SUMUTPOS.CO – Hingga saat ini, masih terdapat berbagai persoalan mendasar yang belum terselesaikan di sejumlah kawasan wisata Danau Toba. Satu di antaranya soal ketidakjelasan tarif retribusi masuk ke sejumlah objek wisata kawasan tersebut.
Anggota DPRD Sumut Pantur Banjarnahor, menyoroti serius persoalan ini. Dia mengatakan, banyak wisatawan yang mengeluhkan perbedaan tarif masuk yang kerap berubah-ubah dan ditentukan secara sepihak oleh pengelola setempat. Menurutnya, hal ini bisa berdampak buruk terhadap citra Danau Toba sebagai destinasi wisata bertaraf internasional.
“Banyak wisatawan merasa tidak nyaman karena tidak adanya standar tarif retribusi yang pasti. Bahkan, ada pengunjung yang dikenakan harga berbeda di tempat yang sama. Ini tentu merusak kesan wisata yang seharusnya menyenangkan dan profesional,” ungkap Pantur, Selasa (12/8).
Pantur menekankan pentingnya kepastian tarif dan regulasi retribusi wisata yang transparan. Menurutnya, sebagai kawasan yang telah ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) oleh pemerintah pusat, pengelolaan kawasan Danau Toba harus mencerminkan tata kelola profesional dan akuntabel.
“Sudah saatnya ada regulasi yang tegas dan sistem pengawasan yang ketat. Jangan sampai praktik pungutan liar merusak pengalaman wisatawan dan memperburuk reputasi kita di mata dunia,” tegas legislator dari Dapil Sumut 9 itu.
Lebih lanjut, Pantur mendorong agar pembangunan yang sudah dirintis sebelumnya tidak dibiarkan stagnan. Menurutnya, keberlanjutan pembangunan infrastruktur dan fasilitas wisata harus menjadi perhatian serius pemerintah, baik di tingkat provinsi maupun pusat.
“Pemerintah sekarang tidak boleh melepas tanggung jawab. Apa yang sudah dibangun sebelumnya harus dilanjutkan, jangan sampai terbengkalai. Harus ada kesinambungan dalam pembangunan, supaya Danau Toba benar-benar bisa menjadi motor penggerak ekonomi daerah,” katanya.
Dia juga mengingatkan, pengembangan sektor pariwisata tidak semata-mata membangun jalan, jembatan, atau penginapan, tapi juga menyangkut peningkatan kapasitas SDM lokal, pelestarian budaya, dan perlindungan lingkungan.
“Kalau kita mau Danau Toba benar-benar jadi destinasi unggulan kelas dunia, maka semua aspek harus dirancang sebagai satu kesatuan. Tidak cukup hanya pembangunan fisik,” jelas Pantur.
Pantur juga menyoroti pentingnya peran masyarakat dalam membangun sektor pariwisata. Dia menyarankan agar pemerintah provinsi bisa menjadi motor penggerak sinergi antarkabupaten kota di kawasan Danau Toba, agar memiliki visi dan arah yang sama.
“Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumut harus menjadi lokomotif untuk mendorong agar semua pemerintah daerah sekawasan Danau Toba satu tujuan dalam mengembangkan pariwisata. Tidak bisa jalan sendiri-sendiri,” ujarnya.
Pantur menilai, satu tantangan utama dalam pengembangan pariwisata adalah mengubah cara pandang masyarakat terhadap sektor ini. Menurutnya, banyak masyarakat yang masih melihat pariwisata sebagai usaha sampingan, padahal sektor ini bisa menjadi tumpuan ekonomi utama.
“Mindset ini harus diubah. Pemerintah perlu melakukan sosialisasi yang masif agar masyarakat paham, pariwisata bisa menjadi sumber penghidupan yang utama, bukan sekadar pelengkap,” tegasnya.
Di akhir pernyataannya, Pantur menyampaikan harapannya agar setiap wisatawan yang berkunjung ke Danau Toba pulang dengan kesan positif. Dia percaya, promosi terbaik adalah pengalaman langsung para wisatawan itu sendiri.
“Kita ingin setiap orang yang pulang dari Danau Toba membawa cerita baik, pengalaman menyenangkan, dan membagikannya kepada keluarga dan lingkungannya. Jika itu terjadi, maka masyarakat sendiri yang akan menjadi duta wisata Danau Toba,” pungkasnya. (map/saz)
SUMUTPOS.CO – Hingga saat ini, masih terdapat berbagai persoalan mendasar yang belum terselesaikan di sejumlah kawasan wisata Danau Toba. Satu di antaranya soal ketidakjelasan tarif retribusi masuk ke sejumlah objek wisata kawasan tersebut.
