JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Sejak dibuka pada pertengahan Juli lalu, ada cukup banyak drama di balik pelaksanaan program Sekolah Rakyat (SR). Mulai dari situasi belajar mengajar yang penuh dinamika hingga mundurnya siswa maupun guru.
Meski demikian, Kementerian Sosial (Kemensos) memastikan program SR bakal berjalan sesuai rencana. Saat ini sudah ada 70 SR yang telah dibuka. Sepekan lagi genap 100 sekolah akan beroperasi. Dan target tahun ini ditetapkan ada 159 sekolah.
Hal itu terungkap di sela-sela pelantikan 1.323 guru SR oleh Menteri Sosial (Mensos) Saifullah Yusuf yang berlangsung secara hybrid, kemarin (8/8).
Gus Ipul, sapaan akrab Saifullah Yusuf, mengakui bahwa perjalanan awal SR tidak selalu berjalan mulus. ”Ada 143 guru dan 115 siswa yang mundur. Kami menghormati keputusan tersebut,” katanya.
Namun, hal itu sudah bisa diatasi. Di mana pemerintah sudah mendapatkan pengganti para guru yang mundur itu melalui seleksi. Sesuai rencana, paling lambat pada September mendatang akan ada pelantikan guru dan kepala sekolah untuk mengisi 59 titik SR.
Mereka yang sudah dilantik berstatus sebagai pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). ”Untuk tunjangan, nanti akan kami sesuaikan. Di Jakarta bagaimana dan daerah lain seperti apa,” tegasnya.
Mantan Wakil Gubernur (Wagub) Jatim itu menyebut bahwa SR bukan sekadar bangunan dan fasilitas. ”Tapi sebuah jembatan dari keterbatasan menuju untuk memastikan setiap anak dari daerah terpencil, pinggiran kota, lereng gunung, bisa melangkah,” katanya.
Dinamika di balik pelaksanaan program SR juga diungkapkan sejumlah kepala sekolah. Seperti yang diungkapkan Kepala Sekolah Rakyat Menengah 12 Bogor, Iksan Cahyana. Dia mengaku bahwa setiap hari selalu ada kejutan. ”Anak-anak memang butuh diperhatikan. Sekarang (para siswa) sudah tidak mau pulang,” ujarnya.
Dia menyebut hal itu wajar, mengingat latar belakang dan kemampuan kognitif siswanya beragam.
Lain lagi cerita Fitri Puspitasari dari Sekolah Rakyat Menengah Pertama 10 Bogor. Di sana ada 11 anak yang tidak bisa membaca dan menulis secara lancar. Selain itu, dia juga punya dua anak didik yang disabilitas intelektual. “Guru-guru meluangkan waktu setiap hari untuk memfasilitasi belajar secara personal. Satu guru pegang satu siswa,” tuturnya.
Memang mereka yang belum bisa baca akan cenderung minder. Para guru yang sudah ditempatkan meluangkan waktu. ”Walaupun belum terlalu bagus tapi sudah terlihat progresnya,” katanya. (jpg/ila)
JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Sejak dibuka pada pertengahan Juli lalu, ada cukup banyak drama di balik pelaksanaan program Sekolah Rakyat (SR). Mulai dari situasi belajar mengajar yang penuh dinamika hingga mundurnya siswa maupun guru.
Meski demikian, Kementerian Sosial (Kemensos) memastikan program SR bakal berjalan sesuai rencana. Saat ini sudah ada 70 SR yang telah dibuka. Sepekan lagi genap 100 sekolah akan beroperasi. Dan target tahun ini ditetapkan ada 159 sekolah.
Hal itu terungkap di sela-sela pelantikan 1.323 guru SR oleh Menteri Sosial (Mensos) Saifullah Yusuf yang berlangsung secara hybrid, kemarin (8/8).
Gus Ipul, sapaan akrab Saifullah Yusuf, mengakui bahwa perjalanan awal SR tidak selalu berjalan mulus. ”Ada 143 guru dan 115 siswa yang mundur. Kami menghormati keputusan tersebut,” katanya.
Namun, hal itu sudah bisa diatasi. Di mana pemerintah sudah mendapatkan pengganti para guru yang mundur itu melalui seleksi. Sesuai rencana, paling lambat pada September mendatang akan ada pelantikan guru dan kepala sekolah untuk mengisi 59 titik SR.
Mereka yang sudah dilantik berstatus sebagai pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). ”Untuk tunjangan, nanti akan kami sesuaikan. Di Jakarta bagaimana dan daerah lain seperti apa,” tegasnya.
Mantan Wakil Gubernur (Wagub) Jatim itu menyebut bahwa SR bukan sekadar bangunan dan fasilitas. ”Tapi sebuah jembatan dari keterbatasan menuju untuk memastikan setiap anak dari daerah terpencil, pinggiran kota, lereng gunung, bisa melangkah,” katanya.
Dinamika di balik pelaksanaan program SR juga diungkapkan sejumlah kepala sekolah. Seperti yang diungkapkan Kepala Sekolah Rakyat Menengah 12 Bogor, Iksan Cahyana. Dia mengaku bahwa setiap hari selalu ada kejutan. ”Anak-anak memang butuh diperhatikan. Sekarang (para siswa) sudah tidak mau pulang,” ujarnya.
Dia menyebut hal itu wajar, mengingat latar belakang dan kemampuan kognitif siswanya beragam.
Lain lagi cerita Fitri Puspitasari dari Sekolah Rakyat Menengah Pertama 10 Bogor. Di sana ada 11 anak yang tidak bisa membaca dan menulis secara lancar. Selain itu, dia juga punya dua anak didik yang disabilitas intelektual. “Guru-guru meluangkan waktu setiap hari untuk memfasilitasi belajar secara personal. Satu guru pegang satu siswa,” tuturnya.
Memang mereka yang belum bisa baca akan cenderung minder. Para guru yang sudah ditempatkan meluangkan waktu. ”Walaupun belum terlalu bagus tapi sudah terlihat progresnya,” katanya. (jpg/ila)

2 months ago
39

















































