Nasib Pilu PKL di Otonom, Berulang Kali Tertibkan, Tapi Belum ada Solusi
Ratusan pedagang kaki lima yang sebelumnya berjualan di di jalan masuk pasar otonom, Kotaraja, hingga saat ini masih terlantar. Sebagiannya memilih untuk berjualan di jalan baru depan Lapangan Tembak otonom Kotaraja, karena masih ada masalah yang belum tuntas di dalam pasar Otonom.
Laporan Robert Mboik-Jayapura
Ratusan pedagang yang sebelumnya ditertibkan oleh pemerintah kota Jayapura karena berjualan di jalan umum hingga saat ini masih menyisakan luka. Mereka belum betul-betul menemukan tempat yang nyaman dan representatif untuk menjajakan barang-barang jualannya.
Pasca penerbitan itu, mereka masih berjibaku untuk bis berjualan, dan berupaya mendapatkan tempat untuk berjualan di dalam pasar. Tetapi sebenarnya persoalannya tidak hanya sampai di situ. Mereka juga harus berhadapan dengan mafia-mafia yang sudah lebih dulu ada di dalam pasar itu dan sepertinya mereka mengendalikan pasar itu secara tidak terang-terangan. Lalu pertanyaannya muncul, kenapa mereka bisa ada di situ.
“Kami tidak tahu tetapi mereka itu ada seolah-olah mereka ini titipan. Tugas untuk menertibkan mereka itu bukan kami, tetapi pemerintah daerah,” kata salah satu sumber berita media ini yang tidak mau dipublikasikan namanya, saat ditemui Cendrawasih Pos di seputaran pasar otonom kotaraja.
Menurutnya berbagai macam ketimpangan terjadi di dalam Pasar Otonom Kota Raja itu, misalnya ada juga kehadiran tukang parkir liar, termasuk mereka yang menjual lapak lapak jualan dengan kisaran harga 700.000 sampai Rp1.500.000.
Itu baru untuk pembayaran tempat, belum lagi setoran setiap bulan untuk retribusi daerah ada yang harian Rp 5.000 dan ada juga bulanan sesuai dengan besaran loss yang ditempati.
“Sebenarnya kami bukannya tidak mau masuk di dalam, tetapi semestinya pemerintah harus bereskan dulu semua masalah yang ada di dalam ini” ujarnya.
Karena itu, tidak ada pilihan lain bagi mereka selain tetap berjualan di pinggiran jalan, meskipun mereka terkesan melawan aturan. Saat ini mereka pun berjualan di jalan baru, tepatnya di depan kawasan Lapangan Tembak di seputaran wilayah Otonom Kotaraja.
“Kami sudah tahu ini memang salah tetapi tidak ada pilihan lagi kami pasrah dan kalau memang kami diusir dari sini Pasti Kami akan pergi” ujar sumber itu sembari menunjukkan gestur sedih.
Ada juga Ibu Jamilah yang bertempat tinggal di seputaran wilayah Entrop yang mengaku pasrah dengan kondisi saat ini. Tak ada pilihan bagi ibu yang sudah berusia lebih dari 60 tahun itu, karena tetap harus menanggung hidup keluarga suami dan anak-anaknya. Dia mengatakan sudah berulang kali mengalami nasib seperti itu terutama ketika dilakukan penertiban oleh Pemkot Jayapura.
Bahkan dia mengaku itu terjadi sejak tahun 2010, ketika mereka berjualan di Pasar Youtefa dan kemudian di 2019 mereka pindah di Pasar Otonom Kotaraja. Dari tahun 2019-2024 ada sekitar empat kali dilakukan penertiban di dalam Pasar Otonom Kotaraja. Penertiban itu hanya dilakukan terhadap lapak-lapak jualan yang dibangun di pinggir-pinggir jalan.
Para pedagang berharap pasar itu sebenarnya harus dibangun sebaik mungkin, terutama fasilitas-fasilitas penunjang di dalam pasar. Lapak jualan yang representative dan juga akses jalan sehingga memudahkan para pembeli bisa masuk ke dalam pasar.
Yang tidak kalah penting mereka juga meminta agar melakukan evaluasi terhadap pengurus pasar terutama Kepala Pasar yang sampai saat ini dinilai tidak bisa menyelesaikan persoalan-persoalan penting yang terjadi di pasar.
Padahal, kata dia, jika pasar itu dikelola baik oleh Pemkot Jayapura, justru akan mendapatkan PAD yang sangat besar. Mulai dari tempat parkirannya kemudian tempat untuk menjual atau loss dan juga karcis harian.
“Tetapi sekarang kan semua pedagang ini hanya ditertibkan suruh masuk sementara untuk masalah di dalam kami harus hadapi sendiri. Karena itu kami sangat berharap supaya Kepala Pasar ini harus diganti orang lain,” harapnya.
