JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi, hakim nonaktif Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Heru Hanindyo, dijatuhi hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan.
Vonis tersebut dibacakan oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat dalam sidang putusan yang digelar Kamis (8/5/2025). Heru dinilai terbukti menerima suap dan gratifikasi bersama-sama dalam kapasitasnya sebagai hakim yang ikut memutus perkara terdakwa Ronald Tannur.
“Menjatuhkan pidana oleh karenanya terhadap Terdakwa dengan pidana penjara 10 tahun serta denda sebesar Rp 500 juta, dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar maka diganti pidana kurungan selama 3 bulan,” kata Hakim Ketua Teguh Santoso saat membacakan amar putusan.
Majelis hakim menyatakan Heru terbukti melanggar Pasal 6 ayat (2) dan Pasal 12B jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Ia terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dalam bentuk penerimaan suap dan gratifikasi.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menyebutkan sejumlah hal yang memberatkan hukuman Heru. Di antaranya adalah perbuatannya yang tidak mendukung program pemerintah dalam menciptakan pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Selain itu, ia juga dinilai melanggar sumpah jabatannya sebagai hakim dan tidak menunjukkan penyesalan atas perbuatannya.
“Perbuatan terdakwa melanggar sumpah jabatan sebagai hakim,” ucap hakim dalam sidang.
Sebaliknya, hal yang meringankan hanya satu, yakni Heru belum pernah dihukum sebelumnya.
Sebelumnya, jaksa penuntut umum (JPU) menuntut Heru dengan pidana penjara selama 12 tahun dan denda Rp 750 juta subsider 6 bulan penjara. Jaksa menilai Heru sebagai pihak yang paling tidak kooperatif selama proses penyidikan dan persidangan dibandingkan dua rekannya sesama hakim dalam perkara yang sama, yaitu Erintuah Damanik dan Mangapul.
“Terdakwa tidak bersikap kooperatif dan tidak mengakui perbuatannya,” ujar jaksa dalam sidang tuntutan yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Selasa (22/4/2025).
Jaksa juga menyebut perbuatan Heru telah mencederai kepercayaan publik terhadap institusi peradilan, terutama karena posisinya sebagai hakim seharusnya menjunjung tinggi integritas dan keadilan.
Adapun dua hakim lain yang juga menjadi bagian dari majelis hakim yang memutus bebas Ronald Tannur, masing-masing dituntut 9 tahun penjara dan denda Rp 750 juta subsider 6 bulan penjara.
Kasus ini bermula dari putusan kontroversial yang dibacakan Heru dan dua rekannya dalam perkara penganiayaan oleh Ronald Tannur, putra anggota DPR RI Fraksi PKB. Dalam putusan tersebut, Ronald dinyatakan tidak bersalah dalam kasus kematian Dita Aulia, kekasihnya. Putusan itu memicu gelombang kritik publik dan akhirnya memicu penyelidikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap majelis hakim yang terlibat.