Masyarakat Marah Datangi Bupati Hingga Merusak Pustu Minta Neisel Dikembalikan

1 week ago 6

Kisah Neisel Monim,  Nakes  di Desa Terpencil yang Belasan Tahun di Pedalaman Keerom

Sebuah pengabdian dan dedikasi tanpa pamrih dilakukan seorang tenaga kesehatan (Nakes) Neisel Monim. Belasan tahun melayani daerah terpencil Kabupaten Keerom. Masyarakat sempat marah saat ia sekolah.

Laporan : Erianto – Jayapura

Panggilan kemanusiaan mengantarkan seorang Noval Monim ke salah satu daerah pedalaman di Papua. Sebagai seorang tenaga medis dengan profesi perawat, dia memilih jalan pengabdian di pelosok yang jauh dari gemerlap perkotaan. Sosok tersebut bernama Neisel. Ia seorang tanaga medis dari Kabupaten Jayapura yang mengabdikan sebagian dari hidupnya di daerah terpencil di Negeri Tapal Batas, Distrik Web, Kabupaten Keerom, Papua, tepatnya di Kampung Semografi.

Pada mulanya, Neisel mengabdikan diri sebagai tenaga kesehatan di Puskesmas Pembantu Kampung Semografi, kampung tertua dan terjauh di Keerom yang berbatasan langsung dengan Papua Nugini. Bukan pekerjaan mudah bagi para nakes yang mendapatkan tugas di daerah pedalaman Keerom.

Seperti yang dirasakan oleh Neisel sejak mengabdikan diri pada tahun 2007 dengan segala keterbatasan. Hampir dua dekade, tepatnya 18 tahun lebih Neisel telah keluar masuk hutan belantara Keerom guna menjalankan pelayanan kesehatan. Menurutnya, profesi tenaga medis suatu kehormatan dan panggilan hati di daerah terpencil Papua.

Tak pernah terbayang dirinya ditugaskan di tempat yang benar-benar tertinggal. Tak ada listrik, tak ada air bersih dan tak ada jaringan internet. Bahkan transportasi satu-satunya hanya bisa diakses menggunakan mobil double gardan. Dari pusat Kota Keerom ditempuh dengan waktu 8-9 jam. Bahkan sebelumnya Kampung Semografi ini awalnya hanya bisa diakses menggunakan helikopter. Atau berjalan kaki berhari-hari.

Tapi baginya, itu bukan sebuah halangan. Dia mulai berdamai dengan keadaan dan tekadnya sudah bulat untuk tetap ada di tengah-tengah masyarakat Kampung Semografi.

“Dulu sejak awal saya ditugaskan di Semografi harus naik heli atau jalan kaki seharian ke tempat tugas. Sekarang sudah ada jalan, sudah bisa pake motor tapi masih sulit karena berlumpur, ada mobil tapi sewanya mahal,” ungkap Neisel kepada Cenderawasih Pos, Kamis (24/10).

Kisah Neisel Monim,  Nakes  di Desa Terpencil yang Belasan Tahun di Pedalaman Keerom

Sebuah pengabdian dan dedikasi tanpa pamrih dilakukan seorang tenaga kesehatan (Nakes) Neisel Monim. Belasan tahun melayani daerah terpencil Kabupaten Keerom. Masyarakat sempat marah saat ia sekolah.

Laporan : Erianto – Jayapura

Panggilan kemanusiaan mengantarkan seorang Noval Monim ke salah satu daerah pedalaman di Papua. Sebagai seorang tenaga medis dengan profesi perawat, dia memilih jalan pengabdian di pelosok yang jauh dari gemerlap perkotaan. Sosok tersebut bernama Neisel. Ia seorang tanaga medis dari Kabupaten Jayapura yang mengabdikan sebagian dari hidupnya di daerah terpencil di Negeri Tapal Batas, Distrik Web, Kabupaten Keerom, Papua, tepatnya di Kampung Semografi.

Pada mulanya, Neisel mengabdikan diri sebagai tenaga kesehatan di Puskesmas Pembantu Kampung Semografi, kampung tertua dan terjauh di Keerom yang berbatasan langsung dengan Papua Nugini. Bukan pekerjaan mudah bagi para nakes yang mendapatkan tugas di daerah pedalaman Keerom.

Seperti yang dirasakan oleh Neisel sejak mengabdikan diri pada tahun 2007 dengan segala keterbatasan. Hampir dua dekade, tepatnya 18 tahun lebih Neisel telah keluar masuk hutan belantara Keerom guna menjalankan pelayanan kesehatan. Menurutnya, profesi tenaga medis suatu kehormatan dan panggilan hati di daerah terpencil Papua.

Tak pernah terbayang dirinya ditugaskan di tempat yang benar-benar tertinggal. Tak ada listrik, tak ada air bersih dan tak ada jaringan internet. Bahkan transportasi satu-satunya hanya bisa diakses menggunakan mobil double gardan. Dari pusat Kota Keerom ditempuh dengan waktu 8-9 jam. Bahkan sebelumnya Kampung Semografi ini awalnya hanya bisa diakses menggunakan helikopter. Atau berjalan kaki berhari-hari.

Tapi baginya, itu bukan sebuah halangan. Dia mulai berdamai dengan keadaan dan tekadnya sudah bulat untuk tetap ada di tengah-tengah masyarakat Kampung Semografi.

“Dulu sejak awal saya ditugaskan di Semografi harus naik heli atau jalan kaki seharian ke tempat tugas. Sekarang sudah ada jalan, sudah bisa pake motor tapi masih sulit karena berlumpur, ada mobil tapi sewanya mahal,” ungkap Neisel kepada Cenderawasih Pos, Kamis (24/10).

Read Entire Article
Politik | Local| Daerah| Finance| Sport|