MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprov Sumut) memiliki potensi objek retribusi daerah baru. Yakni melalui pemanfaatan kawasan hutan, seperti Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Barisan, yang berada di wilayah administratif empat kabupaten di Sumut, yakni Langkat, Karo, Deliserdang, dan Simalungun.
Hal tersebut terungkap dalam Rapat Evaluasi Pengelolaan Retribusi Daerah yang dipimpin langsung Wakil Gubernur Sumut Surya di Kantor Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Sumut, Jalan Sisingamangaraja Medan, Rabu (9/7) lalu.
Pada kesempatan itu, Surya menyampaikan, dalam upaya peningkatan restribusi daerah perlu kolaborasi antar-Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Karena setiap OPD memiliki peran dan fungsi masing-masing, yang saling terkait, sehingga memperkuat sistem pengelolaan dan penarikan retribusi secara lebih efektif dan efisien.
Dia juga mengatakan, perlu ada penguatan sumber daya manusia (SDM) sebagai upaya strategis untuk meningkatkan pendapatan dari retribusi daerah. “Evaluasi retribusi daerah tidak cukup hanya melihat dari sisi pendapatan yang diterima, tapi juga dari kualitas aparatur yang mengelola, sistem pendukung, kita tidak jalan sendiri-sendiri. Karena itu, penguatan SDM merupakan syarat utama untuk mewujudkan peningkatan retribusi daerah,” ungkap Surya.
Surya berharap, dengan adanya kolaborasi yang solid antar-OPD, merupakan strategi yang efektif untuk meningkatkan penerimaan retribusi daerah. Karena peningkatan retribusi daerah bukan hanya berdampak pada keuangan daerah, tapi juga meningkatkan kualitas pelayanan publik secara keseluruhan.
Sementara itu, Kepala DLHK Sumut, Yuliani Siregar mengatakan, saat ini pihaknya memiliki potensi objek retribusi daerah baru, dengan memanfaatkan kawasan hutan seperti Tahura.
“Retribusi daerah yang dapat dikembangkan dari kawasan Tahura Bukit Barisan, yakni retribusi jasa usaha, ekowisata, dan wisata alam.
Saat ini, pemanfaatan air komersil di Tahura yang dikelola PT Tirta Sibayakindo (Aqua) yang selama ini PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) dari pemanfaatan sumber daya alam (SDA), disetor ke kementerian (pusat). Namun dengan terbitnya PP Nomor 36, ada perubahan kebijakan, potensi penerimaan ini kini bisa langsung masuk menjadi Pendapatan Asli Daerah (PAD) provinsi,” jelasnya.
Dia berharap, peningkatan retribusi di kawasan kehutanan memerlukan dukungan regulasi yang kuat dalam bentuk peraturan daerah (perda), untuk memastikan mekanisme pemungutan dan pencatatan retribusi dapat berjalan sesuai aturan, dan masuk sebagai PAD.
“Tanpa adanya regulasi yang jelas, pemungutan retribusi berisiko dianggap tidak sah secara hukum, dan dapat menimbulkan permasalahan administratif maupun legal,” jelas Yuliani. (san/saz)
MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprov Sumut) memiliki potensi objek retribusi daerah baru. Yakni melalui pemanfaatan kawasan hutan, seperti Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Barisan, yang berada di wilayah administratif empat kabupaten di Sumut, yakni Langkat, Karo, Deliserdang, dan Simalungun.
Hal tersebut terungkap dalam Rapat Evaluasi Pengelolaan Retribusi Daerah yang dipimpin langsung Wakil Gubernur Sumut Surya di Kantor Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Sumut, Jalan Sisingamangaraja Medan, Rabu (9/7) lalu.
Pada kesempatan itu, Surya menyampaikan, dalam upaya peningkatan restribusi daerah perlu kolaborasi antar-Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Karena setiap OPD memiliki peran dan fungsi masing-masing, yang saling terkait, sehingga memperkuat sistem pengelolaan dan penarikan retribusi secara lebih efektif dan efisien.
Dia juga mengatakan, perlu ada penguatan sumber daya manusia (SDM) sebagai upaya strategis untuk meningkatkan pendapatan dari retribusi daerah. “Evaluasi retribusi daerah tidak cukup hanya melihat dari sisi pendapatan yang diterima, tapi juga dari kualitas aparatur yang mengelola, sistem pendukung, kita tidak jalan sendiri-sendiri. Karena itu, penguatan SDM merupakan syarat utama untuk mewujudkan peningkatan retribusi daerah,” ungkap Surya.
Surya berharap, dengan adanya kolaborasi yang solid antar-OPD, merupakan strategi yang efektif untuk meningkatkan penerimaan retribusi daerah. Karena peningkatan retribusi daerah bukan hanya berdampak pada keuangan daerah, tapi juga meningkatkan kualitas pelayanan publik secara keseluruhan.
Sementara itu, Kepala DLHK Sumut, Yuliani Siregar mengatakan, saat ini pihaknya memiliki potensi objek retribusi daerah baru, dengan memanfaatkan kawasan hutan seperti Tahura.
“Retribusi daerah yang dapat dikembangkan dari kawasan Tahura Bukit Barisan, yakni retribusi jasa usaha, ekowisata, dan wisata alam.
Saat ini, pemanfaatan air komersil di Tahura yang dikelola PT Tirta Sibayakindo (Aqua) yang selama ini PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) dari pemanfaatan sumber daya alam (SDA), disetor ke kementerian (pusat). Namun dengan terbitnya PP Nomor 36, ada perubahan kebijakan, potensi penerimaan ini kini bisa langsung masuk menjadi Pendapatan Asli Daerah (PAD) provinsi,” jelasnya.
Dia berharap, peningkatan retribusi di kawasan kehutanan memerlukan dukungan regulasi yang kuat dalam bentuk peraturan daerah (perda), untuk memastikan mekanisme pemungutan dan pencatatan retribusi dapat berjalan sesuai aturan, dan masuk sebagai PAD.
“Tanpa adanya regulasi yang jelas, pemungutan retribusi berisiko dianggap tidak sah secara hukum, dan dapat menimbulkan permasalahan administratif maupun legal,” jelas Yuliani. (san/saz)