JAYAPURA-Praktisi Hukum, Gustaf Kawer mengatakan kasus Penjabat Wali Kota Jayapura Christian Sohilait, merupakan gambaran demokrasi di Indonesia. Dimana sekarang ini kemenangan kandidat baik Pemilu Legislatif/Presiden maupun Pemilukada tidak sepenuhnya karena pilihan masyarakat, namun telah didesain secara Terstruktur, Sistematis, Masif (TSM) mulai dari pusat hingga daerah.
Proses itu dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya penunjukan penjabat daerah baik tingkat Provinsi maupun tingkat Kabupaten/Kota. Sekarang ini sebagian besar penjabat daerah diangkat tidak berdasarkan hasil usulan DPRD, tapi atas kepentingan pemerintah pusat.
“Kita lihat penjabat daerah di Papua misalnya, hampir semua yang diangkat, bahkan sampai tingkat Distrik dan Lurah, saya menilai semua ini bukan untuk kepentingan pembangunan, tapi erat kaitannya dengan Pilkada ini,” ujarnya, di ruang kerja, Selasa (5/10).
Politik kotor ini lanjut Gustaf juga dilakukan oleh penyelenggara itu sendiri. Semua pejabat yang terpilih menjadi ketua baik KPU maupun Bawaslu hingga pada Badan Adhock semuanya diatur untuk memenangkan kandidat tertentu.
“Cara-cara kotor ini sudah bukan rahasia umum, hanya saja Pj Walikota Jayapura yang terungkap,” tuturnya.
Ia menyatakan tindakan Pj. Walikota Jayapura sangat jelas melanggar tindak pidana pemilu. Oleh sebab itu, Bawaslu harus mengambil sikap yang tegas untuk memberikan sanksi sesuai aturan berlaku.
“Dalam penyelesaiannya Bawaslu harus transparan, publik tau setiap proses yang dikerjakan, karena ini kasus serius,” imbuhnya.
Gustaf menyebut jika mengacu pada rekaman suara, maka kasus ini tidak hanya menjerat Christian Sohilait, namun semua jajaran yang terlibat dalam pertemuan itu harus diundang dan diklarifikasi. Bilamana terbukti maka dihukum sesuai aturan yang berlaku.
“Pejabat (Pembina) di lingkungan ASN juga harus berani ambil sikap tegas dengan kasus ini, jika Christian Sohilait terbukti melanggar, maka harus diproses, karena ini jelas melanggar Kode Etik ASN,” jelas Gustaf.
JAYAPURA-Praktisi Hukum, Gustaf Kawer mengatakan kasus Penjabat Wali Kota Jayapura Christian Sohilait, merupakan gambaran demokrasi di Indonesia. Dimana sekarang ini kemenangan kandidat baik Pemilu Legislatif/Presiden maupun Pemilukada tidak sepenuhnya karena pilihan masyarakat, namun telah didesain secara Terstruktur, Sistematis, Masif (TSM) mulai dari pusat hingga daerah.
Proses itu dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya penunjukan penjabat daerah baik tingkat Provinsi maupun tingkat Kabupaten/Kota. Sekarang ini sebagian besar penjabat daerah diangkat tidak berdasarkan hasil usulan DPRD, tapi atas kepentingan pemerintah pusat.
“Kita lihat penjabat daerah di Papua misalnya, hampir semua yang diangkat, bahkan sampai tingkat Distrik dan Lurah, saya menilai semua ini bukan untuk kepentingan pembangunan, tapi erat kaitannya dengan Pilkada ini,” ujarnya, di ruang kerja, Selasa (5/10).
Politik kotor ini lanjut Gustaf juga dilakukan oleh penyelenggara itu sendiri. Semua pejabat yang terpilih menjadi ketua baik KPU maupun Bawaslu hingga pada Badan Adhock semuanya diatur untuk memenangkan kandidat tertentu.
“Cara-cara kotor ini sudah bukan rahasia umum, hanya saja Pj Walikota Jayapura yang terungkap,” tuturnya.
Ia menyatakan tindakan Pj. Walikota Jayapura sangat jelas melanggar tindak pidana pemilu. Oleh sebab itu, Bawaslu harus mengambil sikap yang tegas untuk memberikan sanksi sesuai aturan berlaku.
“Dalam penyelesaiannya Bawaslu harus transparan, publik tau setiap proses yang dikerjakan, karena ini kasus serius,” imbuhnya.
Gustaf menyebut jika mengacu pada rekaman suara, maka kasus ini tidak hanya menjerat Christian Sohilait, namun semua jajaran yang terlibat dalam pertemuan itu harus diundang dan diklarifikasi. Bilamana terbukti maka dihukum sesuai aturan yang berlaku.
“Pejabat (Pembina) di lingkungan ASN juga harus berani ambil sikap tegas dengan kasus ini, jika Christian Sohilait terbukti melanggar, maka harus diproses, karena ini jelas melanggar Kode Etik ASN,” jelas Gustaf.