Rentan Alami Diskriminasi, Dosen FH USU Berikan Penyuluhan Hukum kepada Siswa SMA Markus Medan

1 day ago 4

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Universitas Sumatera Utara (USU) melaksanakan Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM), dengan memberikan penyuluhan hukum dan edukasi anti diskriminasi untuk masa depan yang lebih baik bagi siswa-siswi SMA Swasta Yayasan Perguruan Markus Medan, di Jalan Pembangunan Nomor 4, Helvetia Timur, Kecamatan Medan Helvetia, Kota Medan, pada Sabtu, 7 Desember 2024, yang diikuti oleh siswa dari kelas 10-12.

Diskriminasi merupakan masalah serius yang masih mengakar dalam kehidupan bermasyarakat, bahkan dalam lingkup paling dini, yakni kehidupan siswa-siswi sekolah. Di mana individu atau kelompok diperlakukan secara tidak adil berdasarkan atribut tertentu seperti ras, gender, agama, atau status sosial. Fenomena ini tidak hanya merugikan korban, tetapi juga menghambat kemajuan sosial dan menciptakan ketidakadilan yang mendalam.

Ketua PKM, Dr Fajar Khaify Rizky SH MH mengatakan, dalam konteks ini, penyuluhan hukum yang dilaksanakan pada SMA Swasta Markus Medan menjadi penting untuk memberi kesadaran mengenai dampak negatif dari diskriminasi dan berkomitmen untuk menciptakan lingkungan sekolah yang inklusif dan adil.

“Melalui pemahaman, pendidikan, dan tindakan kolektif, siswa-siswi serta guru dan seluruh perangkat sekolah dapat melawan diskriminasi dan membangun pendidikan yang menghargai perbedaan serta menjunjung tinggi hak asasi manusia bagi semua,” kata Fajar didampingi Anggota PKM, Prof Dr Sutiarnoto SH MHum, Dr Jelly Leviza SH MHum, Dr Mahmud Mulyadi SH MHum, Tommy Aditia Sinulingga SH MH dan D Shahreiza SH MH, serta Mahasiswa FH USU, kepada Sumut Pos di Medan, Jumat (27/12/2024).

Dalam sebuah penelitian, lanjutnya, menunjukkan bahwa siswa dari kelompok ini sering menghadapi hambatan yang signifikan dalam mencapai prestasi akademis yang setara dengan rekan-rekan mereka yang berasal dari kelompok mayoritas. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk prasangka sosial, stereotip dan diskriminasi yang terinternalisasi di lingkungan sekolah.

“Sekolah sebagai tempat penyelenggara kegiatan belajar mengajar hendaknya memiliki budaya yang sopan untuk menggapai tujuan utama pendidikan. Sekolah merupakan rumah kedua bagi para peserta didik untuk menggali dan mempelajari berbagai ilmu pendidikan,” imbuhnya.

Menurutnya, berbagai sekolah mempunyai berbagai program dalam meyakini para orang tua dalam menitipkan anaknya untuk belajar di sekolah dan memiliki program membantu dan mendampingi anak-anak dalam kegiatan belajar mengajar. Namun masih banyak korban diskriminasi yang terjadi di lingkungan sekolah, baik itu perlakuan tidak adil terhadap siswa, perundingan ataupun Tindakan diskriminasi lainnya.

“Hal ini tentu saja berbanding terbalik dengan makna dari lingkungan sekolah itu sendiri yang berlandaskan sebagai tempat yang aman, nyaman, dan bersih untuk menerima pendidikan,” ujarnya.

Secara keseluruhan, sambung Fajar, latar belakang penyuluhan ini menekankan pentingnya peran pendidikan dalam mengurangi diskriminasi terhadap siswa dari kelompok minoritas sosial. Dengan menciptakan lingkungan pendidikan yang inklusif dan mendukung, diharapkan siswa dari berbagai latar belakang sosial dapat meraih potensi penuh mereka tanpa hambatan diskriminasi. “Penelitian ini akan memberikan kontribusi penting bagi upaya peningkatan kualitas pendidikan dan keadilan sosial di sekolah-sekolah,” tandasnya.

Adapun, permasalahan yang dihadapi siswa-siswi di SMA Swasta Markus Medan, yakni perbedaan latar belakang, seperti kelompok siswa yang memiliki kemampuan lebih dibandingkan dengan kelompok siswa lain. Perbedaaan budaya, termasuk bahasa, adat istiadat dan nilai-nilai yang bisa menyebabkan ketidakpahaman atau konflik antar siswa.