Nasib Pilu PKL di Otonom, Berulang Kali Tertibkan, Tapi Belum ada Solusi
Ratusan pedagang kaki lima yang sebelumnya berjualan di di jalan masuk pasar otonom, Kotaraja, hingga saat ini masih terlantar. Sebagiannya memilih untuk berjualan di jalan baru depan Lapangan Tembak otonom Kotaraja, karena masih ada masalah yang belum tuntas di dalam pasar Otonom.
Laporan Robert Mboik-Jayapura
Ratusan pedagang yang sebelumnya ditertibkan oleh pemerintah kota Jayapura karena berjualan di jalan umum hingga saat ini masih menyisakan luka. Mereka belum betul-betul menemukan tempat yang nyaman dan representatif untuk menjajakan barang-barang jualannya.
Pasca penerbitan itu, mereka masih berjibaku untuk bis berjualan, dan berupaya mendapatkan tempat untuk berjualan di dalam pasar. Tetapi sebenarnya persoalannya tidak hanya sampai di situ. Mereka juga harus berhadapan dengan mafia-mafia yang sudah lebih dulu ada di dalam pasar itu dan sepertinya mereka mengendalikan pasar itu secara tidak terang-terangan. Lalu pertanyaannya muncul, kenapa mereka bisa ada di situ.
“Kami tidak tahu tetapi mereka itu ada seolah-olah mereka ini titipan. Tugas untuk menertibkan mereka itu bukan kami, tetapi pemerintah daerah,” kata salah satu sumber berita media ini yang tidak mau dipublikasikan namanya, saat ditemui Cendrawasih Pos di seputaran pasar otonom kotaraja.
Menurutnya berbagai macam ketimpangan terjadi di dalam Pasar Otonom Kota Raja itu, misalnya ada juga kehadiran tukang parkir liar, termasuk mereka yang menjual lapak lapak jualan dengan kisaran harga 700.000 sampai Rp1.500.000.
Itu baru untuk pembayaran tempat, belum lagi setoran setiap bulan untuk retribusi daerah ada yang harian Rp 5.000 dan ada juga bulanan sesuai dengan besaran loss yang ditempati.
“Sebenarnya kami bukannya tidak mau masuk di dalam, tetapi semestinya pemerintah harus bereskan dulu semua masalah yang ada di dalam ini” ujarnya.
Karena itu, tidak ada pilihan lain bagi mereka selain tetap berjualan di pinggiran jalan, meskipun mereka terkesan melawan aturan. Saat ini mereka pun berjualan di jalan baru, tepatnya di depan kawasan Lapangan Tembak di seputaran wilayah Otonom Kotaraja.
“Kami sudah tahu ini memang salah tetapi tidak ada pilihan lagi kami pasrah dan kalau memang kami diusir dari sini Pasti Kami akan pergi” ujar sumber itu sembari menunjukkan gestur sedih.
Ada juga Ibu Jamilah yang bertempat tinggal di seputaran wilayah Entrop yang mengaku pasrah dengan kondisi saat ini. Tak ada pilihan bagi ibu yang sudah berusia lebih dari 60 tahun itu, karena tetap harus menanggung hidup keluarga suami dan anak-anaknya. Dia mengatakan sudah berulang kali mengalami nasib seperti itu terutama ketika dilakukan penertiban oleh Pemkot Jayapura.
Bahkan dia mengaku itu terjadi sejak tahun 2010, ketika mereka berjualan di Pasar Youtefa dan kemudian di 2019 mereka pindah di Pasar Otonom Kotaraja. Dari tahun 2019-2024 ada sekitar empat kali dilakukan penertiban di dalam Pasar Otonom Kotaraja. Penertiban itu hanya dilakukan terhadap lapak-lapak jualan yang dibangun di pinggir-pinggir jalan.
Para pedagang berharap pasar itu sebenarnya harus dibangun sebaik mungkin, terutama fasilitas-fasilitas penunjang di dalam pasar. Lapak jualan yang representative dan juga akses jalan sehingga memudahkan para pembeli bisa masuk ke dalam pasar.
Yang tidak kalah penting mereka juga meminta agar melakukan evaluasi terhadap pengurus pasar terutama Kepala Pasar yang sampai saat ini dinilai tidak bisa menyelesaikan persoalan-persoalan penting yang terjadi di pasar.
Padahal, kata dia, jika pasar itu dikelola baik oleh Pemkot Jayapura, justru akan mendapatkan PAD yang sangat besar. Mulai dari tempat parkirannya kemudian tempat untuk menjual atau loss dan juga karcis harian.
“Tetapi sekarang kan semua pedagang ini hanya ditertibkan suruh masuk sementara untuk masalah di dalam kami harus hadapi sendiri. Karena itu kami sangat berharap supaya Kepala Pasar ini harus diganti orang lain,” harapnya.