaid, ia diminta mendoakan seorang keturunan Chaneman yang sakit. Ia menyarankan untuk mengenakan cincin dari tanduk kanan kerbau berkulit merah. Ajaibnya, si pasien sembuh. Kisah ini dicatat ulang oleh Habib Novel bin Muhammad Alaydrus, cucu murid beliau, dalam buku Menjemput Amanah (2023).
Tahun 1952, Habib Alwi melakukan lawatan ke berbagai kota di Jawa Timur, ditemani para ulama seperti: Sayyid Muhammad bin Abdullah Al-Aydrus
Habib Abdul Qadir bin Umar Mulchela (ayah Habib Husein Mulachela). Syekh Hadi bin Muhammad Makarim Ahmad bin Abdul Deqil, Habib Abdul Qadir bin Husein Assegaf (ayah Habib Taufiq Assegaf, Pasuruan).
Mereka mengunjungi Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf (Gresik), Habib Husein Al-Haddad (Jombang), dan Habib Ja’far bin Syaikhon Assegaf (Pasuruan). Perjalanan ini ditulis dalam karya monumental Menjemput Amanah, diterjemahkan dan ditafsirkan oleh Habib Novel.
Tahun 1953, saat berada di Palembang menghadiri pernikahan kerabat, Habib Alwi jatuh sakit. Merasa ajal semakin dekat, ia memanggil anak tertuanya, Habib Anis, untuk menerima jubah dan amanah meneruskan kepemimpinan di Masjid Riyadh.
“Habib Anis saat itu baru 23 tahun dan belum siap. Tapi ia menjunjung amanah sang ayah. Ia adalah pemuda berpakaian tua,” kenang adiknya, Habib Ali bin Alwi.
Habib Alwi wafat pada 27 November 1953 (Rabiul Awal 1373 H). Jenazahnya dibawa ke Solo
menggunakan pesawat militer AURI, karena banyak muridnya berdinas di Angkatan Udara. Ia dishalatkan di Palembang, Jakarta, dan Solo. Uniknya, tahlilan dibacakan di udara, di dalam pesawat. Peristiwa ini menjadi yang pertama dan mungkin satu-satunya dalam sejarah Indonesia.
Pemakamannya sempat terkendala izin karena lokasi pemakaman berada di halaman Masjid Riyadh. Namun berkat usaha Yuslam Badres, anggota DPRD Kota Solo saat itu, izin bisa dikeluarkan langsung dari Gubernur Jawa Tengah.
Kini, makam Habib Alwi menjadi tujuan ziarah ribuan orang setiap bulan. Tradisi haul yang ia mulai telah berkembang menjadi event akbar tahunan, menghadirkan puluhan ribu jamaah dari seluruh Nusantara dan mancanegara.
Dengan pribadi yang rendah hati, dakwah yang bijak, dan cinta tanpa syarat kepada umat, Habib Alwi Al-Habsyi bukan hanya meninggalkan jejak sejarah. Ia meninggalkan jalan cahaya—yang hingga hari ini masih dititi oleh ribuan peziarah yang datang ke Solo, mencari berkah dari ulama yang telah menjemput amanah itu dengan sempurna. [*]
Penulis: Yuliantoro
Referensi & Narasumber:
Habib Novel bin Muhammad Alaydrus (Solo) — Penerjemah dan penyusun buku Menjemput Amanah (2023), dokumentasi perjalanan Habib Alwi.
Habib Anis bin Alwi Al-Habsyi — Putra Habib Alwi, pengasuh Masjid Riyadh setelah wafat ayahnya.
Habib Ja’far bin Utsman Al-Munawwar (Solo) — Ulama kharismatik, narasumber tetap Haul Riyadh.
Ustadz Husain Al-Habsyi — Cicit Habib Alwi, aktif mengarsipkan sejarah keluarga dan berdakwah.
Yuslam Badres — Anggota DPRD Solo era 1950-an, pengurus izin pemakaman Habib Alwi.
Kitab Maulid Simtuddurar — Karya monumental Habib Ali Al-Habsyi, menjadi ruh keilmuan keluarga.
Dokumentasi Masjid Riyadh Solo — Koleksi arsip keluarga dan foto-foto haul sejak 1934–sekarang
Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.