SOLO, JOGLOSEMARNEWS.COM – Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta kembali menggelar Sidang Terbuka Senat Akademik untuk mengukuhkan lima Guru Besar baru. Acara yang berlangsung di Auditorium G.P.H. Haryo Mataram UNS Itu dipimpin langsung oleh Rektor UNS, Prof. Dr. Hartono, dr., M.Si, dan menjadi momen penting dalam perjalanan akademik universitas.
Dalam kesempatan tersebut, lima Guru Besar resmi dikukuhkan, yaitu Prof. Ir. Ary Setyawan, M.Sc., Ph.D dari Fakultas Teknik; Prof. Dr. Ir. Dwi Ardiana Setyawardhani, S.T., M.T dari Fakultas Teknik; Prof. Dr. Wiharto, S.T., M.Kom dari Fakultas Teknologi Informasi Sains dan Data; Prof. Dr. Winarno, S.Pd., M.Si dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP); serta Prof. Dr. Suharno, S.T., M.T, juga dari FKIP.
Salah satu momen yang menarik perhatian dalam acara itu adalah pidato pengukuhan Prof. Dr. Winarno, S.Pd., M.Si, Guru Besar Bidang Penilaian Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dari FKIP UNS. Pria kelahiran Wonogiri, 13 Agustus 1971 ini saat ini menjabat sebagai Ketua Program Studi Magister Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) di FKIP UNS.
Dalam orasi ilmiahnya yang berjudul “Integrasi Pancasila pada Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Upaya Mewujudkan Warga Indonesia yang Berkarakter”, ia menyampaikan gagasan tentang pentingnya Pancasila dalam membentuk karakter warga negara.
Menurut Prof. Winarno, membicarakan Pancasila adalah hal yang sangat penting untuk menjaga relevansi ideologi bangsa di tengah dinamika zaman. Ia menyoroti bagaimana Pancasila dapat diintegrasikan dalam pendidikan kewarganegaraan untuk menciptakan warga negara yang memiliki karakter kuat sesuai nilai-nilai Pancasila.
“Pancasila menjadi bagian utama dari pendidikan kewarganegaraan di Indonesia, baik di sekolah, masyarakat, maupun ranah akademik. Melalui pendidikan ini, nilai-nilai Pancasila dapat ditanamkan secara sistematis sesuai jenjang pendidikan,” ujar Prof. Winarno.
Ia menjelaskan bahwa di tingkat sekolah dasar, Pancasila diajarkan sebagai pandangan hidup bangsa. Di tingkat menengah pertama, Pancasila dipahami sebagai ideologi kebangsaan, sementara di tingkat menengah atas, Pancasila menjadi dasar filsafat negara. Dengan pendekatan ini, pendidikan kewarganegaraan berfungsi sebagai pendidikan nilai moral di SD, pendidikan kebangsaan di SMP, dan pendidikan politik di SMA.
Prof. Winarno juga menekankan pentingnya karakter warga negara yang mencerminkan nilai-nilai Pancasila. Karakter ini mencakup dua aspek utama, yaitu civic commitment atau kesetiaan terhadap Pancasila, dan civic disposition, yakni penerapan nilai-nilai dasar Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
“Civic commitment mencakup sikap menerima, menghargai, dan melestarikan Pancasila, sedangkan civic disposition terlihat dari karakter religius, manusiawi, nasionalis, demokratis, dan adil yang dimiliki warga negara,” jelasnya, seperti dikutip dalam rilisnya ke Joglosemarnews.
Ia juga menambahkan bahwa penilaian karakter warga negara dapat dilakukan melalui berbagai teknik, seperti angket, observasi perilaku, dan laporan pribadi. Hasil dari penilaian ini dapat menjadi indikator atau indeks karakter warga negara berdasarkan Pancasila.
Prof. Winarno mengakhiri pidatonya dengan menegaskan bahwa semakin banyak warga yang membicarakan Pancasila, semakin kokohlah ideologi ini sebagai fondasi bangsa. Ia berharap integrasi Pancasila dalam pendidikan kewarganegaraan dapat terus diperkuat untuk membangun generasi muda yang berkarakter dan berkontribusi bagi Indonesia.
Acara pengukuhan ini menjadi tonggak penting bagi UNS dalam mendukung pengembangan ilmu pengetahuan dan mencetak tokoh-tokoh akademik yang berkontribusi bagi bangsa. suhamdani