Anggota DPRD Sumut Pantur Banjarnahor, menyoroti serius persoalan ini. Dia mengatakan, banyak wisatawan yang mengeluhkan perbedaan tarif masuk yang kerap berubah-ubah dan ditentukan secara sepihak oleh pengelola setempat. Menurutnya, hal ini bisa berdampak buruk terhadap citra Danau Toba sebagai destinasi wisata bertaraf internasional.
“Banyak wisatawan merasa tidak nyaman karena tidak adanya standar tarif retribusi yang pasti. Bahkan, ada pengunjung yang dikenakan harga berbeda di tempat yang sama. Ini tentu merusak kesan wisata yang seharusnya menyenangkan dan profesional,” ungkap Pantur, Selasa (12/8).
Pantur menekankan pentingnya kepastian tarif dan regulasi retribusi wisata yang transparan. Menurutnya, sebagai kawasan yang telah ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) oleh pemerintah pusat, pengelolaan kawasan Danau Toba harus mencerminkan tata kelola profesional dan akuntabel.
“Sudah saatnya ada regulasi yang tegas dan sistem pengawasan yang ketat. Jangan sampai praktik pungutan liar merusak pengalaman wisatawan dan memperburuk reputasi kita di mata dunia,” tegas legislator dari Dapil Sumut 9 itu.
Lebih lanjut, Pantur mendorong agar pembangunan yang sudah dirintis sebelumnya tidak dibiarkan stagnan. Menurutnya, keberlanjutan pembangunan infrastruktur dan fasilitas wisata harus menjadi perhatian serius pemerintah, baik di tingkat provinsi maupun pusat.
“Pemerintah sekarang tidak boleh melepas tanggung jawab. Apa yang sudah dibangun sebelumnya harus dilanjutkan, jangan sampai terbengkalai. Harus ada kesinambungan dalam pembangunan, supaya Danau Toba benar-benar bisa menjadi motor penggerak ekonomi daerah,” katanya.
Dia juga mengingatkan, pengembangan sektor pariwisata tidak semata-mata membangun jalan, jembatan, atau penginapan, tapi juga menyangkut peningkatan kapasitas SDM lokal, pelestarian budaya, dan perlindungan lingkungan.
“Kalau kita mau Danau Toba benar-benar jadi destinasi unggulan kelas dunia, maka semua aspek harus dirancang sebagai satu kesatuan. Tidak cukup hanya pembangunan fisik,” jelas Pantur.
Pantur juga menyoroti pentingnya peran masyarakat dalam membangun sektor pariwisata. Dia menyarankan agar pemerintah provinsi bisa menjadi motor penggerak sinergi antarkabupaten kota di kawasan Danau Toba, agar memiliki visi dan arah yang sama.
“Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumut harus menjadi lokomotif untuk mendorong agar semua pemerintah daerah sekawasan Danau Toba satu tujuan dalam mengembangkan pariwisata. Tidak bisa jalan sendiri-sendiri,” ujarnya.
Pantur menilai, satu tantangan utama dalam pengembangan pariwisata adalah mengubah cara pandang masyarakat terhadap sektor ini. Menurutnya, banyak masyarakat yang masih melihat pariwisata sebagai usaha sampingan, padahal sektor ini bisa menjadi tumpuan ekonomi utama.
“Mindset ini harus diubah. Pemerintah perlu melakukan sosialisasi yang masif agar masyarakat paham, pariwisata bisa menjadi sumber penghidupan yang utama, bukan sekadar pelengkap,” tegasnya.
Di akhir pernyataannya, Pantur menyampaikan harapannya agar setiap wisatawan yang berkunjung ke Danau Toba pulang dengan kesan positif. Dia percaya, promosi terbaik adalah pengalaman langsung para wisatawan itu sendiri.
“Kita ingin setiap orang yang pulang dari Danau Toba membawa cerita baik, pengalaman menyenangkan, dan membagikannya kepada keluarga dan lingkungannya. Jika itu terjadi, maka masyarakat sendiri yang akan menjadi duta wisata Danau Toba,” pungkasnya. (map/saz)

2 months ago
42

















































