Fakultas Kehutanan USU bersama Balitbang Susun Strategi Pengelolaan Mangrove di Pesisir Pantai Timur Labuhanbatu Utara

7 hours ago 3

LABURA, SUMUTPOS.CO- Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Pemrintah Kabupaten Labuhanbatu Utara melalui Bidang Pembangunan, Inovasi, dan Teknologi, melaksanakan rapat seminar terkait hasil penelitian analisis strategi pengelolaan perubahan hutan mangrove/ekosistem mangrove di Pesisir Pantai Timur Kabupaten Labuhanbatu Utara di Aula Ridho Yaman, Kantor Bupati Labuhanbatu Utara, Selasa (30/9/2025).

Kegiatan ini dihadiri Asisten Ekonomi dan Pembangunan Muhammad Ikhwan Lubis, ST, MT, Kepala Balitbang Mahalenawaty Siregar S.T., M.Si., Ketua Tim Peneliti dari Universitas Sumatera Utara (USU) Dr. Achmad Siddik Thoha, S.Hut, M.Si, Kepala Bidang Pembangunan, Inovasi, dan Teknologi Dewi Sartika Ritonga, SE, MM, KPH V Aek Kanopan, Camat Kualuh Hilir, Camat Kualuh Leidong, dan seluruh kepala desa dan lurah se Kecamatan Kualuh Hilir dan Kualuh Leidong.

Tim peneliti dari Fakultas Kehutanan USU sekaligus Direktur Pusat Kajian Perubahan Iklim dan Mitigasi Bencana USU Dr. Achmad Siddik Thoha, S.Hut., M.Si mengungkap hasil kajian terbaru mengenai kondisi dan strategi pengelolaan ekosistem mangrove di Kabupaten Labuhanbatu Utara, Sumatera Utara.

Hasil kajian ini menemukan bahwa luas ekosistem mangrove di Labuhanbatu Utara mencapai 1.822 Ha, tersebar di dua kecamatan utama yakni Kualuh Leidong dan Kualuh Hilir. Desa Tanjung Mangedar tercatat memiliki luasan terbesar dengan 1.074 hektare, disusul Simandulang (308 ha) dan Tanjung Leidong (207 ha). Vegetasi mangrove didominasi oleh spesies Avicennia marina yang berfungsi penting dalam menahan abrasi serta menyediakan habitat bagi biota pesisir.

Namun, kondisi ekosistem mangrove di wilayah ini juga menghadapi tekanan serius. Analisis spasial menunjukkan, sepanjang periode 2006–2023 terjadi peningkatan luas perkebunan dari 29 ribu hektare menjadi 56 ribu hektare, sementara kawasan mangrove sempat mengalami penyusutan akibat ekspansi lahan dan abrasi pantai. Tiga desa di kawasan pesisir Labura yaitu Tanjung Leidong, Teluk Pulai Luar, dan Tanjung Mangedar tercatat mengalami abrasi rata-rata 2,16 meter per tahun, dengan total daratan yang hilang mencapai sekitar 330 hektare. Panjang garis pantai yang terdampak abrasi bahkan mencapai 42.479 meter.

Meski demikian, hasil survei menunjukkan adanya tanda-tanda pemulihan alami. Beberapa kawasan mangrove, terutama di Pulau Burung, kini telah menunjukkan pertumbuhan kembali vegetasi dengan biomassa total mencapai 517,24 Mg/ha dan stok karbon sebesar 258,62 Mg/ha. Nilai ini menegaskan peran mangrove sebagai penyimpan karbon penting dalam mitigasi perubahan iklim.

Untuk menjaga keberlanjutan ekosistem pesisir, tim peneliti USU merekomendasikan tiga strategi utama. Pertama, rehabilitasi dan penanaman kembali mangrove di wilayah dengan tingkat abrasi tinggi seperti Simandulang dan Teluk Pulai Luar.

Kedua, pengembangan sistem silvofishery, yaitu integrasi tambak dan hutan mangrove agar konservasi tetap berjalan seiring peningkatan ekonomi masyarakat. Ketiga, kolaborasi multi-pihak antara pemerintah, perguruan tinggi, dan masyarakat pesisir untuk memperkuat kebijakan pengelolaan berbasis ekosistem.

Dr. Achmad Siddik Thoha, S.Hut., M.Si menyampaikan bahwa ekosistem mangrove tidak hanya berfungsi ekologis, tapi juga sosial ekonomi. Masyarakat di pesisir Labuhanbatu Utara mulai memanfaatkan mangrove untuk kegiatan produktif seperti budidaya kepiting dan wisata alam.

