MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sekretariat Bersama (Sekber) Gerakan Oikumenis untuk Keadilan Ekologis Sumatra Utara kembali menekan Pemerintah Provinsi Sumut agar menepati janji yang disampaikan saat aksi demonstrasi anti–PT Toba Pulp Lestari (TPL) pada 10 November 2025 lalu. Desakan itu disampaikan dalam konferensi pers di Kantor JPIC Kapusin Medan, Senin (17/11) sore.
Ketua Sekber, Pastor Walden Sitanggang mengaku, pada saat itu ia menerima pernyataan langsung dari Pj Sekda Provsu dan membuat sebuah rekomendasi, berisi bahwa Gubernur Bobby Nasution akan mengunjungi daerah konflik PT TPL dan mengagendakan pertemuan dengan Sekber.
“Sampai hari ini kami belum ada menerima skedul dari Pemprovsu, Gubernur Sumatera Utara akan memenuhi janjinya saat disampaikan oleh Pj Sekda Provsu,” kata Pastor Walden saat Konferensi Pers, di Kantor JPIC Kapusin Medan, Senin (17/11) sore.
Oleh karena itu, pihaknya menggelar konferensi pers guna menagih janji Pemprovsu dan Gubernur Sumut, Bobby Nasution.
Hal senada Perwakilan Sekber, Rokki Pasaribu yang merupakan Direktur KSPPM menegaskan, pihaknya mendesak Gubernur Sumut, Bobby Nasution untuk segera menerbitkan rekomendasi penutupan PT TPL ke pemerintah pusat.
“Kami mendesak agar Gubernur Bobby Nasution menerbitkan rekomendasi penutupan TPL ke pemerintah pusat, sehingga kalau itu sudah dilakukan tidak perlu lagi turun ke lokasi konflik atau bertemu sekber,” katanya.
Ia menegaskan, jika Gubernur Bobby sudah meneruskan rekomendasi ke Pemerintah Pusat. “Kami yang akan mendesak Pemerintah Pusat untuk menerbitkan penutupan atau pencabutan izin operasional PT TPL,” tegasnya.
Desakan serupa disampaikan Horas Bangso Batak, Lamsiang Sitompul dan Jhontoni Tarihoran dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tano Batak.
Jhon meminta Gubernur Bobby segera merespons tuntutan masyarakat kawasan Danau Toba dan Tapanuli Raya untuk merekomendasikan penutupan PT TPL.
“Hal itu menghindari kerugian demi kerugian yang akan terjadi di tengah masyarakat Sumut akibat keberadaan PT TPL selama 30 tahun lebih, menimbulkan konflik di tengah masyarakat yang ada konsesinya,” katanya.
Lamsiang bahkan menyatakan, bahwa PT TPL lebih bermanfaat ditutup daripada beroperasi karena menimbulkan banyak persoalan.
Ia membeberkan, sudah sangat banyak kerugian akibat kehadiran PT TPL, seperti kerusakan lingkungan dengan tanaman onokultur eucalyptus, kriminalisasi terhadap masyarakat adat.
“Tetapi anehnya, Perusahaan TPL malah mengaku merugi dalam laporan terakhir yang berarti tidak menghasilkan apa-apa bagi negara. Sementara selama ini, TPL telah mencaplok lahan masyarakat yang sudah ada di sana sejak ratusan tahun bahkan sebelum TPL hadir,” pungkasnya.
Sebelumnya, terkait permintaan massa yang melakukan aksi di Kantor Gubernur Sumatera Utara, Senin (10/11/2025), PT Toba Pulp Lestari (TPL) memberikan klarifikasi. Corporate Communication Head PT TPL, Salomo Sitohang, menegaskan bahwa perusahaan berkomitmen terhadap transparansi, akuntabilitas, dan keberlanjutan operasional.
“Selama lebih dari 30 tahun beroperasi, PT TPL berkomitmen menjalin komunikasi terbuka dengan masyarakat melalui berbagai dialog, sosialisasi, dan program kemitraan yang melibatkan Pemerintah, Masyarakat Hukum Adat, tokoh agama, tokoh pemuda, akademisi, serta lembaga swadaya masyarakat. Pendekatan sosial ini dilakukan secara inklusif dan berkelanjutan,” ujar Salomo.
TPL juga menolak tuduhan bahwa operasional perusahaan menjadi penyebab bencana ekologi. Menurut Salomo, seluruh kegiatan Perseroan telah sesuai dengan izin, peraturan, dan ketentuan pemerintah yang berwenang.
“Seluruh kegiatan operasional dijalankan berdasarkan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang jelas, terdokumentasi, dan diawasi secara konsisten,” jelasnya.
Ia menambahkan, pemantauan lingkungan dilakukan secara periodik bekerja sama dengan lembaga independen dan tersertifikasi untuk memastikan seluruh aktivitas sesuai ketentuan dan regulasi yang berlaku. (dwi/ram)

1 day ago
5

















































