Seorang Pemimpin Perlu Menjaga Diksi yang Kontroversi

1 week ago 10

Marinus Yaung: Waspadai Agar Tidak Dimanfaatkan Pihak Tertentu

JAYAPURA – Polemik terkait statemen Walikota Jayapura saat rilis 100 hari kerja di Aula Sian Soor mendapat tanggapan dari salah satu akademisi Uncen, Marinus Yaung. Ia berharap siapapun pemimpin di Tanah Papua harus bisa memahami dengan baik karakteristik dan persoalan psikologi orang asli Papua saat ini.

Dari pemahaman itu paling tidak bisa menjaga komunikasi publik dengan diksi – diksi atau frasa – frasa yang tidak menimbulkan kontroversi publik seperti saat ini. Ini penting mengingat semua pernyataan seorang kepala daerah bisa bermakna sebuah kebijakan yang berkaitan dengan kemaslahatan sehingga patut diperhatikan agar narasi yang disampaikan tidak justru berujung protes.

“Menurut hemat saya, cara publik di Papua meresponi pernyataan walikota Jayapura, dengan narasi – narasi kritis penuh kemarahan, itu bentuk refleksi langsung dari konflik dan ketegangan dengan pemerintah yang hingga kini belum selesai,” beber Marinus Yaung melalui ponselnya, Kamis (19/6).

Namun kata Yaung yang perlu kita waspadai adalah jangan sampai isu ini dimanfaatkan oleh pihak – pihak yang memiliki agenda tertentu untuk menimbulkan persoalan keamanan dan instabilitas kamtibmas di Kota Jayapura.

“Kalau dibaca lebih teoritis lagi, jenis komunikasi publik pak Walikota Jayapura yang stright to the point terhadap isu – isu strategis yang menjadi tantangan pembangunan di kota Jayapura seperti aksi – aksi demo dan pemalangan infrastruktur, selama 100 hari kerjanya, itu harusnya disikapi sebagai persoalan sosial bersama yang perlu diselesaikan segera,” imbuhnya.

Pernyataan Walikota yang menjadi polemik menurut Yaung masih berkaitan dengan uang di Tanah Papua yang semakin menipis. Misalnya APBD Provinsi Papua tahun 2025 hanya Rp 2,5 triliun. Sangat sedikit sekali dan tidak cukup membiayai belanja publik. Demikian pula APBD Kota Jayapura yang kemungkinan akan mengalami defisit untuk belanja publik.

Agar bisa ada income untuk mengatasi defisit APBD Kota Jayapura, maka ekosistem ekonomi dan permutaran uang harus diciptakan dan diusahakan. Salah satu caranya ciptakan keamanan dan ketertiban publik di Kota Jayapura. Perlu ada kepastian investasi yang nantinya berkaitan dengan situasi keamanan daerah.

Marinus Yaung: Waspadai Agar Tidak Dimanfaatkan Pihak Tertentu

JAYAPURA – Polemik terkait statemen Walikota Jayapura saat rilis 100 hari kerja di Aula Sian Soor mendapat tanggapan dari salah satu akademisi Uncen, Marinus Yaung. Ia berharap siapapun pemimpin di Tanah Papua harus bisa memahami dengan baik karakteristik dan persoalan psikologi orang asli Papua saat ini.

Dari pemahaman itu paling tidak bisa menjaga komunikasi publik dengan diksi – diksi atau frasa – frasa yang tidak menimbulkan kontroversi publik seperti saat ini. Ini penting mengingat semua pernyataan seorang kepala daerah bisa bermakna sebuah kebijakan yang berkaitan dengan kemaslahatan sehingga patut diperhatikan agar narasi yang disampaikan tidak justru berujung protes.

“Menurut hemat saya, cara publik di Papua meresponi pernyataan walikota Jayapura, dengan narasi – narasi kritis penuh kemarahan, itu bentuk refleksi langsung dari konflik dan ketegangan dengan pemerintah yang hingga kini belum selesai,” beber Marinus Yaung melalui ponselnya, Kamis (19/6).

Namun kata Yaung yang perlu kita waspadai adalah jangan sampai isu ini dimanfaatkan oleh pihak – pihak yang memiliki agenda tertentu untuk menimbulkan persoalan keamanan dan instabilitas kamtibmas di Kota Jayapura.

“Kalau dibaca lebih teoritis lagi, jenis komunikasi publik pak Walikota Jayapura yang stright to the point terhadap isu – isu strategis yang menjadi tantangan pembangunan di kota Jayapura seperti aksi – aksi demo dan pemalangan infrastruktur, selama 100 hari kerjanya, itu harusnya disikapi sebagai persoalan sosial bersama yang perlu diselesaikan segera,” imbuhnya.

Pernyataan Walikota yang menjadi polemik menurut Yaung masih berkaitan dengan uang di Tanah Papua yang semakin menipis. Misalnya APBD Provinsi Papua tahun 2025 hanya Rp 2,5 triliun. Sangat sedikit sekali dan tidak cukup membiayai belanja publik. Demikian pula APBD Kota Jayapura yang kemungkinan akan mengalami defisit untuk belanja publik.

Agar bisa ada income untuk mengatasi defisit APBD Kota Jayapura, maka ekosistem ekonomi dan permutaran uang harus diciptakan dan diusahakan. Salah satu caranya ciptakan keamanan dan ketertiban publik di Kota Jayapura. Perlu ada kepastian investasi yang nantinya berkaitan dengan situasi keamanan daerah.

Read Entire Article
Politik | Local| Daerah| Finance| Sport|