JAYAPURA-Kepala Seksi Teknologi dan Informasi Keimigrasian Kantor Imigrasi Jayapura, Roy Rumayauw, menegaskan bahwa tuduhan pemerasan terhadap empat Warga Negara Asing (WNA) asal Papua Nugini (PNG) oleh oknum Imigrasi Jayapura adalah tidak benar.
Pernyataan ini disampaikan sebagai respons atas klaim kuasa hukum WNA tersebut, Anthon Raharusun. Empat warga PNG yang kini ditahan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Abepura sejak 7 Mei 2025 adalah Adrian Lohumbo (CEO West Sepik Province Health Authority), Nimbaken Tibli (pejabat keuangan), Amstrong Kupe (perawat), dan Melchior Nemo (petugas kamar jenazah). Mereka diketahui merupakan staf kesehatan dari West Sepik Province.
Roy menegaskan bahwa tidak ada permintaan uang dari petugas imigrasi kepada para WNA tersebut. Yang dilakukan oleh petugas, menurutnya, hanyalah memberikan penjelasan sesuai prosedur hukum yang berlaku jika terdapat pelanggaran keimigrasian.
“Petugas kami menjelaskan, jika ada yang melanggar aturan keimigrasian, maka wajib membayar denda sesuai aturan. Apabila tidak mampu, maka proses hukum dilanjutkan. Tapi karena mereka tidak fasih berbahasa Indonesia, sehingga dianggap sebagai pemerasan,” ujar Roy kepada Cenderawasih Pos melalui sambungan telepon, Selasa (1/7).
Menanggapi pernyataan kuasa hukum yang mempertanyakan prosedur penahanan, Roy menjelaskan bahwa pada 16 Mei 2025, terdapat delapan warga PNG yang masuk melalui Pos Lintas Batas. Namun, hanya satu orang yakni Jeremiah Tillau yang turun dan melapor di Pos Imigrasi, sementara tujuh lainnya tetap berada di dalam kendaraan dan langsung melanjutkan perjalanan ke Jayapura.
“Padahal sesuai prosedur, seluruh WNA wajib melalui pemeriksaan keimigrasian. Karena tujuh orang lainnya tidak melapor, maka mereka dianggap melanggar aturan,” katanya.
Akibat pelanggaran tersebut, ketujuh WNA ditangkap di Hotel Maxone, Jayapura, pada 17 Mei 2025. Setelah dilakukan pemeriksaan, Jeremiah Tillau dipulangkan ke PNG pada 18 Mei karena tidak terbukti melanggar aturan, sementara tujuh lainnya tetap ditahan.
JAYAPURA-Kepala Seksi Teknologi dan Informasi Keimigrasian Kantor Imigrasi Jayapura, Roy Rumayauw, menegaskan bahwa tuduhan pemerasan terhadap empat Warga Negara Asing (WNA) asal Papua Nugini (PNG) oleh oknum Imigrasi Jayapura adalah tidak benar.
Pernyataan ini disampaikan sebagai respons atas klaim kuasa hukum WNA tersebut, Anthon Raharusun. Empat warga PNG yang kini ditahan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Abepura sejak 7 Mei 2025 adalah Adrian Lohumbo (CEO West Sepik Province Health Authority), Nimbaken Tibli (pejabat keuangan), Amstrong Kupe (perawat), dan Melchior Nemo (petugas kamar jenazah). Mereka diketahui merupakan staf kesehatan dari West Sepik Province.
Roy menegaskan bahwa tidak ada permintaan uang dari petugas imigrasi kepada para WNA tersebut. Yang dilakukan oleh petugas, menurutnya, hanyalah memberikan penjelasan sesuai prosedur hukum yang berlaku jika terdapat pelanggaran keimigrasian.
“Petugas kami menjelaskan, jika ada yang melanggar aturan keimigrasian, maka wajib membayar denda sesuai aturan. Apabila tidak mampu, maka proses hukum dilanjutkan. Tapi karena mereka tidak fasih berbahasa Indonesia, sehingga dianggap sebagai pemerasan,” ujar Roy kepada Cenderawasih Pos melalui sambungan telepon, Selasa (1/7).
Menanggapi pernyataan kuasa hukum yang mempertanyakan prosedur penahanan, Roy menjelaskan bahwa pada 16 Mei 2025, terdapat delapan warga PNG yang masuk melalui Pos Lintas Batas. Namun, hanya satu orang yakni Jeremiah Tillau yang turun dan melapor di Pos Imigrasi, sementara tujuh lainnya tetap berada di dalam kendaraan dan langsung melanjutkan perjalanan ke Jayapura.
“Padahal sesuai prosedur, seluruh WNA wajib melalui pemeriksaan keimigrasian. Karena tujuh orang lainnya tidak melapor, maka mereka dianggap melanggar aturan,” katanya.
Akibat pelanggaran tersebut, ketujuh WNA ditangkap di Hotel Maxone, Jayapura, pada 17 Mei 2025. Setelah dilakukan pemeriksaan, Jeremiah Tillau dipulangkan ke PNG pada 18 Mei karena tidak terbukti melanggar aturan, sementara tujuh lainnya tetap ditahan.