SUMUTPOS.CO – Kabar duka datang dari Kecamatan Stabat, Kabupaten Langkat. Seorang lajang berusia 25 tahun, atas nama Argo Prasetyo, meninggal dunia diduga karena dianiaya di Kamboja. Dugaan penganiayaan terhadap korban, diketahui melalui postingan warga negara Vietnam, yang beredar luas di jagad dunia maya. Terdapat sejumlah luka di wajah korban, seperti mata dan bibir.
Diketahui, pria berkarakter tertutup itu, berangkat ke Kamboja pada April 2024. Keberangkatannya tanpa diketahui oleh keluarga. Adik korban, Ega Prasetya mengungkapkan, korban berangkat ke luar negeri untuk bekerja diketahui setelah sudah di Kamboja.
“Abang saya tidak pamit ke keluarga, tiba-tiba kami dapat kabar sudah di Kamboja,” kata Ega saat diwawancarai di kediamannya, Jalan Lintas Stabat-Tanjungpura, Gang Famili, Desa Karang Rejo, Kecamatan Stabat, kabupaten Langkat, akhir pekan lalu.
Kepada Ega, korban mengaku, bekerja di sebuah restoran. Awal-awal kerja di Kamboja, menurutnya, sang kakak sering berkomunikasi.
“Tapi di 2025 ini, kami sudah jarang komunikasi,” beber Ega.
Sebelum meninggal dunia, keluarga mengetahui Argo dalam keadaan kritis, melalui postingan warga negara Vietnam. Menurut Ega, ada seseorang menghubunginya melalui aplikasi WhatsApp, Senin, 29 September lalu.
“Saya dikirimi foto abang saya dengan keadaan sudah lembam-lembam di bagian wajah. “Hallo apa benar ini keluarganya Argo Prasetyo?” Terkejutlah kami sekeluarga. Langsung kami cari tahu, dan tanya-tanya.
Dikirimnya satu akun Facebook warga Vietnam yang menolong abang saya di Kamboja,” kata Ega lagi.
Komunikasi dengan warga negara Vietnam sedikit terhambat, karena beda bahasa.
“Kami mengobrol dengan dia menggunakan bahasa Vietnam, kami translate. Dan berkelanjutan melalui Telegram. Kami tanya bagaimana keadaan abang saya di sana. Ternyata abang saya sudah empat hari dirawat di rumah sakit. Artinya kami baru tahu keadaan abang kami di hari kelima, dengan kondisi yang mengenaskan itu,” ujarnya.
“Terus kami berkomunikasi dengan orang Vietnam itu. Dikirimkannnya foto abang saya masih hidup dirawat di rumah sakit,” kata Ega.
Menurut warga negara Vietnam itu, kata Ega, Argo mengalami hilang ingatan.
“Pada saat itu menurut orang Vietnam itu, abang saya seperti hilang ingatan. Soalnya ditanyai tidak menjawab, dan di lehernya ada bekas pukulan, yang membuat dia susah berbicara dan sulit untuk makan,” tuturnya.
Karena itu, dia pun mencari tahu perusahaan apa sebenarnya tempat Argo bekerja.
“Belakangan ini kami cari tahu, dia kerja di kantor scam Kamboja,” beber Ega.
Korban merupakan sulung dari empat bersaudara, mengembuskan napas terakhirnya di Rumah Sakit Syavrieng Provincial Hospital, Selasa, 30 september. Sebelum dinyatakan meninggal dunia, Ega mengaku, sempat berkomunikasi dengan Argo, Senin, 15 September. Kepada Ega, Argo meminta untuk dikirim uang sebesar Rp500 ribu, dengan alasan untuk makan. Saat minta uang makan itu, Ega mengaku tidak ada firasat apapun.
“Karena uang makan atau gaji tempat dia bekerja belum keluar. Sempat video call, cuma dia udah pindah tempat kerja katanya, enggak di resto lagi. Resto itu sudah tutup pengakuannya,” sambungnya.
Karakter Argo yang tertutup, menyulitkan keluarga. Ega pun mengakui, Argo tidak memberi tahu tempat kerja barunya di Kamboja, usai restoran tempatnya awal bekerja tutup. Rabu, 17 September atau dua hari berselang, Ega coba menghubungi korban.
“Maaf, namanya bahasa pinjam uang, cuma dia gak respons. Di 20 September 2025 baru dibalasnya, katanya belum tukar uang,” ujarnya.
Setelah itu, komunikasi antara Argo dan keluarganya pun terputus, dan tak pernah berkabar lagi. Karakter Argo yang tertutup, menurut Ega, sejak ibu mereka tiada atau meninggal dunia. Juga selama di Kamboja, Argo tak pernah bercerita keluh kesahnya.
“Gak pernah cerita keluh kesah, paling dia cerita soal belum terima uang makan. Itu saja,” tutur Ega.
