Nyeri punggung bawah (low back pain) termasuk permasalahan medis yang kerap dihadapi oleh pekerja kantoran, terutama yang menghabiskan waktu lama dalam posisi duduk atau bekerja dengan postur tubuh yang buruk. Berbagai faktor, seperti pola postur tubuh yang tidak tepat, stres, kurangnya aktivitas fisik, dan kebiasaan buruk saat bekerja, berkontribusi pada munculnya keluhan tersebut. Low back pain pada pekerja kantoran dapat menyebabkan penurunan produktivitas kerja, peningkatan absensi, dan penurunan kualitas hidup. Keluhan tersebut juga berhubungan dengan gangguan fisik dan psikologis, termasuk kecemasan dan depresi, yang semakin memperburuk kondisi kesehatan secara keseluruhan.
Kesehatan karyawan dipengaruhi oleh posisi duduk yang tidak ergonomis di tempat kerja. Satu di antaranya bisa meningkatkan potensi gangguan muskuloskeletal. Kantor yang termasuk lingkungan kerja kerap memberikan risiko low back pain (LBP) yang mempunyai keterkaitan dengan faktor risiko, di antaranya posisi duduk statis dalam waktu lama dan postur tubuh keliru yang di lakukan terus menurus. Penggunaan komputer termasuk tugas di tempat kerja yang mempengaruhi ergonomi. Setiap pekerjaan dijalankan di kantor secara umum mengharuskan menduduki kursi menghadap komputer dalam waktu yang lama tiap hari yang tentu bisa memicu rasa lelah bagi pihak yang bersangkutan. Di samping itu, tipe kursi dan besara meja yang tak tepat juga bisa mengakibatkan pekerja berposisi bungkuk, yang kemudian mendorong risiko sakit di punggung.
Duduk yang durasinya panjang mengakibatkan bertambahnya beban gangguan yang mendorong risiko lebih besar pada rusaknya jaringan yang di alami segmen vertebra, khususnya lumbalis, dapat terjadi karena penambahan beban yang, terlalu lama, dan tidak segera di tangani. Secara umum, tempat duduk yang dipergunakan pegawai ketika melakukan pekerjaannya mempunyai sandaran, tapi tak dirancang sebagaimana ergonominya postur tubuh yang membuat pegawai kerap tak memakai sandarannya dikarenakan tak merasakan kenyamanan. Posisi duduk yang tak ergonomis juga bisa diakibatkan tidak sesuainya ketinggian kursi dengan meja. Meja yang lebih rendah mengakibatkan pegawai mesti membungkukkan badan agar mendapat pandangan lebih optimal.
Penderita LBP mengalami stres oksidatif akibat ke tidak seimbangan antara produksi dan degradasi reactive oxygen species (ROS). Stres oksidatif berakibat pada rusaknya lipid, protein hingga DNA. Satu di antara jenis ROS ialah hidrogen peroksida, yang memberi kontribusi pada kejadian gangguan patologis, terdapatnya senyawa tersebut memberi pengaruh pada proses lepasnya kalsium intraseluler, dan menghsilkan sensitisasi neuronal dan pronociceptive pattern pada interneuron di dorsal horn saraf spinal.
Korelasi Durasi Duduk dan kasus LBP, yakni pegawai yang duduk berdurasi panjang dan ajeg bisa mengakibatkan vertebralis khususnya lumbar yang menegang. Itulah mengapa pegawai diharuskan sering melakukan perubahan posisi badan ketika melakukan pekerjaannya. Lamanya duduk dengan posisi ajeg dan tak diimbangi dengan istirahat yang memadai bisa mengakibatkan perubahan struktur tulang belakangnya karena terdapat mekanisme biomekanika, lebih-lebih duduk yang tak bersandar. Saat duduk, tekanan yang dialami diskus intervertebralis bisa muncul dua kali lipat dibanding saat berdiri. Bila sakit yang muncul diabaikan, tenu bisa mengakibatkan kualitas kehidupan seseorang menurun. Akan tetapi, gangguan tersebut tak bersifat mutlak yang artinya terdapat perbedaan pada tiap orang yang mengalami dikarenakan berbedanya persepsi sakit yang diakibatkan adaptasi neuromuskuler pada jaringan lunak tulang belakang, diawali dengan sakit ringan sampai berat yang memerlukan tindakan spesifik.
Stretching merupakan aktivitas untuk meningkatkan fleksibilitas dan mobilitis otot dan memaksilkan rentang gerakan persendian, otot dapat direlaksasi dengan latihan. Aktivitas stretching dapat di lakukan teratur paling tidak 2-3 kali tiap pekan dengan tiap gerakannya di tahan 15-30 detik, ulang 2-3 kali diakhiri melalui gerakan perdinginan selama 15-30 menit tiap harinya. Saat melakukan stretching, nantinya berlangsung penahan dalam sejumlah waktu yang dialami otot, struktur muscle fiber khsususnya sarcomer merasakan regang dikarenakan anyaman miofilamen yang overlapping nantinya mengalami pengurangan dan konsekuensinya mengakibatkan struktur muscle fiber lebih panjang, mengurangi nyeri, memanjangkan struktur otot, dan mengurangi spasme. Di samping hal tersebut, terdapat sejumlah bentuk streching yang mempunyai keefektifan memadai guna menyelesaikan masalah LBP, yakni workplace stretching active dynamic back exercise ataupun aktivitas latihan peregangan dinamis aktif.
Pengaruh latihan punggung dinamis dengan mendorong kinerja fungsionalitas LBP miogenik yang dialami pekerja kantoran. Latihan Fleksi William (Stretching) juga memegang peranan krusial guna menyelesaikan LBP. Dengan latihan tersebut rutin dan gerakan tepat bisa memicu penurunan intensitas rasa sakit, kejadian lower stability trunk yang dialami abdominal muscle, otot gluteus hingga hamstring guna meningkatkan fleksibility pada susunan fleksor hip muscle dan lower back. Melatih dengan stretching yang mengikuti prosedur bisa efektif mengurangi LBP, membuat daya otot pinggang kembali, menghindarkan gangguan musculoskeletal, yang mana hal tersebut disokong dengan posisi duduk ketika melakukan pekerjaan secara tepat.
Pencegahan dan penanganan low back pain pada pekerja kantoran dapat dilakukan melalui berbagai pendekatan, seperti pendidikan tentang postur tubuh yang benar, penerapan ergonomi yang sesuai di tempat kerja, dan program olahraga atau terapi fisik. Terapi fisik, seperti latihan penguatan otot inti dan peregangan otot punggung, terbukti efektif dalam mengurangi nyeri dan meningkatkan kualitas hidup penderita. Terapi fisik merupakan solusi yang efektif dalam menangani low back pain pada pekerja kantoran. [*]
Afianti Dwi Agustin
Mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan, Prodi Fisioterapi
Universitas Muhammadiyah Malang