JAYAPURA – Komnas HAM mencatat lebih dari 200 pucuk senjata serbu berada di tangan kelompok kriminal bersenjata (KKB) yang tersebar di seluruh tanah Papua. Dan memiliki 32 Kodap. Ratusan senjata serbu yang dimiliki KKB saat ini merupakan hasil rampasan milik anggota TNI-Polri dan hasil penyelundupan melalui jalur-jalur tertentu. Inilah kemudian yang membuat konflik bersenjata terus tumbuh subur.
Kepala Komnas HAM RI Perwakilan Papua, Frits Ramandey mengaku pihak juga sudah mengindentifikasi jalur distribusi senjata dimana ada dua lokasi yang kerap digunakan yaitu lewat Timika Provinsi Papua Tengah, Nabire Provinsi Papua Tengah dan Kota Jayapura, Provinsi Papua.
”Papua Tengah dan Papua Pegunungan merupakan pasar terbesar bisnis jual beli senjata. Sedangkan Papua Barat Daya, Papua Induk dan Papua Barat merupakan wilayah penyangga suport,” terang Frits Ramandey kepada Cenderawasih Pos, Rabu (26/3). Kata Komnas HAM, ada tiga pihak yang terlibat dalam pusaran bisnis jual beli senjata di tanah Papua.
Potensi penyalahgunaan dana kampung, aktor non negara atau orang-orang yang punya kepentingan politik dan bisnis dan yang direncanakan oleh kelompok sipil bersenjata. Disini Frits menerangkan, kenapa bisa terjadi penggunaan dana kampung dalam jual beli senjata. Hal tersebut disebabkan kelompok sipil bersenjata terkadang menekan dan mengancam para kepala kampung. Jika tidak memberikan uang, kelompok ini kerap tak segan-segan melukai.
”Jadi bukan maunya kepala kampung untuk memberikan uang kepada kelompok sipil bersenjata, melainkan kelompok ini merepresif para kepala kampung agar bisa diberikan uang. ada ancaman – ancaman yang dilakukan,” ungkap Frits. Untuk itu kata Frits, menjadi tugas pemerintah dalam hal ini para gubernur untuk ikut mengawasi secara baik penggunaan dana kampung. Jangan sampai yang digelontorkan besar namun minim dampak dan malah menjadi musuh negara.
Menurut Frits, kasus penyelundupan senjata justru memperpanjang deretan konflik kekerasan bersenjata di tanah Papua yang tak pernah usai. Hingga kemudian munculnya korban jiwa yang menimpa sipil, aparat maupun kelompok yang berseberangan. ”Untuk itu, Komnas HAM merekomendasikan sistem pengawasan terhadap dana kampung, Pindad dan pengawasan terhadap satgas yang bertugas di Papua. Semua mengambil peran dan mengklirkan,” pungkasnya. (fia/ade)
Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos
BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS https://www.myedisi.com/cenderawasihpos
JAYAPURA – Komnas HAM mencatat lebih dari 200 pucuk senjata serbu berada di tangan kelompok kriminal bersenjata (KKB) yang tersebar di seluruh tanah Papua. Dan memiliki 32 Kodap. Ratusan senjata serbu yang dimiliki KKB saat ini merupakan hasil rampasan milik anggota TNI-Polri dan hasil penyelundupan melalui jalur-jalur tertentu. Inilah kemudian yang membuat konflik bersenjata terus tumbuh subur.
Kepala Komnas HAM RI Perwakilan Papua, Frits Ramandey mengaku pihak juga sudah mengindentifikasi jalur distribusi senjata dimana ada dua lokasi yang kerap digunakan yaitu lewat Timika Provinsi Papua Tengah, Nabire Provinsi Papua Tengah dan Kota Jayapura, Provinsi Papua.
”Papua Tengah dan Papua Pegunungan merupakan pasar terbesar bisnis jual beli senjata. Sedangkan Papua Barat Daya, Papua Induk dan Papua Barat merupakan wilayah penyangga suport,” terang Frits Ramandey kepada Cenderawasih Pos, Rabu (26/3). Kata Komnas HAM, ada tiga pihak yang terlibat dalam pusaran bisnis jual beli senjata di tanah Papua.
Potensi penyalahgunaan dana kampung, aktor non negara atau orang-orang yang punya kepentingan politik dan bisnis dan yang direncanakan oleh kelompok sipil bersenjata. Disini Frits menerangkan, kenapa bisa terjadi penggunaan dana kampung dalam jual beli senjata. Hal tersebut disebabkan kelompok sipil bersenjata terkadang menekan dan mengancam para kepala kampung. Jika tidak memberikan uang, kelompok ini kerap tak segan-segan melukai.
”Jadi bukan maunya kepala kampung untuk memberikan uang kepada kelompok sipil bersenjata, melainkan kelompok ini merepresif para kepala kampung agar bisa diberikan uang. ada ancaman – ancaman yang dilakukan,” ungkap Frits. Untuk itu kata Frits, menjadi tugas pemerintah dalam hal ini para gubernur untuk ikut mengawasi secara baik penggunaan dana kampung. Jangan sampai yang digelontorkan besar namun minim dampak dan malah menjadi musuh negara.
Menurut Frits, kasus penyelundupan senjata justru memperpanjang deretan konflik kekerasan bersenjata di tanah Papua yang tak pernah usai. Hingga kemudian munculnya korban jiwa yang menimpa sipil, aparat maupun kelompok yang berseberangan. ”Untuk itu, Komnas HAM merekomendasikan sistem pengawasan terhadap dana kampung, Pindad dan pengawasan terhadap satgas yang bertugas di Papua. Semua mengambil peran dan mengklirkan,” pungkasnya. (fia/ade)
Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos
BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS https://www.myedisi.com/cenderawasihpos