Fasilitas Pendidikan Siswa Pengungsi Nduga Memprihatinkan

2 weeks ago 6

WAMENA – Yayasan Pendidikan Provinsi Papua (YP3) Sapalek, Distrik Napua, Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua Pegunungan yang selama ini menangani ratusan siswa-siswi pengungsi asal kabupaten Nduga  mengaku masih membutuhkan banyak dukungan terkait sarana pendidikan bagi para murid dan juga tenaga pengajar.

Ketua Yayasan YP3 Sapalek John Hiluka mengatakan bahwa akibat konfilik bersenjata yang terjadi pada saat itu ia berupaya ikut terlibat dalam penanganan namun pada aspek pendidikan.

“Dari  tahun 2018 hingga 2022 anak-anak usia sekolah dari pengungsi Nduga yang ada di Wamena ini banyak yang tidak sekolah sehingga saya berfipikir bahwa harus ada satu lembaga atau yayasan guna untuk bekap atau tanggani anak-anak pengungsi ini,”ungkapnya Sabtu (26/10) kemarin

John mengaku dengan hasil usaha dan kerja keras itu YP3 ini bisa hadir sejak tahun 2022 lalu dan hanya bermodal nekad serta semangat semangat.

“Kami  tidak melihat apakah akan ada bantuan atau tidak, pengembangan pendidikannya seperti apa dan bangunan gedung sekolahnya bagimana itu  tidak terpikir,” kata John.

“Yang kami pikir hanya bagimana dengan nasib anak-anak pengungsi Nduga yang ada di Sapalek ini agar mereka bisa tetap sekolah. Bisa menghitung, bisa membaca, menulis seperti anak-anak yang lainya, jadi waktu itu target dan fokus kami hanya disitu sebab mereka ini adalah korban atas situasi konflik,” katanya.

Menurutnya, pada 2024 pemerintah pusat melalui Badan Penjaminan Mutu Pendidikan Papua atau BPMP sempat ke Sapalek guna untuk mencari informasi terkait dengan keberadaan anak-anak pengungsi Nduga sehingga waktu itu didorong dalam bentuk mitra kerja sama. Dan hasil koordinasi dari BPMP bersama Dirjen Kemendikbud akhirnya ada dukungan terkait fasilitas sekolah.

“Sebelum itu langkah pertama BPMP datang survei ke lokasi dan melihat kondisi sekolah, tahap kedua mereka lakukan pengadaan kursi dan meja, ketiga pengadaan air bersih, selanjutnya tahap ke empat ini pengadaan seragam dan atribut sekolah lainya untuk anak-anak pengungsi Nduga,” jelas Heluka.

Ia juga berharap untuk tahapan selanjutnya sesuai rencana BPMP akan mau bangunkan gedung sekolah lagi sebab saat ini SD hanya punya dua ruangan dan SMP dua ruangan lagi serta TK/Paud hanya ada satu ruangan saja, untuk menampung sekitar 400’an siswa pengungsi Nduga.

“Jumlah kelas yang ada itu sebenarnya sangat tidak cukup jadi mereka harus belajar dalam kondisi berdesakan, apalagi satu kelas itu kita bagi menjadi dua kelas,” kata John Heluka. John juga menegaskan anak -anak pengungsi Nduga merupakan anak bangsa yang punya hak dan kewajiban yang sama untuk belajar mengenyam pendidikan.

“Kami hanya sebagai fasilitator untuk mereka bisa melihat dan memandang tentang suatu yang baik agar tidak terjerumus ke dalam hal-hal yang negatif. Itu ke inginan atau kemauan dari yayasan,” tegas Heluka

WAMENA – Yayasan Pendidikan Provinsi Papua (YP3) Sapalek, Distrik Napua, Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua Pegunungan yang selama ini menangani ratusan siswa-siswi pengungsi asal kabupaten Nduga  mengaku masih membutuhkan banyak dukungan terkait sarana pendidikan bagi para murid dan juga tenaga pengajar.

Ketua Yayasan YP3 Sapalek John Hiluka mengatakan bahwa akibat konfilik bersenjata yang terjadi pada saat itu ia berupaya ikut terlibat dalam penanganan namun pada aspek pendidikan.

“Dari  tahun 2018 hingga 2022 anak-anak usia sekolah dari pengungsi Nduga yang ada di Wamena ini banyak yang tidak sekolah sehingga saya berfipikir bahwa harus ada satu lembaga atau yayasan guna untuk bekap atau tanggani anak-anak pengungsi ini,”ungkapnya Sabtu (26/10) kemarin

John mengaku dengan hasil usaha dan kerja keras itu YP3 ini bisa hadir sejak tahun 2022 lalu dan hanya bermodal nekad serta semangat semangat.

“Kami  tidak melihat apakah akan ada bantuan atau tidak, pengembangan pendidikannya seperti apa dan bangunan gedung sekolahnya bagimana itu  tidak terpikir,” kata John.

“Yang kami pikir hanya bagimana dengan nasib anak-anak pengungsi Nduga yang ada di Sapalek ini agar mereka bisa tetap sekolah. Bisa menghitung, bisa membaca, menulis seperti anak-anak yang lainya, jadi waktu itu target dan fokus kami hanya disitu sebab mereka ini adalah korban atas situasi konflik,” katanya.

Menurutnya, pada 2024 pemerintah pusat melalui Badan Penjaminan Mutu Pendidikan Papua atau BPMP sempat ke Sapalek guna untuk mencari informasi terkait dengan keberadaan anak-anak pengungsi Nduga sehingga waktu itu didorong dalam bentuk mitra kerja sama. Dan hasil koordinasi dari BPMP bersama Dirjen Kemendikbud akhirnya ada dukungan terkait fasilitas sekolah.

“Sebelum itu langkah pertama BPMP datang survei ke lokasi dan melihat kondisi sekolah, tahap kedua mereka lakukan pengadaan kursi dan meja, ketiga pengadaan air bersih, selanjutnya tahap ke empat ini pengadaan seragam dan atribut sekolah lainya untuk anak-anak pengungsi Nduga,” jelas Heluka.

Ia juga berharap untuk tahapan selanjutnya sesuai rencana BPMP akan mau bangunkan gedung sekolah lagi sebab saat ini SD hanya punya dua ruangan dan SMP dua ruangan lagi serta TK/Paud hanya ada satu ruangan saja, untuk menampung sekitar 400’an siswa pengungsi Nduga.

“Jumlah kelas yang ada itu sebenarnya sangat tidak cukup jadi mereka harus belajar dalam kondisi berdesakan, apalagi satu kelas itu kita bagi menjadi dua kelas,” kata John Heluka. John juga menegaskan anak -anak pengungsi Nduga merupakan anak bangsa yang punya hak dan kewajiban yang sama untuk belajar mengenyam pendidikan.

“Kami hanya sebagai fasilitator untuk mereka bisa melihat dan memandang tentang suatu yang baik agar tidak terjerumus ke dalam hal-hal yang negatif. Itu ke inginan atau kemauan dari yayasan,” tegas Heluka

Read Entire Article
Politik | Local| Daerah| Finance| Sport|