Sebelum memilih kerja di Kamboja, Argo bekerja di Alfamart. Namun, Argo memutuskan resign dan memilih jalan ke Kamboja yang kini berujung maut. Setelah kabar Argo memang benar dinyatakan meninggal dunia, keluarga menggelar serangkaian kirim doa mulai dari takjiah hingga tahlilan, meski jenazah belum tiba di Tanah Air. Keluarga juga sudah berusaha dan menghubungi KBRI dan BP2MI, dengan membuat laporan agar dibantu pemulangan jenazah almarhum ke Tanah Air.
“Tapi responsnya kami hanya terus disuruh menunggu, hingga hari keempat meninggal dunia abang saya,” kata Ega.
Ega juga menuturkan, jenazah Argo saat ini masih berada pada tempat pengawetan di Phnom Penh, Ibukota Kamboja.
“Harapan kami sekeluarga, agar jenazah almarhum abang kami kembali ke Tanah Air. Kendalanya juga kami belum tahu, karena dari pihak KBRI belum ada kabar apapun, termasuk biaya,” ujar Ega.
Argo pun disebut kesahariannya merupakan sosok abang yang baik, tidak neko-neko. Namun sayang, karakter almarhum yang tertutup dan memilih jalan berangkat ke Kamboja dengan cara ilegal. Menurut Ega, almarhum ada riwayat penyakit kelainan jantung sejak usianya tiga tahun.
“Sejak ibu meninggal dunia, dia suka-suka hati gitu. Terhadap kami adik-adiknya, almarhum sangat baik. Kalau adiknya ada masalah, dia bertanggung jawab dan peduli sebagai abang,” katanya.
“Kami juga sempat perhatikan sebelum dia mau pergi ke Kamboja, kami lihat dia sibuk ke sana sini. Tapi gak mau cerita mau ke Kamboja. Dan kami gak tau dia pergi dengan siapa, berapa orang, karena dia memang gak bilang sama keluarga,” imbuh Ega.
Peristiwa ini juga sudah didengar oleh pihak kelurahan dan kecamatan, serta sudah dilaporkan ke dinas tenaga kerja.
“Cuma karena memang abang kami ini perginya ilegal, jadi kami masih disuruh menunggu,” bebernya.
Sementara itu, Sumut Pos bertemu dengan Kepala Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Langkat, Rajanami Yun Sukatami, di kediaman Argo. Itu menunjukkan Pemkab Langkat peduli dengan warganya.
“Sebagai pemerintah yang warganya membutuhkan perlindungan, kita harus siap. Walaupun menurut data yang ada pada kita, Argo Prasetyo memang berangkat secara nonprosedural,” ujarnya.
Artinya kepergian Argo ke Kamboja, tidak melalui proses sebagaimana mestinya pekerja migran yang berangkat kerja ke luar negeri.
“Tapi kami tetap berupaya, agar jenazah bisa kita kembalikan ke Tanah Air. Tadi saya juga sudah berkomunikasi dengan Kepala BP2MI di Medan, bagaimana upayanya agar jenazah bisa kita kembalikan ke Langkat,” kata Rajanami.
“Kita sudah mengunjungi keluarga almarhum, dan keluarga kami minta membuat laporan secara resmi. Dan akan kami buat surat ke KBRI di Phnom Penh. Dan bagaimana prosesnya, kita tunggu sama-sama,” imbuhnya.
Menurut Rajanami, jika sudah di luar negeri, peristiwa ini sudah domainnya kedutaan besar. Pun begitu, sesuai perintah Bupati Langkat Syah Afandin, jenazah Argo akan tetap diupayakan dibawa pulang ke Tanah Air.
“Pemulangan jenazah ini memang memerlukan biaya, dan ini kendala kita sebenarnya. Dan kita terus terang, anggaran untuk pemulangan ini tak ada. Jadi nanti kita koordinasi dengan BP2MI. Dan melalui BP2MI nanti kita akan berkoordinasi dengan KBRI bagaimana cara penanggulangan biaya pemulangan jenazah. Kami berharap, kementerian luar negeri melalui KBRI nanti bisa dahulu menalangi. Setelah itu baru kita sama-sama memikirkannya,” jelas Rajanami.
Dia berharap, warga Kabupaten Langkat yang memang ingin bekerja di luar negeri, agar mengikuti ketentuan yang ada. Termasuk perusahaan penerima kerja harus jelas di mana dan negara mana, serta mengikuti prosedur yang ada.
“Prosedurnya, silakan datang ke Kantor Dinas Tenaga Kerja Langkat. Di situ sudah diatur bagaimana prosedurnya, dan yang pasti sudah ada perusahaan yang bertanggung jawab di luar. Kalau ada hal-hal seperti yang dialami Argo, kita tinggal minta pertanggungjawaban dari perusahaan,” pungkas Rajanami. (ted/saz)

3 weeks ago
24

















































