JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM — Mantan Kabareskrim Polri, Komjen (Purn) Susno Duadji, melontarkan kritik keras terkait bencana banjir besar yang menerjang Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat dalam beberapa hari terakhir. Menurutnya, gelombang banjir bandang yang menelan korban hampir seribu jiwa itu tidak semata-mata muncul karena faktor alam.
Data dari gis.bnpb.go.id hingga Rabu (10/12/2025) mencatat 969 korban meninggal dunia akibat peristiwa tersebut. Di tengah duka ini, Susno menilai akar masalah datang dari tindakan manusia yang merusak hutan secara masif.
Ia menegaskan, hujan yang seharusnya membawa keberkahan justru menjadi bencana karena ulah manusia. Kerusakan hutan yang terjadi, ujarnya, bukan hasil kejadian spontan, melainkan buah dari praktik pembalakan yang dilegalkan oleh otoritas tertentu.
Susno menuding bahwa izin-izin yang memungkinkan penebangan hutan dikeluarkan oleh pihak yang bukan berasal dari daerah terdampak.
“Orang-orang tersebut (yang merusak hutan di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat) bukanlah orang dari tiga provinsi itu.”
“Ini orang-orang dari tempat lain dan yang mengizinkan itu, saya yakin orangnya berposisi di Jakarta,” ucapnya dalam sebuah wawancara yang dengan televisi nasional.
Ia juga mempertanyakan proses pemberian izin yang menurutnya dilakukan tanpa kajian lapangan yang memadai.
“Saya yakin yang mengizinkan itu tidak melihat kondisi lapangan terus izin diterbitkan kemudian tidak mengawasi di lapangan, apakah izin yang diberikan itu telah sesuai dengan ketentuan-ketentuan itu?”
Menurutnya, bencana kali ini memperlihatkan dampak kerusakan hutan yang sudah lama diabaikan.
“Baru terkaget-kaget setelah gelondongan kayu itu berhanyutan berjuta-juta kubik membunuh manusia, membunuh ternak, menghancurkan ribuan rumah, menghancurkan ribuan fasilitas umum, jalan, jembatan, kantor, rumah sakit, dan lain-lain.”
Susno berpendapat bahwa pemerintah pusat perlu bertanggung jawab karena perizinan berada di tangan mereka.
“Ini akibat orang-orang yang duduk di ruangan AC yang ada di Jakarta.”
“Iya (mereka yang harus bertanggung jawab), karena mereka memberikan izin. Saya yakin ya izin diberikan tapi dia tidak melihat lapangan kemudian tidak menganalisa.”
Ia juga mengingatkan bahwa izin penebangan bukan sekadar dokumen administratif. Pengawasan terkait diameter pohon yang boleh ditebang, batasan jumlah, hingga metode kerja lapangan seharusnya dijalankan dengan ketat.
“Mereka tidak boleh hanya mengizinkan di atas kertas saja, tetapi izin harus disertai pengawasan di lapangan.”
Penjelasan Susno menyinggung bahwa kayu-kayu yang hanyut sejatinya dapat ditelusuri asal-usulnya. Karena itu, ia menilai kementerian terkait seperti Kementerian Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup, hingga sektor energi jika ada indikasi tambang ilegal, tidak dapat lepas dari tanggung jawab.
Di sisi lain, Susno membandingkan bencana ini dengan tsunami Aceh 2004. Menurutnya, banjir kali ini memiliki cakupan kerusakan yang jauh lebih luas.
Ia juga memperingatkan bahwa daerah lain seperti Kalimantan, Sulawesi, Papua, dan Maluku berpotensi mengalami hal serupa jika tata kelola hutan dan perizinan tidak dibenahi.
Susno pun mendorong pemerintah untuk melakukan evaluasi skala nasional guna mencegah tragedi serupa terulang. [*] Disarikan dari sumber berita media daring
Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.

5 hours ago
2


















































