Mimpi Tukang Becak, Markus Yelimaken Jadi Sarjana Demi Banggakan Orang Tua
Nasib seseorang tidak semuanya sama. Ada yang diberi banyak kemudahan atas prefilege, ada juga karena jabatan orang tua maupun yang memang pekerja keras. Markus Yelimaken salah satunya.
Laporan : Wahyu Welerubun – Wamena
Demi mewujudkan mimpinya untuk meraih gelar sarjana, Markus rela jadi tukang becak guna mencari uang untuk pembiayaan kuliahnya. Saat dihubungi melalui sambungan telepon, Sabtu (16/11/2024), pria yang bernama lengkap Markus Yelimaken ini menceritakan perjalanannya mengarungi samudera pendidikan seorang diri.
Markus merupakan seorang mahasiswa dari Program Studi Administrasi Bisnis, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Amal Ilmiah Yapis, Wamena. Meski kini berstatus sebagai mahasiswa semester akhir, sayangnya, Markus tidak bernasib mujur seperti anak-anak yang lain. Dia harus mencicipi asam garam kehidupan di tengah kegigihannya mengenyam pendidikan di perguruan tinggi.
Pasalnya, cobaan berat menghampiri Markus saat dirinya hendak mengakhiri masa-masa belajarnya di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Yapis Wamena. Saat itu, kedua orang tuanya meninggal dunia. Takdir yang tentunya tidak diinginkan oleh semua orang ini justru dialaminya. Kepergian mendiang kedua orang tuanya meninggalkan duka yang mendalam bagi Markus.
Namun, meski begitu, harapan kedua orang tuanya agar Markus bisa mendapat gelar sarjana takkan pernah mati. Menahan pilu, Markus terpaksa harus berjuang seorang diri mewujudkan harapan mendiang kedua orang tuanya.
Di tengah kesedihan dan tantangan yang dihadapinya, Markus menunjukkan keteguhan hati dan kegigihan yang sangat luar biasa. Markus memutuskan untuk bekerja keras dengan memilih jalan yang tidak biasa untuk mewujudkan mimpinya menjadi seorang mahasiswa dan meraih gelar sarjana dengan menjadi tukang becak di Kota Wamena.
“Saat kedua orang tua saya meninggal, saya tidur di dalam honai, dan bertanya-tanya dengan cara apa untuk melanjutkan cita-cita saya sebagai seorang mahasiwa dan meraih gelar sarjana,” tutur Markus. Waktu demi waktu Markus habiskan dengan mengakrabi pedal becak di jalanan setiap harinya. Profesi ini telah ia jalani sejak masih duduk di bangku SMK, hingga berlanjut di perguruan tinggi.
Markus menceritakan, dalam setahun sebagai mahasiswa akhir studi, Markus tetap kokoh dengan pendirianya untuk membagi waktu, yaitu mengikuti pembimbingan skripsi oleh dosennya. Sepulang dari kampus, Markus mengayuh becaknya di jalanan kota. Dengan semangat dan ketekunan, ia membawa penumpang ke berbagai tujuan di kota bertajuk kota dingin tersebut.
Semua ini, demi mengumpulkan lembar demi lembar uang untuk biaya akhir studinya yaitu wisuda. “Becak yang saya bawa ini, bukan punya saya, ada bos yang berikan ke saya, untuk mengangkut penumpang, dan setiap hari saya harus panjar Rp.30.000. kepada bos saya. Nanti lebihnya milik saya,” ungkapnya. Saat ditanya berapa untungnya, Markus mengaku dalam satu hari dia bisa mendapatkan keuntungan sebesar Rp200 ribu hingga Rp400 ribu dari mata pencahariannya itu.
Kendati demikian, upaya Markus kadang-kadang tidak berjalan mulus. Ada kalanya dia kurang beruntung karena penumpang sepi. Dia pun mencari jalan lain untuk mengisi kekosongan itu dengan bekerja serabutan sebagai kuli, bahkan membantu para petani di kebun.
“Saya biasa disuruh cabut rumput, atau mencanggkul dan menanam, juga biasanya membantu pikul barang dagangan mama-mama Papua ke pasar Putikelek. Setelah saya kerja, mereka biasa berikan saya uang lelahnya, yang tidak pasang harga, berapapun mereka kasi, yang penting saya bisa beli makan dan menabung untuk kuliah saya” ujarnya.
Semua hasil dari jerit payah yang didapat Markus bertahun-tahun ini dikumpulkan untuk menopang kebutuhan kuliahnya hingga dia berhasil menyelesaikan kuliahnya dan mendapat gelar sarjana. Waktu demi waktu berlalu, semua impian kedua orang tuanya berhasil dia wujudkan. Berbekal kerja keras dan dukungan dari orang-orang di sekitar, Markus berhasil mengumpulkan cukup uang membayar Yudisium dan Wisuda ke-XVI (Enam Belas) di Kampus Universitas Amal Ilmiah Yapis Wamena.
Namanya telah diinformasikan oleh pihak kampus sebagai salah satu wisudawan. Markus akan diyudisiumkan pada 18 November 2024 dan selanjutnya mengikuti prosesi wisuda pada tanggal 20 November 2024 mendatang. Markus menjadi contoh nyata bahwa dengan tekad yang kuat dan usaha yang gigih, segala rintangan bisa diatasi.
Kisah Markus Yelimaken kini menjadi inspirasi bagi banyak orang, mengajarkan bahwa tidak ada hal yang mustahil jika kita mau berusaha dan berjuang. Sebagai tambahan, Markus Yelimaken berasal dari Kampung Amuma, Distrik Amuma, Kabupaten Yahukimo, karena sulitnya menempuh pendidikan di kabupaten asalnya, dirinya memilih melanjutakan pendidikan SMP dan SMA hingga di perguruan tinggi di Kota Wamena.
Sebagai anak yatim piantu, Markus menumpang tinggal bersama keluarga dari sang Ibunda di Kota Wamena hingga sekarang.(*)
Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos
BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS https://www.myedisi.com/cenderawasihpos