JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Keberadaan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) menjadi sorotan tajam di parlemen. Anggota Komisi VI DPR Mufti Anam mengkritik posisi Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang dianggap semakin terdesak oleh kewenangan Danantara, hingga dianalogikan bak macan yang kehilangan taring.
“Peran strategis Kementerian BUMN kami lihat makin didikte Danantara. Kementerian BUMN seolah macan ompong,” kata Mufti Anam dalam rapat kerja Komisi VI dengan Kementerian BUMN di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (8/7/2025).
Mufti menilai banyak kewenangan yang seharusnya menjadi ranah Kementerian BUMN, kini diambil alih oleh Danantara. Salah satunya terlihat dari kebijakan penundaan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) sejumlah perusahaan BUMN yang disebut-sebut diinisiasi Danantara.
“Pak Menteri (Erick Thohir), jujur saja, Bapak ini sebenarnya masih ada fungsinya tidak, sih? Kalau semua sudah dipegang Danantara, kenapa tidak sekalian diganti Menteri Danantara saja?” sindir Mufti.
Menanggapi kritik tersebut, Erick Thohir menegaskan bahwa relasi Kementerian BUMN dan Danantara bersifat saling melengkapi, bukan saling menyingkirkan. Dia menyebut kementeriannya tetap menjalankan fungsi regulator dan pengawas, sedangkan Danantara berfokus pada aktivitas operasional dan investasi.
“Kami saling mendukung. Bahkan saya difasilitasi ruang kerja di kantor baru Danantara agar fungsi pengawasan berjalan optimal. Minimal seminggu sekali saya ke sana untuk menerima laporan,” ujar Erick.
Erick juga menyatakan keyakinannya terhadap kualitas jajaran pengelola Danantara, yang menurutnya diisi sosok-sosok kompeten dalam bidang investasi. Ia memastikan Kementerian BUMN tak akan melepas kendali pengawasan terhadap lembaga yang berperan besar mengelola tabungan investasi nasional itu.
Di sisi lain, Anggota Komisi VI DPR Darmadi Durianto memastikan Kementerian BUMN tetap punya ruang kuasa meski Danantara lahir dengan kewenangan besar. Dalam Undang-Undang BUMN terbaru, kata Darmadi, kementerian yang kini dipimpin Erick Thohir tetap diberikan kewenangan strategis, terutama dalam urusan pengangkatan dan pemberhentian direksi maupun komisaris perusahaan pelat merah, dengan persetujuan Presiden.
“Kami di Komisi VI berpandangan, kendali itu harus tetap ada pada menteri sebagai bentuk pengawasan terhadap badan yang bakal mengelola dana jumbo ini,” kata Darmadi.
Sebelumnya, wacana pembentukan badan pengelola investasi seperti Danantara sudah lama berembus. Mantan Menteri Pendayagunaan BUMN era Presiden Soeharto, Tanri Abeng, pernah memaparkan peta jalan agar badan pengelola aset BUMN bisa mengambil alih fungsi kementerian BUMN. Bahkan Menteri BUMN Rini Soemarno sempat merencanakan superinduk BUMN yang di masa depan akan mengambil alih peran Kementerian BUMN sepenuhnya.
Namun hingga kini, Kementerian BUMN tetap eksis. Meski di tengah munculnya Danantara dengan modal pengelolaan minimal Rp 1.000 triliun, posisi kementerian masih dijaga dengan kewenangan strategis agar tidak hanya menjadi regulator semata. [*] Berbagai sumber
Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.