Melalui penelitian ini, Fakultas Kehutanan USU menegaskan komitmennya dalam mendukung kebijakan pembangunan berketahanan iklim dan pengelolaan pesisir berkelanjutan. Diharapkan hasil kajian ini dapat menjadi dasar ilmiah dalam perencanaan tata ruang dan strategi konservasi mangrove di tingkat daerah. (rel/adz)

LABURA, SUMUTPOS.CO- Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Pemrintah Kabupaten Labuhanbatu Utara melalui Bidang Pembangunan, Inovasi, dan Teknologi, melaksanakan rapat seminar terkait hasil penelitian analisis strategi pengelolaan perubahan hutan mangrove/ekosistem mangrove di Pesisir Pantai Timur Kabupaten Labuhanbatu Utara di Aula Ridho Yaman, Kantor Bupati Labuhanbatu Utara, Selasa (30/9/2025).

Kegiatan ini dihadiri Asisten Ekonomi dan Pembangunan Muhammad Ikhwan Lubis, ST, MT, Kepala Balitbang Mahalenawaty Siregar S.T., M.Si., Ketua Tim Peneliti dari Universitas Sumatera Utara (USU) Dr. Achmad Siddik Thoha, S.Hut, M.Si, Kepala Bidang Pembangunan, Inovasi, dan Teknologi Dewi Sartika Ritonga, SE, MM, KPH V Aek Kanopan, Camat Kualuh Hilir, Camat Kualuh Leidong, dan seluruh kepala desa dan lurah se Kecamatan Kualuh Hilir dan Kualuh Leidong.

Tim peneliti dari Fakultas Kehutanan USU sekaligus Direktur Pusat Kajian Perubahan Iklim dan Mitigasi Bencana USU Dr. Achmad Siddik Thoha, S.Hut., M.Si mengungkap hasil kajian terbaru mengenai kondisi dan strategi pengelolaan ekosistem mangrove di Kabupaten Labuhanbatu Utara, Sumatera Utara.

Hasil kajian ini menemukan bahwa luas ekosistem mangrove di Labuhanbatu Utara mencapai 1.822 Ha, tersebar di dua kecamatan utama yakni Kualuh Leidong dan Kualuh Hilir. Desa Tanjung Mangedar tercatat memiliki luasan terbesar dengan 1.074 hektare, disusul Simandulang (308 ha) dan Tanjung Leidong (207 ha). Vegetasi mangrove didominasi oleh spesies Avicennia marina yang berfungsi penting dalam menahan abrasi serta menyediakan habitat bagi biota pesisir.

Namun, kondisi ekosistem mangrove di wilayah ini juga menghadapi tekanan serius. Analisis spasial menunjukkan, sepanjang periode 2006–2023 terjadi peningkatan luas perkebunan dari 29 ribu hektare menjadi 56 ribu hektare, sementara kawasan mangrove sempat mengalami penyusutan akibat ekspansi lahan dan abrasi pantai. Tiga desa di kawasan pesisir Labura yaitu Tanjung Leidong, Teluk Pulai Luar, dan Tanjung Mangedar tercatat mengalami abrasi rata-rata 2,16 meter per tahun, dengan total daratan yang hilang mencapai sekitar 330 hektare. Panjang garis pantai yang terdampak abrasi bahkan mencapai 42.479 meter.

Meski demikian, hasil survei menunjukkan adanya tanda-tanda pemulihan alami. Beberapa kawasan mangrove, terutama di Pulau Burung, kini telah menunjukkan pertumbuhan kembali vegetasi dengan biomassa total mencapai 517,24 Mg/ha dan stok karbon sebesar 258,62 Mg/ha. Nilai ini menegaskan peran mangrove sebagai penyimpan karbon penting dalam mitigasi perubahan iklim.

Untuk menjaga keberlanjutan ekosistem pesisir, tim peneliti USU merekomendasikan tiga strategi utama. Pertama, rehabilitasi dan penanaman kembali mangrove di wilayah dengan tingkat abrasi tinggi seperti Simandulang dan Teluk Pulai Luar.

Kedua, pengembangan sistem silvofishery, yaitu integrasi tambak dan hutan mangrove agar konservasi tetap berjalan seiring peningkatan ekonomi masyarakat. Ketiga, kolaborasi multi-pihak antara pemerintah, perguruan tinggi, dan masyarakat pesisir untuk memperkuat kebijakan pengelolaan berbasis ekosistem.

Dr. Achmad Siddik Thoha, S.Hut., M.Si menyampaikan bahwa ekosistem mangrove tidak hanya berfungsi ekologis, tapi juga sosial ekonomi. Masyarakat di pesisir Labuhanbatu Utara mulai memanfaatkan mangrove untuk kegiatan produktif seperti budidaya kepiting dan wisata alam.

Melalui penelitian ini, Fakultas Kehutanan USU menegaskan komitmennya dalam mendukung kebijakan pembangunan berketahanan iklim dan pengelolaan pesisir berkelanjutan. Diharapkan hasil kajian ini dapat menjadi dasar ilmiah dalam perencanaan tata ruang dan strategi konservasi mangrove di tingkat daerah. (rel/adz)

Read Entire Article
Politik | Local| Daerah| Finance| Sport|