Komnas HAM Minta Satgas Habema Dievaluasi
JAYAPURA – Tewasnya 15 orang dalam penyergapan yang dilakukan Pasukan Komando Operasi Habema Kogabwilhan III, di Kampung Soagama, Distrik Hitadipa, Kabupaten Intan Jaya, menyisakan luka yang mendalam bagi masyarakat setempat.
Atas peristiwa di Intan Jaya, Komnas HAM meminta Presiden Prabowo tak tinggal diam, jangan memilih mengurus konflik di negara lain, sementara di negasa sendiri korban terus berjatuhan.
Kepala Sekretariat Komnas HAM RI di Papua, Frits Ramandey menyebut, percuma presiden mengurus konflik yang terjadi di Palestina sementara ada konflik bersenjata di Papua, yang kerap menelan korban.
”Terlalu naif jika seorang presiden sebatas mengurus konflik di negara lain, sementara di dalam negeri ada problem yang tak kunjung diselesaikan. Yang mana, masyarakat Papua terus menjadi korban kekerasan aparat,” tegas Frits, Sabtu (18/10).
Ia pun meminta agar presiden segera melakukan evaluasi terhadap keberadaan Satgas Habema di Tanah Papua. Sebab menurut Frits, Panglima TNI sudah tak bisa diharapkan. Ini karena Panglima TNI memberi perintah yang salah kepada Satgas Habema.
”Panglima TNI memberikan perintah yang salah kepada Satgas Habema, operasi yang dilakukan tidak terukur yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa secara massal. Tindakan- tindakan seperti ini hanya menimbulkan dendam, dan kekerasan akan berkelanjutan di atas tanah ini,” tegasnya.
Terkait peristiwa di Intan Jaya, Provinsi Papua Tengah. Komnas HAM akan menyurati presiden untuk memanggil Panglima TNI dan Kapolri, agar menata kembali pola operasi yang ada di Papua. Sementara itu, terkait jumlah yang tewas dalam penembakan yang dilakukan oleh TNI. Berdasarkan hasil verifikasi yang dilakukan oleh Komnas HAM Papua adalah 11 orang dari 15 orang yang disebutkan.
Dari 11 orang itu, enam orang adalah masyarakat sipil. Mereka bernama Pisen Kogoya, Umbinus Tabuni, Agus Kogoya, Agopani Kobogau, Sepi Lawiya/Kogoya dan seorang ibu Yimbaluakoe Lawiya (jatuh dan hanyut di kali).
Sedangkan lima lainnya adalah simpatisan OPM, mereka adalah Roni Lawiya, Kaus Lawiya, Ipe Kogoya, Januarius Murip dan Poli Kogoya. ”Untuk lima orang ini, kita perlu verifikasi kebenarannya apakah mereka berafiliasi langsung dengan TPN-OPM atau tidak,” kata Frits.
Komnas HAM Minta Satgas Habema Dievaluasi
JAYAPURA – Tewasnya 15 orang dalam penyergapan yang dilakukan Pasukan Komando Operasi Habema Kogabwilhan III, di Kampung Soagama, Distrik Hitadipa, Kabupaten Intan Jaya, menyisakan luka yang mendalam bagi masyarakat setempat.
Atas peristiwa di Intan Jaya, Komnas HAM meminta Presiden Prabowo tak tinggal diam, jangan memilih mengurus konflik di negara lain, sementara di negasa sendiri korban terus berjatuhan.
Kepala Sekretariat Komnas HAM RI di Papua, Frits Ramandey menyebut, percuma presiden mengurus konflik yang terjadi di Palestina sementara ada konflik bersenjata di Papua, yang kerap menelan korban.
”Terlalu naif jika seorang presiden sebatas mengurus konflik di negara lain, sementara di dalam negeri ada problem yang tak kunjung diselesaikan. Yang mana, masyarakat Papua terus menjadi korban kekerasan aparat,” tegas Frits, Sabtu (18/10).
Ia pun meminta agar presiden segera melakukan evaluasi terhadap keberadaan Satgas Habema di Tanah Papua. Sebab menurut Frits, Panglima TNI sudah tak bisa diharapkan. Ini karena Panglima TNI memberi perintah yang salah kepada Satgas Habema.
”Panglima TNI memberikan perintah yang salah kepada Satgas Habema, operasi yang dilakukan tidak terukur yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa secara massal. Tindakan- tindakan seperti ini hanya menimbulkan dendam, dan kekerasan akan berkelanjutan di atas tanah ini,” tegasnya.
Terkait peristiwa di Intan Jaya, Provinsi Papua Tengah. Komnas HAM akan menyurati presiden untuk memanggil Panglima TNI dan Kapolri, agar menata kembali pola operasi yang ada di Papua. Sementara itu, terkait jumlah yang tewas dalam penembakan yang dilakukan oleh TNI. Berdasarkan hasil verifikasi yang dilakukan oleh Komnas HAM Papua adalah 11 orang dari 15 orang yang disebutkan.
Dari 11 orang itu, enam orang adalah masyarakat sipil. Mereka bernama Pisen Kogoya, Umbinus Tabuni, Agus Kogoya, Agopani Kobogau, Sepi Lawiya/Kogoya dan seorang ibu Yimbaluakoe Lawiya (jatuh dan hanyut di kali).
Sedangkan lima lainnya adalah simpatisan OPM, mereka adalah Roni Lawiya, Kaus Lawiya, Ipe Kogoya, Januarius Murip dan Poli Kogoya. ”Untuk lima orang ini, kita perlu verifikasi kebenarannya apakah mereka berafiliasi langsung dengan TPN-OPM atau tidak,” kata Frits.