WONOGIRI, JOGLOSEMARNEWS.COM – Politik uang atau money politics dalam pemilu entah itu Pilkada, Pileg, Pilpres dan sejenisnya adalah masalah yang sulit untuk dihilangkan, meskipun menjadi salah satu persoalan utama dalam demokrasi.
Hal ini terjadi karena hubungan timbal balik antara pemberi dan penerima uang dalam konteks pemilu, di mana keduanya sering kali saling membutuhkan.
Pemberi uang biasanya adalah pihak yang memiliki kepentingan untuk memenangkan calon tertentu. Sementara penerima uang—baik itu pemilih maupun kader politik—seringkali membutuhkan uang untuk menggerakkan mesin politik mereka, membeli logistik, atau memenuhi kebutuhan pribadi mereka.
Fenomena ini sering kali terjadi dalam bayang-bayang, dengan sangat sedikit yang berani mengungkapkan praktik politik uang ini ke publik.
Terlebih lagi, sulit untuk membuktikan secara langsung karena banyak pihak yang terlibat berusaha menutupi transaksi tersebut. Kecuali jika ada bukti konkret, seperti tertangkap tangan atau munculnya indikasi yang cukup kuat.
Tantangan besar lainnya adalah budaya ketergantungan terhadap uang dalam politik yang sudah mendarah daging.
Pada satu sisi, banyak calon legislatif atau kepala daerah yang merasa bahwa tanpa memberikan uang, mereka tidak akan mendapatkan dukungan yang cukup. Memang ada yang sudah berpikiran maju dengan meniadakan politik transaksional namun jumlahnya masih sedikit.
Sementara itu, pemilih juga sering melihat politik uang sebagai hal yang wajar atau bahkan sebagai “hak” mereka dalam memilih calon yang tepat.
Meskipun upaya pemberantasan politik uang terus dilakukan melalui berbagai regulasi dan pengawasan, praktik ini tetap sulit untuk dihentikan.
Para pengawas pemilu dan lembaga penegak hukum kerap kali kesulitan menemukan bukti yang cukup kuat tanpa adanya saksi mata atau pengungkapan langsung dari pihak yang terlibat.
Ke depannya, tantangan terbesar dalam menghapus politik uang adalah perubahan pola pikir dan budaya politik yang harus dimulai dari para aktor politik dan masyarakat.
Tanpa adanya kesadaran dan komitmen untuk melakukan perubahan secara nyata, politik uang kemungkinan besar akan terus ada dalam pemilu Indonesia. Aris Arianto