“Kesadaran dan pemahaman anak sekolah atau remaja tentang pentingnya menghargai keberagaman dan melawan diskriminasi dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, pencegahan terhadap terjadinya diskriminasi terhadap remaja dan anak sekolah. Peningkatan kualitas hidup Siswa-Siswi SMA melalui pembentukan karakter yang positif dan sikap yang toleran. Dan membangun lingkungan sekolah yang lebih inklusif dan ramah anak,” pungkas Fajar. (dwi/ram)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Universitas Sumatera Utara (USU) melaksanakan Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM), dengan memberikan penyuluhan hukum dan edukasi anti diskriminasi untuk masa depan yang lebih baik bagi siswa-siswi SMA Swasta Yayasan Perguruan Markus Medan, di Jalan Pembangunan Nomor 4, Helvetia Timur, Kecamatan Medan Helvetia, Kota Medan, pada Sabtu, 7 Desember 2024, yang diikuti oleh siswa dari kelas 10-12.

Diskriminasi merupakan masalah serius yang masih mengakar dalam kehidupan bermasyarakat, bahkan dalam lingkup paling dini, yakni kehidupan siswa-siswi sekolah. Di mana individu atau kelompok diperlakukan secara tidak adil berdasarkan atribut tertentu seperti ras, gender, agama, atau status sosial. Fenomena ini tidak hanya merugikan korban, tetapi juga menghambat kemajuan sosial dan menciptakan ketidakadilan yang mendalam.

Ketua PKM, Dr Fajar Khaify Rizky SH MH mengatakan, dalam konteks ini, penyuluhan hukum yang dilaksanakan pada SMA Swasta Markus Medan menjadi penting untuk memberi kesadaran mengenai dampak negatif dari diskriminasi dan berkomitmen untuk menciptakan lingkungan sekolah yang inklusif dan adil.

“Melalui pemahaman, pendidikan, dan tindakan kolektif, siswa-siswi serta guru dan seluruh perangkat sekolah dapat melawan diskriminasi dan membangun pendidikan yang menghargai perbedaan serta menjunjung tinggi hak asasi manusia bagi semua,” kata Fajar didampingi Anggota PKM, Prof Dr Sutiarnoto SH MHum, Dr Jelly Leviza SH MHum, Dr Mahmud Mulyadi SH MHum, Tommy Aditia Sinulingga SH MH dan D Shahreiza SH MH, serta Mahasiswa FH USU, kepada Sumut Pos di Medan, Jumat (27/12/2024).

Dalam sebuah penelitian, lanjutnya, menunjukkan bahwa siswa dari kelompok ini sering menghadapi hambatan yang signifikan dalam mencapai prestasi akademis yang setara dengan rekan-rekan mereka yang berasal dari kelompok mayoritas. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk prasangka sosial, stereotip dan diskriminasi yang terinternalisasi di lingkungan sekolah.

“Sekolah sebagai tempat penyelenggara kegiatan belajar mengajar hendaknya memiliki budaya yang sopan untuk menggapai tujuan utama pendidikan. Sekolah merupakan rumah kedua bagi para peserta didik untuk menggali dan mempelajari berbagai ilmu pendidikan,” imbuhnya.

Menurutnya, berbagai sekolah mempunyai berbagai program dalam meyakini para orang tua dalam menitipkan anaknya untuk belajar di sekolah dan memiliki program membantu dan mendampingi anak-anak dalam kegiatan belajar mengajar. Namun masih banyak korban diskriminasi yang terjadi di lingkungan sekolah, baik itu perlakuan tidak adil terhadap siswa, perundingan ataupun Tindakan diskriminasi lainnya.

“Hal ini tentu saja berbanding terbalik dengan makna dari lingkungan sekolah itu sendiri yang berlandaskan sebagai tempat yang aman, nyaman, dan bersih untuk menerima pendidikan,” ujarnya.

Secara keseluruhan, sambung Fajar, latar belakang penyuluhan ini menekankan pentingnya peran pendidikan dalam mengurangi diskriminasi terhadap siswa dari kelompok minoritas sosial. Dengan menciptakan lingkungan pendidikan yang inklusif dan mendukung, diharapkan siswa dari berbagai latar belakang sosial dapat meraih potensi penuh mereka tanpa hambatan diskriminasi. “Penelitian ini akan memberikan kontribusi penting bagi upaya peningkatan kualitas pendidikan dan keadilan sosial di sekolah-sekolah,” tandasnya.

Adapun, permasalahan yang dihadapi siswa-siswi di SMA Swasta Markus Medan, yakni perbedaan latar belakang, seperti kelompok siswa yang memiliki kemampuan lebih dibandingkan dengan kelompok siswa lain. Perbedaaan budaya, termasuk bahasa, adat istiadat dan nilai-nilai yang bisa menyebabkan ketidakpahaman atau konflik antar siswa.

“Kesadaran dan pemahaman anak sekolah atau remaja tentang pentingnya menghargai keberagaman dan melawan diskriminasi dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, pencegahan terhadap terjadinya diskriminasi terhadap remaja dan anak sekolah. Peningkatan kualitas hidup Siswa-Siswi SMA melalui pembentukan karakter yang positif dan sikap yang toleran. Dan membangun lingkungan sekolah yang lebih inklusif dan ramah anak,” pungkas Fajar. (dwi/ram)

Read Entire Article
Politik | Local| Daerah| Finance| Sport|