MEDAN, SumutPos.co- Provinsi Sumatera Utara (Sumut) memiliki potensi besar dalam pengembangan energi terbarukan, salah satunya biodiesel. Biodiesel dapat diproduksi dari berbagai bahan baku, termasuk minyak goreng bekas atau minyak jelantah, yang sering kali terbuang dan menjadi limbah yang mencemari lingkungan.
Pemanfaatan minyak goreng bekas sebagai bahan baku biodiesel sangat berpotensi besar di Sumut. Konsumsi minyak goreng di provinsi ini cukup tinggi, mencapai sekitar 47.000 ton per bulan, yang mencakup kebutuhan rumah tangga, industri, dan UMKM.
Dengan tingginya konsumsi tersebut, potensi limbah minyak goreng bekas yang dapat dikumpulkan juga signifikan. Harga minyak jelantah di Sumut juga bervariasi tergantung pada kondisi pasar, kualitas, dan sumbernya.
Secara umum, minyak goreng bekas untuk kebutuhan biodiesel dihargai antara Rp4.000 hingga Rp6.000 per liter di berbagai daerah Indonesia. Harga ini bisa lebih tinggi jika ada permintaan ekspor, terutama ke Eropa, yang memanfaatkan minyak jelantah sebagai bahan baku biodiesel atau produk lain yang ramah lingkungan.
Pada 2021, Sumut mencatat ekspor minyak jelantah sebanyak 1,677 juta kilogram ke berbagai negara, dengan mayoritas tujuan ke Malaysia dan Eropa. Minyak jelantah ini biasanya dimanfaatkan sebagai bahan baku biodiesel, terutama di negara-negara yang memiliki standar energi terbarukan yang tinggi.
Konversi minyak jelantah menjadi biodiesel dianggap lebih menguntungkan dari pada bahan baku seperti CPO (crude palm oil). Media Perkebunan menyampaikan, harga CPO untuk November 2024 ditetapkan sebesar USD 961,97 per metrik ton, atau setara dengan Rp14.000/liter.
Kenaikan ini dipengaruhi peningkatan permintaan dari India dan Tiongkok, serta penurunan produksi global akibat kondisi cuaca ekstrem. Selain itu, kenaikan harga minyak mentah dunia dan tarif Bea Keluar Malaysia yang baru juga turut mendorong harga.
Upaya pemanfaatan minyak goreng bekas sebagai biodiesel dapat memberikan solusi terhadap masalah lingkungan, seperti pencemaran air akibat pembuangan minyak bekas secara sembarangan. Selain itu, juga dapat membantu mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan meningkatkan penggunaan energi terbarukan di wilayah tersebut.
Untuk memanfaatkan potensi ini secara optimal, diperlukan kolaborasi antara pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat dalam mengumpulkan minyak goreng bekas serta mengembangkan teknologi produksi biodiesel yang efisien. Teknologi pemanfaatan udara panas (hot air) telah berkembang sebagai salah satu solusi untuk memenuhi kebutuhan energi panas dalam proses produksi biodiesel.
Tim peneliti dari Politeknik Negeri Medan (Polmed) yang diketuai Dr Ir Surya Dharma, S.T. ,M.T, beranggotakan Dr Ir Idham Kamil, S.T., M.T, Rahmawaty, S.T., M.T, Rihat Sebayang, S.T., M.T., Ulfa Hasnita, S.T., M.T., dan Efri Debi Ekinola, S.T., M.T mengungkapkan, dengan memanfaatkan udara panas, proses produksi biodiesel menjadi lebih hemat energi, lebih praktis dan juga lebih berkelanjutan.
Menurut Surya Dharma, kombinasi antara pemanfaatan minyak jelantah sebagai bahan baku biodiesel dan penggunaan udara panas dalam proses produksinya, diharapkan dapat mengatasi dua masalah utama sekaligus.
Pertama, pengurangan limbah minyak goreng bekas yang mencemari lingkungan. Dan kedua, efisiensi energi dalam produksi biodiesel melalui teknologi ramah lingkungan.
Untuk mengimplementasikan hal tersebut, tim peneliti menggandeng PT Berkah Nabati Nusantara untuk sama-sama bersinergi mengembangkan alat produksi biodiesel dari minyak jelantah. “Alat produksi biodiesel ini mampu menghasilkan biodiesel dengan yield mencapai 90% dengan kapasitas olah mencapai 480 liter/hari,” kata Surya.
Pada 14 Oktober 2025 lalu, tim periset melakukan diseminasi terhadap hasil temuan dengan mengundang beberapa unsur terkait seperti dinas ketenaga kerjaan Kota Medan, Dinas Ketahanan Pangan Kota Medan, Dinas Pertanian, Dinas Perikanan, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Medan dan Mitra Industri yaitu PT. Berkah Nabati Nusantara serta mitra industry lainnya.
Dalam kesempatan yang sama, kegiatan juga diisi dengan Penandatanganan MoU dan Diskusi Publik yang menghadirkan narasumber Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Medan, Ferri Ichsan, S.T., M.Sc., M.Eng. Hendry Halim, S.Hut, dari PT. Berkah Nabati Nusantara, serta Head Of Division Agronomy, CV. Rotama, Patar Hasudungan Silitonga, SP., MMPP.
“Diskusi membahas arah kolaborasi antara industri, pemerintah, dan perguruan tinggi dalam memperkuat riset terapan dan hilirisasi hasil inovasi,” ujar Surya Dharma.
Surya mengungkapkan, Polmed telah menunjukkan bahwa penelitian vokasi menciptakan solusi nyata yang berdampak pada peningkatan produktivitas dan lapangan kerja. Inovasi seperti ini yang perlu terus dikembangkan.
Ditegaskannya, penelitian ini dapat terwujud berkat dukungan dari Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi melalui Mitra Saintek serta mendapatkan pendanaan dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP). (rel/adz)

3 weeks ago
16

















































