SUMUTPOS.CO – Mantan Pimpinan Cabang (Pincab) Bank Sumut Seirampah Tengku Ade Maulanza, dan Zainur Rusdi selaku Pimpinan Seksi Pemasaran, dituntut masing-masing dua tahun penjara. Keduanya dinilai terbukti korupsi pemberian kredit macet, hingga merugikan negara Rp1,3 miliar lebih.
Jaksa penuntut umum (JPU) Imam Darmono, dalam nota tuntutannya, perbuatan kedua terdakwa diyakini melanggar Pasal 3 Jo Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 telah diubah dan ditambah dengan UU No 20 Tahun 2001, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana.
“Menuntut, menjatuhkan pidana kepada terdakwa Tengku Ade Maulanza dan Zainur Rusdi selama dua tahun, denda Rp100 juta, subsider tiga bulan kurungan,” tegas Imam, dalam sidang di Ruang Cakra 8 Pengadilan Tipikor Medan, Jumat (18/7).
Menurut JPU, hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi.
“Hal meringankan, terdakwa belum pernah dihukum, berterus terang dan berjanji tidak mengulangi perbuatannya,” tutur Imam.
Usai mendengarkan tuntutan, Hakim Ketua Andriyansyah, menunda sidang hingga pekan depan, dengan agenda mendengarkan pembelaan (pledoi) para terdakwa.
Mengutip dakwaan, keduanya menjadi terdakwa atas pemberian kredit tak sesuai prosedur di perbankan kepada debitur bernama Selamet, yang berujung kredit macet hingga merugikan keuangan negara Rp1.332.585.554. Pada 3 Oktober 2013, Selamet dan istrinya, Mujiani, serta terdakwa Tengku Ade Maulanza selaku Pincab Bank Sumut Seirampah, menandatangani Persetujuan Membuka Kredit (PMK) yang sifatnya kredit rekening koran.
Sistem pembayarannya, Selamet selaku debitur hanya membayar bunga kredit dan pelunasan pokok kredit dilakukan secara sekaligus pada saat jatuh tempo, 3 Oktober 2014. Walau tidak mampu melunasi kredit saat akan jatuh tempo, Selamet, istrinya, dan Tengku Ade Maulanza dengan agunan serta nilai pinjaman yang sama, kembali menandatangani PMK, sebagai pembaruan dari kredit Selamet di 2013, dengan sistem pembayaran serupa dan jatuh tempo Oktober 2015.
Selamet yang secara sadar akan ketidakmampuannya melunasi KUR rekening koran, kurang lebih senilai Rp500 juta tersebut, kemudian pada 5 Maret 2015 malah mengajukan permohonan dua fasilitas kredit baru. Yakni KRK sebesar Rp400 juta dan KAL sebesar Rp350 juta.
Niat Selamet adalah untuk melunasi kredit sebelumnya dan sisanya akan dipergunakan untuk membeli lahan yang akan dipakai sebagai agunan, agar nilai jaminan atau agunan yang diajukan terdakwa layak mendapatkan dua fasilitas kredit yang baru, dengan total jumlah kredit sebesar Rp750 juta. Jatuh temponya 18 Maret 2016, dan kembali berujung kredit macet.
Belakangan terungkap, Selamet tidak memberitahukan kepada Bank Sumut, pada saat mengajukan dua fasilitas kredit, masih menikmati kredit di bank lain, yakni Bank Danamon. Agunan berupa SHM 229 memang milik terdakwa, namun SHM 435 ternyata orang lain bernama Sahrul Efendi, dengan modus seolah dalam proses balik nama (BBN). (man/saz)
SUMUTPOS.CO – Mantan Pimpinan Cabang (Pincab) Bank Sumut Seirampah Tengku Ade Maulanza, dan Zainur Rusdi selaku Pimpinan Seksi Pemasaran, dituntut masing-masing dua tahun penjara. Keduanya dinilai terbukti korupsi pemberian kredit macet, hingga merugikan negara Rp1,3 miliar lebih.
Jaksa penuntut umum (JPU) Imam Darmono, dalam nota tuntutannya, perbuatan kedua terdakwa diyakini melanggar Pasal 3 Jo Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 telah diubah dan ditambah dengan UU No 20 Tahun 2001, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana.
“Menuntut, menjatuhkan pidana kepada terdakwa Tengku Ade Maulanza dan Zainur Rusdi selama dua tahun, denda Rp100 juta, subsider tiga bulan kurungan,” tegas Imam, dalam sidang di Ruang Cakra 8 Pengadilan Tipikor Medan, Jumat (18/7).
Menurut JPU, hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi.
“Hal meringankan, terdakwa belum pernah dihukum, berterus terang dan berjanji tidak mengulangi perbuatannya,” tutur Imam.
Usai mendengarkan tuntutan, Hakim Ketua Andriyansyah, menunda sidang hingga pekan depan, dengan agenda mendengarkan pembelaan (pledoi) para terdakwa.
Mengutip dakwaan, keduanya menjadi terdakwa atas pemberian kredit tak sesuai prosedur di perbankan kepada debitur bernama Selamet, yang berujung kredit macet hingga merugikan keuangan negara Rp1.332.585.554. Pada 3 Oktober 2013, Selamet dan istrinya, Mujiani, serta terdakwa Tengku Ade Maulanza selaku Pincab Bank Sumut Seirampah, menandatangani Persetujuan Membuka Kredit (PMK) yang sifatnya kredit rekening koran.
Sistem pembayarannya, Selamet selaku debitur hanya membayar bunga kredit dan pelunasan pokok kredit dilakukan secara sekaligus pada saat jatuh tempo, 3 Oktober 2014. Walau tidak mampu melunasi kredit saat akan jatuh tempo, Selamet, istrinya, dan Tengku Ade Maulanza dengan agunan serta nilai pinjaman yang sama, kembali menandatangani PMK, sebagai pembaruan dari kredit Selamet di 2013, dengan sistem pembayaran serupa dan jatuh tempo Oktober 2015.
Selamet yang secara sadar akan ketidakmampuannya melunasi KUR rekening koran, kurang lebih senilai Rp500 juta tersebut, kemudian pada 5 Maret 2015 malah mengajukan permohonan dua fasilitas kredit baru. Yakni KRK sebesar Rp400 juta dan KAL sebesar Rp350 juta.
Niat Selamet adalah untuk melunasi kredit sebelumnya dan sisanya akan dipergunakan untuk membeli lahan yang akan dipakai sebagai agunan, agar nilai jaminan atau agunan yang diajukan terdakwa layak mendapatkan dua fasilitas kredit yang baru, dengan total jumlah kredit sebesar Rp750 juta. Jatuh temponya 18 Maret 2016, dan kembali berujung kredit macet.
Belakangan terungkap, Selamet tidak memberitahukan kepada Bank Sumut, pada saat mengajukan dua fasilitas kredit, masih menikmati kredit di bank lain, yakni Bank Danamon. Agunan berupa SHM 229 memang milik terdakwa, namun SHM 435 ternyata orang lain bernama Sahrul Efendi, dengan modus seolah dalam proses balik nama (BBN). (man/saz)