JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana mengatakan, kasus penggelapan dana program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kalibata, Jakarta Selatan, yang nilainya hampir Rp 1 miliar, bukan urusan BGN.
Pernyataan itu disampaikan Dadan menanggapi persoalan yang menimpa mitra dapur MBG di Kalibata, Pancoran, Jakarta Selatan, yang belum dibayar oleh yayasan berinisial MBN. Dapur tersebut diketahui telah memasok puluhan ribu porsi makanan untuk program unggulan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
“Sebetulnya yang terjadi di Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Kalibata itu murni masalah internal mitra. Tidak ada kaitannya dengan Badan Gizi Nasional,” kata Dadan di Kantor BGN, Rabu (16/4/2025).
Menurut Dadan, BGN selama ini hanya mengenal satu kesatuan mitra, tanpa mengetahui bahwa yayasan dan pemilik dapur merupakan dua entitas yang berbeda. Ia menegaskan, persoalan yang muncul antara kedua pihak tersebut merupakan tanggung jawab internal mereka.
“Kami juga baru tahu kalau mitra itu partner. Di antara mereka ternyata ada perjanjian khusus. Kami tahunya itu satu kesatuan mitra, dan itulah yang menjadi mitra resmi BGN,” ungkapnya.
Dadan mengaku sudah memfasilitasi mediasi antara yayasan dan mitra dapur. Namun ia meminta agar nama BGN tidak dilibatkan lebih jauh dalam polemik tersebut. “Saya sudah minta agar pihak-pihak yang melakukan konferensi pers mengklarifikasi bahwa ini bukan masalah BGN. Urusan BGN sudah selesai,” ujarnya.
Sementara itu, sengkarut ini bermula dari laporan dugaan penggelapan dana sebesar Rp 975.375.000 yang dilayangkan mitra dapur ke Polres Metro Jakarta Selatan pada 10 April 2025. Laporan tersebut terdaftar dengan nomor: LP/B/1160/IV/2025/SPKT/POLRES METRO JAKSEL/POLDA METRO JAYA.
Kuasa hukum mitra dapur, Danna Harly Putra, mengungkapkan kliennya, Ira Mesra Destiawati, belum menerima pembayaran atas jasanya sebagai pengelola dapur MBG Kalibata, meskipun telah memasak sekitar 65.025 porsi makanan dalam dua tahap penyediaan.
“Ibu Ira adalah wanita tangguh. Meski sudah lanjut usia, beliau tetap semangat membantu program pemerintah. Bahkan sampai menjual aset dan mencari investor untuk menyukseskan dapur MBG,” ujar Harly.
Namun, perjalanan tidak berjalan mulus. Ira mengaku sejak awal tidak mendapatkan penjelasan rinci mengenai tugasnya sebagai kepala dapur. Ia pun langsung terlibat penuh mulai dari pengadaan bahan pangan, memasak, hingga distribusi makanan ke 19 sekolah.
Masalah mulai muncul saat terjadi perubahan mendadak harga per porsi. Awalnya, semua siswa mendapat jatah Rp 15.000. Namun kemudian, untuk anak PAUD hingga kelas 3 SD hanya Rp 13.000, tanpa pemberitahuan tentang penyesuaian porsi makanan. Hal ini menimbulkan ketegangan, ditambah lagi dengan tekanan dan hinaan yang diterima Ira secara personal.
Tak hanya itu, Ira menyebut pencairan dana dari BGN dilakukan langsung ke rekening yayasan tanpa transparansi. Padahal seluruh biaya operasional, mulai dari bahan makanan, peralatan, hingga gaji juru masak ditanggungnya sendiri.
“Setelah kami tanya, yayasan mengaku dana sudah cair. Tapi kami terus disuruh mengirim invoice yang selalu dianggap tidak benar,” kata Ira. “Saya merasa sangat dizalimi. Kami dipuji saat uji makanan, tapi setelah itu diperlakukan semena-mena.”
Harly menambahkan, dalam kontrak kerja sama, seharusnya harga makanan Rp 15.000 per porsi. Namun, yayasan memotong menjadi Rp 13.000, lalu memotong lagi sebesar Rp 2.500 per porsi dari hak kliennya. Saat hendak menagih haknya, Ira justru dituding memiliki kekurangan bayar senilai Rp 45 juta, yang diklaim berasal dari belanja lapangan oleh pihak yayasan.
Lebih jauh, Harly juga menyoroti kurangnya transparansi dari pihak SPPG Kalibata dalam distribusi makanan serta penyusunan laporan pertanggungjawaban yang disampaikan ke BGN.
“Ibu Ira dilarang turut campur soal distribusi dan tidak diberi akses terhadap laporan pertanggungjawaban. Semua serba tertutup,” tegas Harly.
Ia pun mendesak agar yayasan MBN segera membayarkan hak mitra dapur dan meminta BGN mengevaluasi pelaksanaan program di lapangan. “Program ini bagus, tapi harus dijalankan dengan hati, keadilan, dan tanggung jawab,” tutup Harly.