MEDAN, SUMUTPOS.CO – Saat matahari mulai tenggelam di ufuk Belawan, sebagian anak seusia SMP sudah menggenggam batu dan besi alih-alih buku pelajaran. Di lorong-lorong sempit kawasan pesisir itu, suara tawa anak-anak bersahutan bukan karena canda di kelas, tapi karena adrenalin tawuran yang mendera.
Bagi sebagian besar anak di Kecamatan Medan Belawan, Kota Medan, sekolah terasa semakin jauh, baik secara fisik maupun ekonomi. Yang dekat justru tawuran, narkoba, dan kehilangan arah. Dan itu membuat hati Anggota DPRD Kota Medan, H.T.Bahrumsyah, semakin gelisah.
“Anak-anak ini seharusnya belajar di sekolah, bukan di jalanan. Mereka sedang mencari tempat bertumbuh, tapi yang mereka temui justru lingkungan yang salah,” ujarnya dengan nada prihatin, Selasa (13/5).
Menurut Bahrumsyah, kondisi ini bukan semata soal kenakalan remaja atau urusan aparat penegak hukum. Ia melihat akar masalah yang lebih dalam yakni ketimpangan sosial, kurangnya perhatian keluarga, minimnya sarana pendidikan, dan tidak adanya ruang aman bagi anak-anak Belawan untuk tumbuh sehat. “Mereka mencari ‘rumah kedua’. Sayangnya, yang mereka temukan adalah lingkungan keras yang penuh kekerasan dan narkoba,” tuturnya.
Politisi dari Partai Amanat Nasional (PAN) itu mengingatkan, jika hari ini membiarkan anak-anak larut dalam tawuran, maka 10 hingga 20 tahun ke depan, Sumatera Utara bisa kehilangan satu generasi emas. Generasi yang seharusnya bisa menjadi pemimpin, kini malah dibentuk oleh trauma dan ketidakpastian.
Bahrumsyah juga menyoroti minimnya fasilitas pendidikan di Kecamatan Medan Belawan. Saat ini, hanya ada satu SMP dan satu SMA Negeri di wilayah tersebut, berbeda dengan kecamatan lain yang memiliki lebih banyak sekolah negeri. “Banyak anak yang harus berhenti sekolah karena tak sanggup bayar sekolah swasta atau karena jaraknya terlalu jauh. Ini krisis yang nyata,” katanya.
Akibatnya, anak-anak yang putus sekolah makin banyak setiap tahun. Mereka kehilangan arah, tidak memiliki keterampilan, dan akhirnya jadi bagian dari masalah sosial, mulai dari pengangguran usia muda, kurir narkoba, hingga pelaku tawuran.
Bahrumsyah mendesak Pemerintah Kota Medan agar tidak memandang masalah ini hanya dari sisi hukum. Ia mengusulkan agar Belawan dijadikan wilayah pembangunan sosial khusus, dengan program pembinaan anak, pendataan anak putus sekolah, serta perluasan beasiswa pendidikan.
“Kalau kita serius, kita bisa bangun sarana olahraga dan ruang kreatif yang bisa jadi ‘rumah kedua’ yang sehat untuk anak-anak ini. Mari selamatkan anak-anak Belawan,” harapnya. (map/ila)
MEDAN, SUMUTPOS.CO – Saat matahari mulai tenggelam di ufuk Belawan, sebagian anak seusia SMP sudah menggenggam batu dan besi alih-alih buku pelajaran. Di lorong-lorong sempit kawasan pesisir itu, suara tawa anak-anak bersahutan bukan karena canda di kelas, tapi karena adrenalin tawuran yang mendera.
Bagi sebagian besar anak di Kecamatan Medan Belawan, Kota Medan, sekolah terasa semakin jauh, baik secara fisik maupun ekonomi. Yang dekat justru tawuran, narkoba, dan kehilangan arah. Dan itu membuat hati Anggota DPRD Kota Medan, H.T.Bahrumsyah, semakin gelisah.
“Anak-anak ini seharusnya belajar di sekolah, bukan di jalanan. Mereka sedang mencari tempat bertumbuh, tapi yang mereka temui justru lingkungan yang salah,” ujarnya dengan nada prihatin, Selasa (13/5).
Menurut Bahrumsyah, kondisi ini bukan semata soal kenakalan remaja atau urusan aparat penegak hukum. Ia melihat akar masalah yang lebih dalam yakni ketimpangan sosial, kurangnya perhatian keluarga, minimnya sarana pendidikan, dan tidak adanya ruang aman bagi anak-anak Belawan untuk tumbuh sehat. “Mereka mencari ‘rumah kedua’. Sayangnya, yang mereka temukan adalah lingkungan keras yang penuh kekerasan dan narkoba,” tuturnya.
Politisi dari Partai Amanat Nasional (PAN) itu mengingatkan, jika hari ini membiarkan anak-anak larut dalam tawuran, maka 10 hingga 20 tahun ke depan, Sumatera Utara bisa kehilangan satu generasi emas. Generasi yang seharusnya bisa menjadi pemimpin, kini malah dibentuk oleh trauma dan ketidakpastian.
Bahrumsyah juga menyoroti minimnya fasilitas pendidikan di Kecamatan Medan Belawan. Saat ini, hanya ada satu SMP dan satu SMA Negeri di wilayah tersebut, berbeda dengan kecamatan lain yang memiliki lebih banyak sekolah negeri. “Banyak anak yang harus berhenti sekolah karena tak sanggup bayar sekolah swasta atau karena jaraknya terlalu jauh. Ini krisis yang nyata,” katanya.
Akibatnya, anak-anak yang putus sekolah makin banyak setiap tahun. Mereka kehilangan arah, tidak memiliki keterampilan, dan akhirnya jadi bagian dari masalah sosial, mulai dari pengangguran usia muda, kurir narkoba, hingga pelaku tawuran.
Bahrumsyah mendesak Pemerintah Kota Medan agar tidak memandang masalah ini hanya dari sisi hukum. Ia mengusulkan agar Belawan dijadikan wilayah pembangunan sosial khusus, dengan program pembinaan anak, pendataan anak putus sekolah, serta perluasan beasiswa pendidikan.
“Kalau kita serius, kita bisa bangun sarana olahraga dan ruang kreatif yang bisa jadi ‘rumah kedua’ yang sehat untuk anak-anak ini. Mari selamatkan anak-anak Belawan,” harapnya. (map/ila)